Loading

Situs Eks Perumahan Dinas Pabrik Gula Sewugalur

Status : Situs Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Lokasi Eks Perumahan Dinas Pabrik Gula Sewugalur merupakan kompleks pabrik yang bentuknya dapat dilihat pada Peta Topografische Diens 1935. Peta tersebut menunjukkan kompleks pabrik dan pendukungnya seperti perumahan, jaringan jalan, dan jaringan jalan lori maupun rel kereta api.

Pada Lokasi Eks Perumahan Dinas Pabrik Gula Sewugalur saat ini terdapat benda dan bangunan lama, yang terbagi dalam dua klaster, yaitu klaster timur dan klaster selatan. Objek-objek tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Rumah Bapak Sastro Wiyono
  2. Rumah Bapak Ratidjo
  3. Rumah Bapak Suyitno
  4. Rumah Bapak Sunartedjo/M.Tjokrodirjo
  5. Rumah Ibu Surtiyati
  6. Rumah Bapak Bayuharjo 
  7. Rumah Kolonial 1
  8. Rumah Kolonial 2
  9. Rumah Kolonial 3
  10. Rumah Kolonial 4

Status : Situs Cagar Budaya
Periodesasi : Kolonial (Belanda/Cina)
Alamat :

SK Walikota/Bupati : SK Bupati Kulon Progo


Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Tokoh : Cosmus van BornemannAlbert KuipersRudolf Martinus Evertt RaafOtto Arends Oscar van den BerghEgbert Johannes Hoen 
Peristiwa Sejarah : Keberadaan Pabrik Gula Sewugalur tidak dapat dipisahkan dari pabrik-pabrik gula yang ada di Yogyakarta. Hingga tahun 1912 telah berdiri 17 pabrik gula, 16 berada di wilayah Afdeeling Mataram dan 1 pabrik berada di wilayah Afdeeling Kulon Progo (O.V. 1913 dan Kusumaningsih, 2006: 34). Pabrik gula yang berada di wilayah Kulon Progo tersebut adalah Pabrik Gula Sewugalur.  Merujuk pada arsip Puro Pakualaman, Pabrik Gula Sewugalur didirikan tahun 1889, bersamaan dengan jembatan yang menghubungkan antara Onderdistrik Galur dengan Onderdistrik Srandakan, yang dikenal dengan Jembatan Progo (Arsip Puro Pakualaman no 3095 dan Gunadi, 1999: 19).  Kesepakatan mengenai sewa tanah untuk lokasi berdirinya Pabrik Gula Sewugalur terjadi masa Sri Pakualam V berkuasa, yakni tahun 1883. Untuk tanah seluas 5290 bau, pemilik pabrik gula harus membayar kepada Pakualam V sebanyak 200.000 gulden (Poerwokoesoemo, 1985: 248). Adanya reorganisasi agraria di tanah-tanah Kejawen oleh Residen Lieferinck dan Paku Alam VII pada Oktober 1912 berimbas salah satunya pada status kepemilikan tanah. Perubahan kepemilikan tanah di Distrik Galur sendiri berubah pada bulan April 1925.  Tahun 1930, pasokan gula dunia melimpah sehingga berimbas pada anjlognya harga gula. Kondisi tersebut dikenal dengan nama Zaman Malaise yang berdampak pada ditutupnya sembilan di antara tujuh belas pabrik gula di Yogyakarta termasuk Pabrik Gula Sewu Galur (Dhani, 2010: 4). Pada saat Pabrik ditutup tahun 1930, tanah pabrik sudah menjadi milik pemerintah desa setempat (Poerwokoesoemo, 1985: 299-300). Reorganisasi agraria tersebut dimaksudkan untuk mengakhiri stelsel patuh (apanagehouder) dan stelsel bekel, serta dapat meletakkan dasar hukum baru dalam hubungan antara kerajaan-kerajaan Jawa dengan perusahaan perkebunan asing (Poerwokoesoemo, 1985: 299-300). Semenjak reorganisasi agraria, status tanah Pabrik Gula Sewugalur yang semula merupakan tanah apanage milik Pakualaman, berubah status menjadi tanah kas desa pemerintah desa Sewugalur (Dhani, 2010: 42). Berdasarkan arsip pelelangan, pada 12 November 1949 tanah bekas lokasi berdirinya Pabrik Gula Sewugalur dilelang kepada masyarakat. Saat tanah dilelang, kondisi pabrik telah rusak akibat pendudukan Jepang (Mu’izah dalam Dhani, 2010: 42). Eks Kantor Pabrik Gula Sewugalur Eks kantor Pabrik Gula Sewugalur terdiri atas dua bangunan kopel yang berdampingan barat dan timur. Keduanya dibeli oleh Bapak Karto Wirono. Setelahnya, bangunan sebelah barat dibeli oleh Bapak Wiro Dimedjo, yang kemudian diwariskan kepada anaknya, yaitu Ibu Wartinah. Bangunan sisi timur tetap dimiliki oleh Bapak Karto Wirono, saat ini diwariskan kepada Bapak Kelik (anak/cucu). Eks Bangunan Pegawai Pabrik Gula Sewugalur Sebelah Timur Menurut keterangan Bapak Bayu Harjo, Pabrik Gula Sewugalur selesai giling tahun 1925. Tiga bangunan paling selatan perumahan pegawai Pabrik Gula Sewugalur dibeli oleh Bapak Mustofa Cokrodirjo. Kemudian diwariskan kepada anaknya, yaitu Bapak Suro Minarjo. Oleh Bapak Suro Minarjo diwariskan kepada Bapak Bayu Harjo (rumah paling selatan) dan Ibu Surtiyati (adik Bapak Bayu Harjo), bangunan di utara rumah Bapak Bayu Harjo. Rumah di sebelah utara Ibu Surtiyati adalah rumah milik Bapak Sunartedjo. 
Konteks :
Riwayat Pelestarian : 1.     Telah dilakukan kegiatan kajian/dokumentasi oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY (d.h. Suaka Peninggalan Sejarah Purbakala/Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala) pada beberapa bangunan, dan pemberian Penghargaan Pelestarian Cagar Budaya yang diberikan Pemerintah DIY kepada rumah Bapak Suyitno. 2.     Beberapa bangunan pada lokasi ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya, yaitu rumah Bapak Suyitno dan rumah Bapak Sunartedjo/ M.Tjokrodirjo
Nilai Budaya : Merupakan permukiman dengan gaya Indis  yang terdapat di wilayah Kulon Progo yang masih bertahan hingga saat ini. 
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : ahli waris masing-masing pemilik rumah
Pengelolaan
Nama Pengelola : ahli waris masing-masing pemilik rumah