Kompleks bangunan Tamansiswa terdiri dari beberapa bangunan, yaitu bangunan Pendopo Agung, Museum Dewantara Kirti Griya sebagai bangunan utama, bangunan perkantoran, dan bangunan sekolah.
Bangunan Museum Dewantara Kirti Griya
Bangunan Museum Dewantara Kirti Griya yang juga disebut Museum Ki Hajar Dewantara berada di sebelah utara bangunan pendopo Tamansiswa. Bangunan menghadap ke arah barat atau menghadap ke Jl. Tamansiswa. Secara makro bangunan terdiri dari dua bagian yaitu bangunan pokok atau bangunan utama berdenah persegi panjang dan bangunan memanjang kebelakang. Bangunan Museum Dewantara Kirti Griya bercirikan perpaduan bangunan indis dan arsitektur lokal atau Jawa. Ciri tersebut adalah bentuk atap limasan perpaduan atap kampung pada fasade depannya. Penutup atap menggunakan atap dari material genting flame tradisional/gerabah. Penopang atap berupa kuda-kuda kayu yang menopang reng usuk dari bahan kayu jati.
Sejak dihuni oleh Ki Hajar Dewantara, pintu masuk dan ruang tamu berada di sisi bagian selatan. Museum ini merupakan sebuah kompleks yang terdiri atas 9 bagian, yaitu: ruang tamu, kamar kerja, ruang tengah, kamar tidur keluarga, kamar tidur putri Ki Hajar Dewantara, kamar tidur Ki Hajar Dewantara, emperan, kamar mandi/wc, dan dapur.
a. Ruang Tamu Utama
Ruang tamu utama berbentuk segi empat. Ruang tamu utama memiliki satu pintu dan dua jendela utama serta sebuah pintu penghubung menuju ruang keluarga dan ruang kerja Ki Hajar Dewantara. Pintu dan jendela utama atau depan berupa tipe panil kaca berventilasi berbentuk lengkung. Menurut staf pengelola museum, bentuk lengkung di atasnya merupakan penggantian baru tahun 1992.
Desain asli ruang tersebut merupakan teras depan tanpa pintu dan jendela, jadi terbuka lazimnya bangunan-bangunan indis. Sebagai pelindung terhadap cuaca, diatas pintu dan jendela terdapat atap konsul berpenutup seng gelombang dengan konsul dari bahan besi motif sulur gelung. Bagian langit-langit berupa plafond anyaman bambu. Lantai ruang tamu
| Dimensi Benda | : |
Panjang Lebar Tinggi Tebal Diameter Berat |
| Peristiwa Sejarah | : | Perguruan Taman Siswa didirikan oleh Suwardi Suryaningrat pada 3 Juli 1922. Pada waktu itu Perguruan Taman Siswa bernama National Onderwijs Instituut Taman Siswa yang ditandai dengan candrasengkala ”Lawan Sastra Ngesthi Mulya” (1852 J). Taman Siswa lahir sebagai reaksi atas praktek pengajaran Barat yang diselenggarakan pemerintah kolonial di Indonesia. Dasar penyelenggaraan pendidikan Taman Siswa berpegang pada ”kebudayaan sendiri” dan ”kebudayaan asing” yang unsur-unsurnya masih dapat dipergunakan untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Pusat Perguruan Taman Siswa berada di Jalan Gadjah Mada (dahulu Station Weg), Lempuyangan. Dari data statistik pengajaran di kota Yogyakarta tahun 1924 tercatat murid Taman Siswa berjumlah 38 anak dan 17 guru. Pada tanggal 3 Februari 1928 Suwardi Suryaningrat berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara dan menanggalkan gelar Raden Mas (RM) agar lebih dekat dengan rakyat. Dalam upaya memajukan perguruan Taman Siswa, maka pada tahun 1930 atau sewindu berdirinya Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara menyerahkan perguruan Taman Siswa kepada badan Organisasi Persatuan Taman Siswa yang dituangkan dalam Piagam Perjanjian Pendirian. Dengan banyak berdirinya sekolah swasta di tanah air, Pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932. Namun, atas kegigihan Ki Hajar Dewantara, maka tahun 1933 peraturan kolonial yang sepihak tersebut berhasil dicabut. Perguruan Taman Siswa semakin berkembang sehingga rumah perguruan yang berada di Lempuyangan dirasa kurang memadai sebagai pusat perguruan. Ki Hajar Dewantara kemudian memindahkan pusat perguruan ke Wirogunan. Perguruan yang awalnya bernama Tamansiswa Mataram, kemudian beralih nama menjadi Ibu Pawiyatan Tamansiswa, yang berarti induk atau Pusat Perguruan Taman Siswa yang dipimpin langsung oleh Ki Hajar Dewantara. Pada awal pembangunannya, bangunan ini merupakan rumah orang Belanda (Gevangenis Laan) yang ditempati oleh seorang janda penguasa perkebunan Belanda bernama Mas Ajeng Ramsinah. Beliau merupakan penghuni terakhir bangunan tersebut sebelum digunakan oleh Ki Hajar Dewantara. Barulah kemudian pada tanggal 14 Agustus 1934 bangunan ini dibeli oleh Tamansiswa dengan harga 3.000 