Loading

Masuk Jogjacagar


Deskripsi Singkat

Kawasan

Nama Lainnya : -

Satuan Ruang Geografis Kerta-Plered yang terletak di wilayah Kelurahan Pleret, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul merupakan lokasi bekas ibukota kerajaan Mataram   Islam   Abad   XVII   (periode pemerintahan Sultan Agung 1613-1646 dan
periode kesunanan Amangkurat I masa pemerintahan tahun 1647-1677). Wilayah ini dibangun awal abad ke-17 berupa satuan ruang yang ditata dan dibangun terdiri atas fasilitas kompleks keraton, komponen ibukota kerajaan,   dan   permukiman   pada   masa kerajaan Mataram Islam.
Satuan ruang geografis ini memiliki peninggalan sejarah dan warisan budaya berupa Benda Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan Situs Cagar Budaya yang
mengandung nilai-nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
Sementara itu, di satuan ruang geografis Kerta-Plered ini memiliki 4 (empat) situs cagar budaya yaitu: Situs Cagar Budaya Kerta, Situs Cagar Budaya Kedaton- Plered, Situs Cagar Budaya Kauman-Plered, dan Situs Cagar Budaya Ratu Malang Gunung kelir berdasarkan penetapan status Situs Cagar Budaya oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.

Informasi Cagar Budaya

Lokasi Kawasan : - Kel. Pleret Kec. Pleret Kab. Bantul Prov. Daerah Istimewa Yogyakarta
SK Gubernur : Keputusan Gubernur DIY Nomor 2 2019-09-12

Lokasi Kawasan Kerta - Plered


Koordinat Penemuan : ;
Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Peristiwa Sejarah : Satuan ruang geografis ini merupakan tempat pemindahan ibukota Kerajaan Mataram Islam pasca di Kota Gede. Sumber-sumber sejarah menyebutkan bahwa pada saat pemerintahan Sultan Agung, keraton Mataram-Islam dipindahkan ke daerah Kerta yang berjarak sekitar 5 km selatan dari Kota Gede. Upaya untuk memindahkan Ibukota Kerajaan Mataram Islam ke lokasi lain terealisasi pada tahun 1617 dengan mempersiap kan lahan di Kerta untuk calon lokasi keraton. Setahun kemudian Sultan Agung beserta pengikutnya mulai mendiami Kraton Kerta, meskipun ibu suri masih berada di Kota Gede. Selanjutnya pembangunan komponen kerajaan di Kerta mulai dilakukan di antaranya: bangunan Prabayaksa (1620), Siti Inggil (1625), pemakaman Girilaya (1629), pemakaman raja di Imogiri (1632-1645), membuat bendungan Sungai Opak (1637), dan membuat Segaran (danau buatan) di Plered (1643). Sekitar satu tahun setelah pembangunan terakhir, Sultan Agung wafat. Kemudian digantikan oleh Sunan Amangkurat I dengan gelar Susuhanan Mangkurat Senopati Ingalaga Ngabdurahman Sayidinpanatagama. Atas kehendak raja, kota pusat Kerajaan Mataram Islam dipindahkan dari Kerta menuju Plered. Dalam Babad ing Sangkala tercatat perpindahan sunan ke kraton yang baru terjadi pada tahun 1647.Babad Momana dan Babad ing Sengkala mencatat peristiwa pembangunan fisik di Kota Mataram dan wilayah-wilayah sekitarnya, di antaranya adalah:a. Tahun 1617, penyiapan lahan di Kerta untuk calon lokasi keraton.b. Tahun 1618, raja (Sultan Agung) mendiami keraton di Kerta, meskipun ibu suri masih di Kota Gede.c. Tahun 1620 mendirikan Prabayaksa di Kerta.d. Tahun 1625 di Kraton Kerta didirikan Siti Inggil.e. Tahun 1629, mulai membangun pemakaman di Girilaya dipimpin Panembahan Juminah.f. Tahun 1632, mulai membuka hutan di Bukit Merak untuk pemakaman kerajaan.g. Tahun 1637, mulai membangun bendungan di sungai Opak.h. Tahun 1643, mulai membuat segaran di Plered.i. Tahun 1645 pemakaman di Bukit Merak selesai dibuat dan diberi nama Imogiri.Sekitar satu tahun setelah pembangunan makam, Sultan Agung wafat di Kerta, dandimakamkan di Imogiri. Ia kemudian digantikan oleh Sunan Amangkurat I dengan gelar Susuhanan Mangkurat Senopati Ingalaga Ngabdurahman Sayidinpanatagama. Ataskehendak raja, kota pusat Kerajaan Mataram Islam dipindahkan dari Kerta menuju Plered. Dalam Babad ing Sangkala tercatat perpindahan menuju keraton yang baru terjadi pada tahun 1647.Berdasarkan sumber sejarah Jawa dan Belanda, menggambarkan bahwa pembangunan komponen Kraton Plered dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu yang cukup lama, yaitu:a. Tahun 1648 menurut Van Goens, keraton baru telah berdiri. Dalam Babad Momana disebutkan bahwa “1570 J, taun Jimakir, trep Kraton Ngeksiganda (Plered)”.b. Tahun 1571 J (1649 M) mendirikan Masjid Agung Plered menurut BabadSengkala dan Babad Momana.c.   Tahun 1572-1574 J (1650-1651 M) proses pembangunan Siti Inggil yang terbuat dari batu, bata, dan kayu, termasuk juga memperbarui Bangsal Witana.d. Tahun 1576 J (1653 M) pengambilan batu untuk Karadenan, yaitu kediaman untuk putra mahkota.e. Terdapat dua informasi yang berbeda mengenai selesainya pembangunan Praba yaksa. Menurut Babad Momana, Prabayaksa selesai dibangun pada tahun 1572 J (1650 M). Sedangkan menurut Babad Sangkala, Prabayaksa selesai dibangun pada tahun 1577 J (1654 M).f. Menurut sumber berita pada tahun 1659 M ( Daghregister, 13 November 1659), tinggi tembok keraton 5 depa dengan ketebalan 2 depa. Sunan kemudianmerencanakan untuk meninggikan tembok atas setinggi sebuah perisai kira- kira setinggi dada.g Tahun 1585 J (1662 M) mendirikan sebuah bangsal di lapangan Srimanganti.Ketika Sultan Agung pindah dari Kraton Kota Gede ke Kraton Kerta pada tahun 1618, diperkirakan Kota Gede tidak serta merta ditinggalkan oleh penduduknya. Kota Gedebahkan tetap melayani sebagian kebutuhan barang dan jasa masyarakat Mataram-Islam meskipun ibukota kerajaan telah berpindah ke Plered. Diperkirakan antara tahun 1618-1647 meskipun raja telah berkedudukan di Kraton Kerta namun Kota Gede masih memiliki kedudukan penting sebagai kota Kerajaan Mataram-Islam. Jarak antara Kota Gede ke Kerta juga tidak lebih dari 5 km, relatif dekat karena dapat ditempuh dalam waktu kurang dari seperempat hari dengan berjalan kaki.Letak posisi keberadaan Kraton Kerta sendiri tepat berada di sebelah selatan dari Kota Gede dan sama-sama terletak tepat di tepian sebelah timur Sungai Gajahwong. Kerta berada lebih ke arah hilir tepatnya di dekat titik pertemuan Sungai Gajahwong dengan Sungai Opak.Selain membangun beberapa komponen Kraton Plered di atas, sunan membangun pula bangunan- bangunan air baik di dalam maupun di luar tembok keraton. Bahkansebagian bangunan air tersebut sudah dibuat sebelum Kraton Plered didirikan. Menurut Babad Sangkala pada tahun 1565 J / 1643 M , ketika Sultan Agung masih memimpin Mataram, bangunan air di Plered sudah dibangun dalam bentuk sebuah danau buatan. Selanjutnya menurut Babad Momana, pembuatan danau buatan   berlanjut pada tahun 1574 J (1651 M) dengan membangun suatu bendungan besar. Pembangunan Kraton Plered terus berlanjut hingga tahun 1668 M ketika makam Ratu Malang di Gunung Kelir selesai dibuat.Kraton Plered mengalami kehancuran pada tahun 1600 J (1677) M ketika Trunojoyo, seorang bangsawan Madura Barat menyerang Kraton Plered dan berhasil menduduki nya. Sunan Amangkurat I melarikan diri ke Imogiri kemudian ke arah barat dan wafat dalam pelarian kemudian dimakamkan di Tegal Arum (dekat Kota Tegal sekarang). Pengganti Sunan Amangkurat I yang bergelar Sunan Amangkurat II menduduki kembali Kraton tersebut dengan bantuan VOC. Sunan Amangkurat II selanjutnya memindahkan ibukota Mataran Islam dari Plered ke lokasi yang kelak bernama Kartasura.
Nama Pemilik Terakhir : Pemerintah Daerah DIY, Kasultanan Yogyakarta, Pemerintah Kabupate
Riwayat Pengelolaan
Nama Pengelola : Pemerintah Daerah DIY, Kasultanan Yogyakarta, Pemerintah Kabupate
Catatan Khusus : Secara umum satuan ruang geografis Kerta- Plered ini masih memperlihatkan tata ruang yang terdiri atas tinggalan benda, struktur dan penempatan komponen bekas ibukota kerajaan Mataram-Islam yang terdapat di Dusun Kerto, Dusun Kanggotan, Dusun Kedaton, Dusun Kedaton Wetan, Dusun Kauman, dan Dusun Gunung Kelir. Penulisan nama “Plered” yang berkaitan dengan bekas ibukota Kerajaan Mataram Islam dibedakan dengan penulisan nama wilayah administrasi saat ini yang menggunakan nama: “Pleret” Beberapa tinggalan berupa cagar budaya yang berada di satuan ruang geografis Kerta-Plered saat ini, masih menunjukkan tinggalan keberadaan keraton dan komponen ibukota kerajaan Mataram-Islam. Namun, baik keraton Kerta maupun keraton Plered telah mengalami kerusakan karena perubahan peruntukan lahan dan faktor manusia ( vandalisme). Faktor dominan yang menyebabkan rusaknya keraton Kerta ini antara lain karena peristiwa kebakaran bangunan Prabayeksa Kraton Kerta yang teijadi 20 tahun setelah kratondipindahkan ke Pleret oleh Sunan Amangkurat I. Babad Momana menyebutkan tahun 1589 J (1667 M) tentang kerusakan Kraton Kerta ini setelah tidak lagi dijadikan keraton. Sementara, faktor dominan yang menyebabkan rusaknya keraton Plered antara lain karena peristiwa bersejarah serbuan Trunojoyo pada tahun 1677, penggunaan lokasi ini sebagai tempat pertahanan masa perang Diponegoro pada   tahun 1826, penggunaan bata dari seluruh sisa bangunan kompleks keraton Plered untuk pembangunan pabrik gula di Pleret pada awal abad ke-20 masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, serta penggunaan sisa bata bangunan keraton Plered untuk industri pembuatan semen merah oleh penduduk setempat pada pasca tahun 1940-an.Hasil survei dan pemetaan kawasan Pleret oleh Dinas Kebudayaan DIY tahun 2014 menunjukkan untuk wilayah Desa Pleret diperoleh temuan-temuan yang diduga sebagai warisan budaya dari masa Mataram-Hindu Jawa Kuno, Mataram-Islam periode Sultan Agung dan Amangkurat I, sampai dengan masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda. Temuan-temuan tersebut berupa benda, bangunan, struktur, fitur, toponimi, dan data lisan [ folklore) masyarakat setempat.Kajian hasil survei dan pemetaan tersebut menghasilkan klasiflkasi distribusi temuan, khususnya yang terkait bekas ibukota Kerajaan Mataram Islam ke dalam beberapasektor yang dinamai sebagai “situs” pada laporan tersebut. Beberapa sektor yangmenunjukkan pola sebaran temuan arkeologi yang mendukung keberadaan lokasi Kerta sebagai bekas keraton yaitu di sektor Kerto dan Sektor Kanggotan, di Desa Pleret. Sektor yang menunjukkan pola sebaran temuan arkeologi yang mendukung keberadaan lokasi Kedaton-Plered yaitu sektor Kedaton dan Pungkuran yang berlokasi di Desa Pleret. Sektor yang menunjukkan pola sebaran temuan arkeologiyang mendukung keberadaan lokasi Gunung Kelir sebagai salah satu bekas komponen kelengkapan ibukota Plered yaitu di sektor Gunung Kelir, di DesaPleret. Sektor yang menunjukkan pola sebaran temuan arkeologi yang mendukungkeberadaan Lokasi Kauman Plered sebagai salah satu bekas komponen kelengkapan ibukota Plered yaitu di sektor Kauman, di Desa Pleret.Pada tahun 2018 dilakukan kegiatan penanganan terhadap situs masjid Kauman Pleret melalui pembangunan atap pelindung pada situs yang berada tepat pada tapak bekas bangunan masjid. Di wilayah Dusun Kedaton didirikan Museum Purbakala Pleret oleh Dinas Kebudayaan DIY pada tahun 2004 dan diresmikan pada tahun 2014.