Loading

Masuk Jogjacagar

Struktur Cagar Budaya Benteng Kraton Yogyakarta

No. Reg. 3471091002.2.2022.6 Status Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Struktur

Nama Lainnya : -

Benteng Kraton merupakan tembok keliling sebagai penanda batas Kraton Kesultanan Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan sekaligus tempat tinggal Sultan dan keluarganya. Kawasan yang berada di sisi dalam tembok ini disebut sebagai kawasan Jeron Beteng. Tembok keliling tersebut berupa benteng tebal yang di sisi luamya terdapat jagang.
Benteng tersebut terdiri dari empat sisi berupa tembok setebal 5 meter, memutari kawasan kutaraja (kota tempat tinggal raja) dalam bentuk persegi sepanjang sekitar 5 kilometer. Secara keseluruhan, kelengkapan benteng terdiri atas komponen (1) tembok keliling, (2) struktur pojok benteng ( bastion) , (3) struktur pintu gerbang (pleng kung), dan (4) jagang. Jalur benteng keraton membujur dari Pamengkang kompleks Siti Inggil lurus ke barat hingga pojok benteng barat laut (dikenal dengan sebutan Pojok Beteng Lor Kulon/ Bya-bya) , ke selatan hingga sudut benteng barat daya ( Pojok Beteng Kulon/ Nuruntri), ke timur hingga sudut benteng tenggara (dikenal dengan sebutan Pojok Beteng Wetan/ Ganeya), ke utara hingga ujung benteng timur laut ( Pojok Beteng Lor
Wetan/ Narasunya) belok ke barat hingga pinggir Alun-Alun utara.
Tembok keliling terdiri atas dua lapis berupa bagian luar dan bagian dalam, yang masing- masing memiliki tebal 85 cm dan 71-82 cm. Tinggi tembok bagian luar 5,17-3,65 m, sedang tinggi tembok bagian dalam 3,47-2,05 m. Ruang antara tembok dalam dan tembok luar diisi dengan tanah dari hasil galian jagang. Bidang di antara tembok sisi luar dan sisi dalam membentuk jalan selebar 3,56 m (disebut rampart dalam konstruksi benteng, dikenal juga dengan istilah margi inggil). Dengan demikian tembok keliling Benteng Kraton ini memiliki tebal rata-rata 5m. Di bagian keempat sudut benteng terdapat struktur segi empat yang menonjol ke luar disebut bastion (merupakan salah satu elemen dominan pada konstruksi benteng pertahanan abad ke-16-pertengahan abad ke-19). Struktur bastion tersebut membentuk tiga sudut yang di setiap ujungnya dibangun turret (semacam sangkar berbentuk silinder sebagai tempat penjagaan/ pengintaian). Pada dinding antar
bastion diberi longkangan sepuluh buah sebagai tempat untuk memasang meriam (dalam istilah arsitektur benteng deretan celah pada pagar atas benteng disebut battlement). Benteng dilengkapi dengan pintu gerbang sebanyak lima buah yang disebutplengkung. Kelima plengkung tersebut yaitu:
1. Plengkung Tarunasura atau Plengkung Wijilan di sisi utara bagian timur,
2. Plengkung Jagasura atau Plengkung Ngasem di sisi utara bagian barat,
3. Plengkung Jagabaya atau Plengkung Tamansari di sebelah barat,
4. Plengkung Nirbaya atau Plengkung Gadhing di sebelah selatan, dan
5. Plengkung Madyasura atau Plengkung Gondomanan di sebelah timur.
Plengkung Madyasura ini dahulu sempat ditutup sehingga dikenal pula dengan sebutan “Gapura Buntef   atau “ Plengkung Buntef . Pada tahun 1923 pintu gerbang tersebut dibuka kembali atas perintah Sri Sultan Hamengku Buwana VIII. Pada bagian atas di semua plengkung digunakan untuk pelataran yang dinamakan “panggung” sehingga bangunan plengkung ini dikenal pula dengan sebutan “Gapura Panggung”. Masing- masing plengkung dileng kapi dengan dua gardu jaga berupa turret dan empat celah dinding untuk tempat meriam.
Di depan setiap plengkung terdapat jembatan angkat yang meng hubungkan bagian dalam benteng dengan bagian kawasan luar. Apabila terjadi bahaya atau pada jadwal tertentu yang telah ditetap kan maka jembatan tersebut dapat ditarik ke atas dan pintu-pintu plengkung ditutup sehingga jalan masuk menuju kompleks keraton terputus. Di sisi luar benteng dibuat jagang lebar yang sisi luamya dipagar bata setinggi satu meter dan sepanjang jalan di tepi pagar ditanam pohon Gayam.


