Loading

Pulo Kenanga Tamansari Kraton Yogyakarta

Status : Bangunan Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Pulo Kenanga merupakan salah satu unsur bangunan dalam area Segaran sebagai bagian dari lokasi kompleks Pesanggrahan Tamansari. Pesanggrahan Tamansari secara keseluruhan dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwana I setelah pembangunan Kraton Yogyakarta selesai. Pulo Kenanga merupakan tempat peristirahatan tertutup untuk sultan dan keluarganya, sekaligus merupakan salah satu komponen kelengkapan keraton.  

Pulo Kenanga berada di tengah Segaran yang berdenah persegi panjang berukuran 216 m x 154 m (luas: 3,22 ha.). Kolam Segaran ini berada di bagian utara kompleks Tamansari. Keberadaan Pulo Kenanga daratan berundak tiga tingkatan yang di atasnya terdapat bangunan Gedhong Panggung. Pulo Kenanga berdenah persegi panjang berukuran 47 m x 98 m (luas 0,47 ha.), dikelilingi tembok tebing tinggi 3,3 m dari permukaan dasar Segaran ke pemukaan Pulo Kenanga. Pemukaan selasar paling bawah Pulo Kenanga ini membentuk selasar keliling lebar 5 m. Selasar kedua berada 1,7 m di atasnya, membentuk selasar keliling selebar 5,5 m yang dikelilingi tebing tembok bata berplester berukuran luas 35 x 85 m. Selasar ketiga 1,98 m di atas permukaan selasar kedua yang dikelilingi tebing tembok berukuran luas 20 m x 145 m. Pada selasar ketiga ini berada Gedhong Panggung bertingkat dua, dengan ruang bagian tengah memiliki tiga lantai. 

Selasar pertama (paling bawah) memiliki: 
1)  Pintu masuk dari permukaan air Segaran di sisi utara dan selatan. 
2) Bangunan tangga beratap di sisi selatan untuk akses urung-urung (lorong bawah air) menuju Pulo Panembung dan tepi selatan kolam Segaran. 
3) Bangunan tangga beratap di sisi barat di luar selasar, untuk akses urung-urung (lorong bawah air) menuju Sumur Gumuling dan tepi barat kolam Segaran. 
4) Tangga naik di keempat sisi (utara-barat-selatan-timur) menuju selasar/halaman kedua, lebar tangga ±3m dengan diapit bangunan pos penjagaan berukuran ± 4,50 m x 2,50 m masing-masing di sisi kiri dan kanan struktur tangga.  
5) Dua bangunan jamban tertutup di sudut barat laut yang disebut dengan kori kakus. 

Selasar kedua memiliki: 
1) Tangga naik di sisi utara dan selatan menuju selasar/halaman ketiga, lebar tangga ±3m dengan diapit bangunan pos penjagaan berukuran ± 4,70 m x 2,50 m masing-masing di sisi kiri dan kanan struktur tangga. 
2) Pot batu untuk tanaman pengharum sebanyak 80 buah di sekeliling selasar (sekarang sudah tidak ada). 

Selasar ketiga memiliki: 
1) Gedhong Panggung yang memiliki 5 ruang utama masing-masing berlantai dua dengan ruang tengah memiliki tiga lantai. Diperkirakan lantai dan gelagar menggunakan bahan kayu 
2) Tangga naik menuju lantai dua Gedhong Panggung di sisi utara. Bentuk tangga menyerupai huruf “L” menempel di kiri dan kanan dinding luar ruangan tengah. 
3) Bangunan kecil yang digunakan oleh abdi dalem untuk aktivitas membatik dan bangunan kamar mandi beserta jamban yang dilengkapi sumur. Bangunan-bangunan ini terdapat di bagian barat laut, timur laut, tenggara, dan barat daya dari Gedhong Panggung, kecuali di bagian barat daya tidak dilengkapi kamar mandi dan sumur. 

