Keterawatan | : | / |
Dimensi Benda | : |
Panjang - Lebar - Tinggi - Tebal - Diameter - Berat - |
Peristiwa Sejarah | : | Terdapat beberapa interpretasi mengenai asal-usul Watu Gilang Kotagede yang semuanya menduga bahwa batu tersebut diperoleh dari luar wilayah Kotagede pada masa pemerintahan Panembahan Senopati. Beberapa laporan tertulis pada pertengahan abad ke-19 mengenai Watu Gilang Kotagede mencatat folklor dan memban dingkannya dengan sumber tertulis babad yang mengisahkan bahwa keberadaan batu ini berhubungan dengan orang asing (dipercaya sebagai pelaut berkebangsaan Eropa) yang terdampar di pantai wilayah Kerajaan Mataram pada masa-masa awal keberadaan Mataram-Islam. Orang Asing itu pulalah yang menuliskan inskripsi pada batu ini, yang pada waktu kemudian batu ini dimanfaatkan sebagai salah satu kelengkapan keraton Mataram Kotagede kala itu.Pada awalnya tempat penyimpanan Watu Gilang Kotagede hanya dinaungi cungkup tanpa dinding. Kemudian pada tahun 1900 bangunan tersebut berdinding kayu, pada tahun 1934 cungkup telah diganti menjadi bangunan berdinding bata dengan atap limasan. Bangunan menghadap timur berukuran 6,60 m x 3,75 m, tersusun dari dinding bata dan lepa (perekat dari campuran pasir dan semen). Pendirian bangunan hampir bersamaan dengan pembangunan Kompleks Pasareyan Hastarengga yang dibangun oleh Sultan Hamengku Buwana VIII. Terdapat bentuk cekungan aus di bagian salah satu tepi (sisi timur) Watu Gilang Kotagede. Menurut folklor di Kotagede, cekungan tersebut timbul karena Panembahan Senopati pemah membentur kan kepala Ki Ageng Mangir sehingga meninggalkan bekas tersebut. |
Nilai Sejarah | : | - |
Nilai Budaya | : | Benda Cagar Budaya Watu Gilang Kotagede merupakan salah satu bukti sejarah peninggalan Kerajaan Mataram Islam di Kotagede. |
Nama Pemilik Terakhir | : | Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat |
Nama Pengelola | : | Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat |
Catatan Khusus | : | Watu Gilang Kotagede bersama dengan tiga buah Watu Gatheng dan Watu Genthong, saat ini dalam kondisi baik dan terawat dan disimpan dalam bangunan cungkup. Diperkirakan ketiga jenis artefak tersebut tidak dalam satu konteks fungsi namun masing-masing merupakan benda tinggalan budaya masa Keraton Mataram Kotagede. Di lokasi bangunan cungkup ini terdapat tiga buah pohon beringin. Lokasi ini sekarang dilintasi sebagai jalan umum. Sementara di sekitar lokasi kini telah menjadi pemukiman penduduk. |