Informasi Cagar Budaya

Lokasi Struktur : - Kel. Panembahan Kec. Kraton Kab. Kota Yogyakarta Prov. Daerah Istimewa Yogyakarta
Koordinat ;
SK Gubernur : Keputusan Gubernur DIY Nomor 1 2019-08-08

Lokasi Struktur Cagar Budaya Benteng Kraton Yogyakarta


Koordinat Penemuan : ;
Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Peristiwa Sejarah : Benteng Kraton yang merupakan bagian dari Kraton Yogyakarta berupa komponen yang paling akhir dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwana I, yakni pada tahun Jawa 1706 (1782 M), sedangkan bangunan Kraton Yogyakarta sendiri selesai dibangun pada tahun Jawa 1682 yang dikenal dengan kronogram ( sengka lan memet): Dwi Naga Rasa Tunggal atau tahun 1756 Masehi.Pada awalnya pembangunan benteng ini dipimpin oleh R. Rangga Prawirasentika/ Rangga Prawiradiija, Bupati Madiun. Pembangu nan ini kemudian dilanjutkan oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (Sultan Hamengku Buwana II atau kemudian dikenal dengan sebutan Sultan Sepuh).Pembangunan benteng ini sebagai reaksi atas pembangunan Benteng Rustenburg (kemudian berganti nama menjadi Vredeburg) yang terdapat tepat di utara kompleks keraton. Pembangunanbenteng Vredeburg tersebut diinisiasi oleh pihak kompeni (VOC) pada tahun 1765-1787. Dengan demikian, pembangunan benteng kraton secara umum menyerupai benteng Vredeburg dengan ukuran yang lebih luas. Selama pembangunan dalam pengawasan Pangeran Adipati Anom benteng kraton diperkuat dengan menambah ketebalan dinding menjadi 4 meter. Kemudian pada bagian sudut (pojok benteng/ bastion) ketebalan tembok mencapai 6-8 m. Dari kelima plengkung sebagai pintu gerbang benteng, menurut catatan K.R.T Partahadiningrat, tiga plengkung (Madyasura, Jagabaya dan Jagasura) diruntuhkan menjadigapura terbuka pada tanggal 23 Juli 1812 atau tepat satu bulan sesudah Geger Spei. Pada peristiwa Geger Spei tersebut penyerangan militer Inggris dengan pasukan utama tentara Sepoy (kesatuan prajurit rekrutan Inggris yang berasal dari India) menye rang Kraton Yogyakarta. Pada 19-20 Juni 1812 pasukan Inggris berhasil menyerang dan menjarah keraton. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan nama Geger Sepoy atau Geger Sepehi dalam sumber sejarah Jawa. Salah satu hasil dari peristiwa Geger Spei ini adalah hancumya bastion (pojok benteng) di timur laut. Sejak saat itu benteng keraton hanya memiliki tiga bastion yaitu yang bereda di barat laut, tenggara, dan barat daya. Kerusakan parahjuga teijadi pada Plengkung Madyasura yang kemudian sempat ditutup dan dikenal dengan sebutan Plengkung Buntet. 
Riwayat Pengelolaan