gulden. Pada tanggal 10 Juli 1938, Pendopo Agung Taman Siswa didirikan dengan peletakan batu pertama oleh Nyi Hajar Dewantara. Sebelum diadakan upacara peletakan batu pertama Ki Hajar Dewantara menerangkan perlunya Taman Siswa mempunyai pendopo. Tanggal 27 September 1938 dilakukan upacara pemasangan molo dengan menancapkan paku emas oleh Bendara Pangeran Harya Suryodiningrat. Pada tanggal 16 November 1938 pendopo dibuka dengan resmi. Upacara pembukaan bersamaan dengan Kongres Taman Siswa. Sejak saat itu, bila Taman Siswa menyelenggarakan kongres dilaksanakan di Pendopo Taman Siswa. Pada masa revolusi fungsi pendopo sebagai tempat "penanaman" nilai-nilai kebangsaan yang dilakukan oleh Ki Hajar Dewantara. Pada tanggal 18 Agustus 1951 pembelian bangunan tersebut dihibahkan kepada Yayasan Tamansiswa. Pada tanggal 3 November 1957 bertepatan dengan ulang tahun pernikahan emas, Ki Hajar Dewantara menerima persembahan bakti dari para alumni dan pecinta Tamansiswa berupa rumah tinggal di Jalan Kusumanegara 131 yang diberi nama “Padepokan Ki Hajar Dewantara”. Pada tahun 1958, yaitu saat rapat Pamong (Guru) Tamansiswa, Ki Hajar Dewantara mengajukan permintaan kepada sidang agar rumah bekas tempat tinggalnya di komplek perguruan Tamansiswa yang terletak di Jalan Tamansiswa 31 dijadikan museum. Pada saat rapat Pamong tersebut, Ki Hajar Dewantara melontarkan sebuah gagasan atau konsep teori kebudayaan, yakni “Kemajuan suatu kebudayaan adalah merupakan suatu kelanjutan langkah dari kebudayaan itu sendiri (Kontinyuitas). Menuju ke arah kesatuan kebudayaan dunia (Konvergensi) dan tetap terus mempunyai sifat kepribadian di dalam lingkungan kemanusiaan sedunia (Konsentrisitas)”. Gagasan tersebut terkenal dengan sebutan “TRIKON”. Pada akhir tahun 1958 Ki Hajar Dewantara sekeluarga pindah dari rumah yang berada di Jalan Tamansiswa 31 ke Mujamuju, yang kini menjadi Jalan Kusumanegara 33. Setelah Ki Hajar Dewantara wafat pada tanggal 26 April 1959, lebih tepatnya mulai tahun 1960, Tamansiswa berusaha mewujudkan gagasan almarhum Ki Hajar Dewantara. Pada tahun 1963 dibentuklah panitia pendiri Museum Tamansiswa yang terdiri dari Keluarga Ki Hajar Dewantara, Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa, Sejarawan, dan Keluarga Besar Tamansiswa. Pada tanggal 11 Oktober 1969, Ki Nayono menerima surat pribadi dari Nyi Hajar Dewantara. Dengan surat tersebut Ki Nayono tergugah untuk segera meminta perhatian kepada Majelis Luhur agar bekas tempat tinggal Ki Hajar Dewantara yang sudah dinyatakan sebagai Dewantara Memorial segera dijadikan museum. Bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei 1970, museum diresmikan dan dibuka untuk umum. Upacara peresmian dan pembukaan dilakukan oleh Nyi Hajar Dewantara, Pemimpin Umum Persatuan Tamansiswa. Museum diberi nama “Dewantara Kirti Griya”. Nama tersebut pemberian dari seorang ahli bahasa Jawa, Bapak Hadiwidjono, yang artinya rumah yang berisi hasil kerja Ki Hajar Dewantara. Peresmian museum ditandai dengan candrasengkala yang berbunyi “Miyat Ngaluhur Trusing Budi” yang menunjukkan angka 1902 Saka atau 2 Mei 1970. Adapun makna yang terkandung didalamnya yakni melalui museum para pengunjung diharapkan dapat mempelajari, memahami, dan kemudian mewujudkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya ke dalam tata kehidupan berbangsa dan bernegara. Di museum inilah awal lahirnya Badan Musyawarah Museum (Barahmus) Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1971 yang dipimpin Mayor Supandi sebagai ketua I dan pada bulan Mei 2007, kantor Barahmus dipindah ke Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta. |
| Riwayat Pelestarian | : | Laporan Pendataan Bangunan Majelis Ibu Pawiyatan Tamansiswa dan Museum Dewantara Kirti Griya tahun 2011.Bangunan ini tercatat dalam buku register Kraton Yogyakarta tanggal 26 Mei 1926 dengan nomor Angka 1383/1.H. |
| Riwayat Pemugaran | : | Arsip Nasional Indonesia (ANRI) pernah melakukan konservasi terhadap koleksi surat Ki Hajar Dewantara dengan teknologi tinggi. ANRI juga telah membuat salinan seluruh koleksi surat tersebut dalam bentuk mikrofilm yang kini tersimpan di ANRI Jakarta. |
| Nama Pemilik Terakhir | : | Yayasan Persatuan Perguruan Tamansiswa |
| Nama Pengelola | : | Yayasan Persatuan Perguruan Tamansiswa |
| Catatan Khusus | : | Koordinat SK : 49 M X : 0435104 Y : 9137184 |