Gedhong Panggung memiliki 5 pembagian ruang utama tersusun barat-timur 
1) Ruang sayap barat disebut pesarean dalem berdenah persegi panjang utara-selatan ukuran 20 m x 9,49 m (dari permukaan tembok terluar), tebal dinding 110 cm – 140 cm, lubang jendela di dinding utara dan selatan serta dinding timur bagian utara dan selatan. Terdiri atas tiga ruang tersusun dengan ukuran masing-masing ruang 9,49 m x 5,5 m. Tangga bentuk huruf “L” menuju lantai kedua di ruang paling selatan berada 4,7 m dari lantai 1. Lantai atas berupa kamar tidur sultan di sisi utara, ruang duduk di tengah, dan ruang tunggu ratu atau permaisuri di sisi selatan. 
2) Ruang antara sisi barat berdenah persegi panjang barat-timur ukuran 21,23 m x 6 m (dari permukaan tembok terluar), lubang jendela terdapat 3 buah masing-masing di dinding utara dan selatan yang terletak di lantai 1 dan 2. Lantai bawah digunakan untuk tempat latihan bagi klangenan dalem dan penari keraton, sementara di lantai atasnya (4,7 m dari lantai 1) sebagai ruang duduk serta ruang makan untuk sultan dan keluarganya. Akses tangga menuju lantai atas terdapat di selasar sisi utara. 
3) Ruang tengah bentuk bujur sangkar ukuran 7,5 m x 7,5 m, terdapat akses pintu di keempat sisi, lantai dua diakses melalui dua tangga di sisi kiri-kanan pintu utara. Lantai ketiga diakses melalui tangga di dinding barat lantai kedua (2,39 m dari lantai kedua). 
4) Ruang antara sisi timur berdenah persegi panjang barat-timur ukuran 20,53 m x 6 m, lubang jendela terdapat 3 buah masing-masing di dinding utara dan selatan dan  terletak di lantai 1 dan 2.  
5) Ruang sayap timur berdenah persegi panjang utara-selatan ukuran 20 m x 9,3 m (dibagi menjadi tiga ruangan) dengan masing-masing ukuran ruang 9,3 mx 5,5 m. Tebal dinding 110 – 140 cm, terdapat sebuah lubang jendela di dinding utara dan selatan serta dua jendela di dinding timur. Tangga bentuk huruf “L” menuju lantai kedua di ruang paling selatan. Lantai atas berupa kamar tidur ratu di ruang utara.


Status : Bangunan Cagar Budaya
Periodesasi : Tradisional Jawa
Tahun : 1758
Alamat : Kampung Taman, Patehan, Kraton, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
7.8089548566132° S, 110.35987053975° E

SK Gubernur : Nomor 101/KEP/2020


Lokasi Pulo Kenanga Tamansari Kraton Yogyakarta di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Komponen Pelengkap :
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Tokoh :  
Peristiwa Sejarah : Bangunan Pulo Kenanga dibangun bersamaan dengan kompleks Tamansari secara keseluruhan yang didirikan pada tahun 1758 M. Tahun pembangunan ini ditandai oleh kronogram candra sengkala memet: Catur Naga Rasa Tunggal ("Empat Naga Satu Rasa") yang berarti angka tahun Jawa 1684. Sengkalan ini terdapat pada permukaan dinding Gapura Panggung. Bagian-bagian penting kompleks bangunan di Tamansari diselesaikan pada tahun 1691 Jawa yang ditandai candra sengkala memet: Lajering Sekar Sinesep Peksi ("Kuntum Bunga Dihisap Burung") atau tahun 1765 M. Sengkalan ini terdapat di permukaan dinding Gapura Agung dan Gapura Panggung. Pasca peristiwa gempabumi di Yogyakarta pada tahun 1867 di masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono VI, baik Pulo Kenanga, Sumur Gumuling, maupun Pulo Panembung mengalami kerusakan terutama pada bangunan Gedhong Panggung. Setelah peristiwa tersebut, secara umum kompleks Tamansari mengalami kerusakan yang cukup parah dan menjadi terbengkalai. Hal ini menyebabkan banyak penduduk membangun hunian di antara bekas kebun dan puing bangunan tersebut. Proses pemugaran Tamansari secara keseluruhan dilakukan sejak tahun 1977 dan upaya revitalisasi dilaksanakan pada tahun 1995, kemudian dilanjutkan pemugaran tahun 2002–2003. Peristiwa gempabumi Yogyakarta pada tahun 2006 kembali menyebabkan kerusakan pada beberapa bangunan yang sedang mengalami proses pemugaran sehingga dilakukan rehabilitasi dan perkuatan ulang.
Riwayat Pemugaran : Sisa bangunan Gedhong Panggung dan sebagian tembok tebing keliling selasar kedua telah dipugar namun tanpa rekonstruksi bentuk utuh bangunan, pada tahun 2002 oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi DIY.
Nilai Budaya : Pulo Kenanga Tamansari Kraton Yogyakarta merupakan bukti peradaban Kraton Yogyakarta yang dibangun dengan konsep filosofi adiluhung dan kecanggihan teknologi.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat
Pengelolaan
Nama Pengelola : Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat