| Dimensi Benda | : |
Panjang Lebar Tinggi Tebal Diameter Berat |
| Tokoh | : | Situs Kedaton Plered berasosiasi dengan kerajaan Mataram Islam dan tokoh-tokoh di dalamnya. Beberapa tokoh besar yang pernah tinggal atau maupun berkaitan dengan Plered seperti: Amangkurat I Amangkurat II Ratu Plabuan Pangeran Trunajaya Panembahan Rama Karaeng Galesong Pangeran Diponegoro (menguasai Plered ketika perang Jawa). |
| Peristiwa Sejarah | : | Berdasarkan sumber sejarah Jawa dan Belanda, menggambarkan bahwa pembangunan komponen Kraton Plered dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu yang cukup lama, yaitu: Tahun 1648 menurut Van Goens keraton baru telah berdiri. Dalam Babad Momana disebutkan bahwa “1570 J, taun Jimakir, trep Kraton Ngeksiganda (Plered)”. Tahun 1571 J (1649 M) mendirikan Masjid Agung Plered menurut Babad Sengkala dan Babad Momana. Tahun 1572–1574 J (1650–1651 M) proses pembangunan Siti-Inggil yang terbuat dari batu, bata, dan kayu, termasuk juga memperbarui Bangsal Witana. Tahun 1576 J (1653 M) pengambilan batu untuk Karadenan, yaitu kediaman untuk putra mahkota. Terdapat dua informasi yang berbeda mengenai selesainya pembangunan Prabayaksa. Menurut Babad Momana, Prabayaksa selesai dibangun pada tahun 1572 J (1650 M). Sedangkan menurut Babad Sangkala, Prabayaksa selesai dibangun pada tahun 1577 J (1654 M). Menurut sumber berita pada tahun 1659 M (Daghregister, 13 November 1659), tinggi tembok keraton 5 depa dengan ketebalan 2 depa. Sunan kemudian merencanakan untuk meninggikan tembok atas setinggi sebuah perisai kira-kira setinggi dada. Tahun 1585 J (1662 M) mendirikan sebuah bangsal di lapangan Srimanganti. |
| Konteks | : | Lokasi ini merupakan tempat pemindahan ibukota Kerajaan Mataram Islam pasca di Kota Gede dan Kerta. Upaya untuk memindahkan Ibukota Kerajaan Mataram Islam ke lokasi lain terealisasi pada tahun 1617 dengan mempersiapkan lahan di Kerta untuk calon lokasi keraton. Setahun kemudian Sultan Agung beserta pengikutnya mulai mendiami Kraton Kerta, meskipun ibu suri masih berada di Kota Gede. Selanjutnya pembangunan komponen kerajaan di Kerta mulai dilakukan di antaranya: bangunan Prabayaksa (1620), Siti-Inggil (1625), pemakaman Giriloyo (1629), pemakaman raja di Imogiri (1632–1645), membuat bendungan Sungai Opak (1637), dan membuat Segaran (danau buatan) di Plered (1643). Sekitar satu tahun setelah pembangunan terakhir, Sultan Agung wafat. Kemudian digantikan oleh Sunan Amangkurat I dengan gelar Susuhanan Mangkurat Senopati Ingalaga Ngabdurahman Sayidinpanatagama. Atas kehendak raja, kota pusat Kerajaan Mataram Islam dipindahkan dari Kerta menuju Plered. Dalam Babad ing Sangkala tercatat perpindahan sunan ke kraton yang baru terjadi pada tahun 1647. Selama masa pemerintahan Sunan Amangkurat I berhasil membangun Kraton Plered sebagai pusat pemerintahan dengan komponen yang cukup lengkap, yaitu: pintu gerbang Pabean, jaringan jalan, pasar, masjid agung, tembok keliling, alun-alun, keraton, bangunan-bangunan air, taman, krapyak, permukiman penduduk, dan kompleks pemakaman. Selain membangun beberapa komponen Kraton Plered di atas, sunan membangun pula bangunan-bangunan air baik di dalam maupun di luar tembok keraton. Bahkan sebagian bangunan air tersebut sudah dibuat sebelum Kraton Plered didirikan. Menurut Babad Sangkala pada tahun 1565 J/1643 M, ketika Sultan Agung masih memimpin Mataram, bangunan air di Plered sudah dibangun dalam bentuk sebuah danau buatan. Selanjutnya menurut Babad Momana, pembuatan danau buatan berlanjut pada tahun 1574 J (1651 M) dengan membangun suatu bendungan besar. Pembangunan Kraton Plered terus berlanjut hingga tahun 1668 M ketika makam Ratu Malang di Gunung Kelir selesai dibuat. |
| Riwayat Pelestarian | : | Tahun 1976, Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional Jakarta melakukan survei di daerah Kota Gede, Karta, dan Plered. Tahun 1978, Proyek Penelitian dan Penggalian Purbakala Yogyakarta bekerja sama dengan berbagai instansi melakukan penelitian di situs Pleret dan Karta. Penelitian yang dilakukan antara lain kegiatan ekskavasi yang disertai dengan survei arkeologi, geologi, dan toponimi. Tahun 1985, telah dilakukan penelitian oleh Balai Arkeologi Yogyakarta dibantu dengan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada dan Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta. Tahun 2003, Dinas Kebudayaan dan Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan penelitian di wilayah Kauman, Kedhaton, dan Keputren. Tahun 2008, Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan penelitian di Situs Kedhaton tahap I. Tahun 2009, Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan penelitian di Situs Masjid Kauman, Situs Kedhaton tahap II, Situs Kerto II, dan Situs Sareyan. Tahun 2010, Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan penelitian berupa kegiatan ekskavasi di Situs Kedhaton tahap III. Tahun 2011, Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan penelitian berupa kegiatan ekskavasi di Situs Kedhaton tahap IV. Tahun 2012, Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan penelitian berupa kegiatan ekskavasi di Situs Kedhaton tahap V. Tahun 2013, Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan penelitian berupa kegiatan ekskavasi di Situs Kedhaton tahap VI. Tahun 2014, Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan kegiatan Revitalisasi Situs Purbakala di DIY (Survei dan Pemetaan Kawasan Pleret) Tahun 2016, Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan kegiatan Perencanaan Situs Pleret Tahun 2016, Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan kegiatan Konstruksi Penataan Situs Pleret Tahun 2016, Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan kegiatan Konstruksi Pemagaran Situs di Kawasan Pleret Tahun 2017, Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan kegiatan Review Perencanaan Situs Pleret Tahun 2017, Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan kegiatan Kajian Revitalisasi Situs Kerto dan Situs Kedaton Pleret Tahun 2017, Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan kegiatan Pemagaran Situs Kedhaton |
| Riwayat Penelitian | : | - |
| Nilai Sejarah | : | Karena lokasi ini memiliki keterkaitan historis dengan kerajaan Mataram-Islam selanjutnya yang berada di luar wilayah Kabupaten Bantul dan luar wilayah DIY (Kartasura dan Surakarta). Lokasi tersebut merupakan bekas ibukota kerajaan Mataram Islam pertengahan abad ke-17 (periode waktu 1647–1677). |
| Nilai Ilmu Pengetahuan | : | Pola tata ruang bekas ibukota kerajaan Mataram Islam menujukan struktur ruang dan pola ruang yang kemudian menjadi acuan bagi pengembangan tata ruang ibukota kerajaan berikutnya. |
| Nilai Budaya | : | Memiliki keunikan rancangan yang ditunjukkan dengan keberadaan tanggul, danau buatan, bendungan pada sungai Opak, dan konstruksi saluran air dan satu-satunya yang berada di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta |
| Nama Pemilik Terakhir | : | Pemerintah Daerah DIY dan Perorangan |
| Nama Pengelola | : | Pemerintah Daerah DIY dan Perorangan |