Loading

Makam Raja di Imogiri

Status : Situs Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Situs lokasi Makam Raja di Imogiri memiliki 25 objek arkeologis yang terdiri dari 22 cagar budaya dan 3 warisan budaya, yaitu sebagai berikut:

  1. Masjid Pajimatan Imogiri
  2. Kori Supit Urang
  3. Kelir Kori Supit Urang
  4. Regol Sri Manganti 1
  5. Kelir Regol Sri Manganti 1
  6. Regol Sri Manganti 2
  7. Kelir Regol Sri Manganti 1
  8. Gapura Papak
  9. Kelir Gapura Papak
  10. Padasan Kyai Mendhung
  11. Padasan Nyai Siyem
  12. Padasan Kyai Danumaya
  13. Padasan Nyai Danumurti
  14. Astana Sultan Agung
  15. Astana Pakubuwana
  16. Astana Bagusan/Kasuwargan Surakarta
  17. Astana Luhur
  18. Astana Girimulyo
  19. Astana Kasuwargan Yogakarta
  20. Astana Basiyaran
  21. Astana Saptarengga
  22. Kolam
  23. Dalem Bupati Juru Kunci Keraton Surakarta
  24. Dalem Bupati Puroloyo Keraton Yogyakarta
  25. Tangga masuk kompleks Makam Imogiri

Status : Situs Cagar Budaya
Periodesasi : Tradisional Jawa
Kawasan : Kawasan Cagar Budaya Imogiri
Alamat :

No. Registrasi Nasional RNCB.20170406.04.001449
SK Menteri : No PM. 89/PW.007/MKP Tgl. SK 2
SK Gubernur : Surat Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 316/KEP/2020
SK Walikota/Bupati : SK Bupati Bantul No. 458 Tahun 2016 tentang Benda, Struktur, Bangunan, dan/atau Situs Cagar Budaya P


Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Fungsi Bangunan : Penguburan,Tempat Wisata
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Tema : Religi/Keagamaan,Pemakaman
Fungsi Situs : Penguburan,Tempat Wisata
Jumlah WBCB : • 25 objek yang terdiri atas 22 cagar budaya dan 3 merupakan warisan budaya
Fungsi : Penguburan,Tempat Wisata
Tokoh : Makam Imogiri merupakan Makam yang dibangun oleh Sultan Agung (Raja pertama Kerajaan Mataram Islam), menurut babad Sengkala pembangunan dimulai pada tahun 1551 tahun Jawa (1629 Masehi) (de Graaf, ; Inajati, 1973). Dalam Babad Nitik dan cerita rakyat disebutkan bahwa Sultan Agung memilih bukit Merak sebagai makamnya karena tanah harum yang dilemparkannya dari Mekah jatuh pada bukit tersebut (Inajati, 1973).Sebelum membangun Makam Imogiri, Sultan Agung memerintahkan untuk memperbaiki makam Sunan Bayat pada tahun 1542 tahun Jawa (1620 Masehi). Pembangunan Makam Imogiri dibantu oleh Sultan Cirebon yang kemudian meninggal dan dimakamkan pada makam Giriloyo berdampingan dengan Panembahan Juminah.
Peristiwa Sejarah : Lokasi Makam Raja di Imogiri merupakan daerah perbukitan yang dipilih Sultan Agung (masa pemerintahan 1613-1646 M) sebagai makam keluarga. Berdasarkan Babading Sangkala dan Babad Momana, pembangunan kompleks makam diawali pada tahun 1552 Caka (1629 M) di Bukit Giriloyo yang dipimpin oleh Pangeran/ Panembahan Juminah salah seorang paman Sultan Agung. Setelah pembangunan lokasi makam telah selesai, Pangeran Juminah wafat mendahului Sultan Agung dan dimakamkan di lokasi tersebut. Karena kompleks makam telah digunakan serta pertimbangan luas lahan yang sempit, maka dilakukan pembangunan kompleks makam yang baru. Pembangunan makam ini berlokasi di Bukit Merak yang terletak di sebelah barat daya Bukit Giriloyo. Pembangunan dimulai pada tahun 1554 Caka (1632 M) oleh Sultan Agung yang diperuntukkan sebagai makam raja – raja Mataram berserta keturunannya. Kompleks makam yang baru dibangun ini selesai pada tahun 1567 Jawa (1645 M). Tidak sampai setahun kemmudian, Sultan Agung wafat pada tahun 1646 M dimakamkan pada posisi paling tinggi di kompleks pemakaman tersebut.Disebutkan dalam Babad Momana bahwa pada tahun 1639 Jawa (1715 M) Susuhunan Pakubuwana I memperluas makam kerajaan di Pajimatan. Kemudian pada tahun 1643 Jawa (1719 M) Sunan Prabu Mangkurat membangun makam baru di Imogiri bagi Susuhunan Pakubuwana I yang wafat pada tahun 1642 Jawa (1718 M). Dengan adanya Perjanjian Giyanti tahun 1755 wilayah Mataram Islam yang berupa daerah kekuasaan Kasunanan Surakarta dikurangi separuh wilayahnya untk menjadi wilayah Kasultanan Yogyakarta. Namun demikian, kompleks permakaman Pajimatan Imogiri tetap menjadi tempat sakral bagi kedua kerajaan tersebut. Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan pemeliharaan dan pelestarian makam serta pemanfaatan tempat tersebut. Pada tanggal 27 Mei 2006 kompleks ini mengalami kerusakan akibat peristiwa gempa bumi. Selanjutnya dilakukan pemugaran oleh Dinas Kebudayaan DIY pada tahun 2006 – 2008. Makam Raja di Imogiri dimiliki oleh Kraton Yogyakarta da Kraton Surakarta serta dikelola dan dirawat oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY, Dinas Kebudayaan Kabupaten Bantul, dan Dinas Kebudayaan DIY. (Sumber: Surat Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 316/KEP/2020 tentang Penetapan Lokasi Makam Raja di Imogiri Sebagai Situs Cagar Budaya Peringkat Provinsi.)
Konteks : Pembangunan Makam di atas bukit merupakan penanda keberlanjutan budaya dari kebudayaan pra-Islam, yakni tempat tempat tinggi memiliki tingkat kesakralan yang tinggi. Sebelum masa islam atau pra Islam (masa hindu/budha) bangunan suci ditempatkan di tempat yang tinggi. Pada kompleks Makam Imogiri, dibangun pada bukit merak dan dibangun dengan bertingkat-tingkat. Pada tingkat tertinggi terletak makam tokoh yang menjadi pusat seluruh kelompok pemakaman tersebut.
Riwayat Pelestarian : Pada tahun 1950an, penutup atap pada pendapa yang awalnya sirap diganti dengan genteng.Pada tahun 1988 terdapat penambahan pada situs berupa penambahan bangunan untuk tempat registrasi pengunjung makam. Hal ini berkenaan dengan instruksi dari dinas untuk adanya pendataan pengunjung makam.Lantai pada pendapa awalnya berupa batu putih, namun kemudian diganti dengan keramik. Terdapat penambahan bangunan berupa paduraksa.Terdapat penambahan berupa pengecoran pada gapuran kayu jati (paduraksa), awalnya hanya berupa gapura kayu saja, namun ditambah Akibat gempa 2006, terdapat kerusakan pada gapura-gapura makam (paduraksa) serta makam-makam Kraton Yogyakarta (makam longsor) sehingga pasca gempa tersebut dilakukan rehabilitasi pada bagian tersebut. Kemudian pada bagian pagar juga diganti.Setiap 8 tahun sekali kelambu pada jirat makam diganti dengan yang baru (terakhir diganti pada 2018)Terdapat pemeliharaan rutin berupa pengecatan ulang setiap tahunnya.
Riwayat Pemanfaatan : Upacara Ruwahan merupakan kegiatan yang dilakukan pada tanggal 14 Ruwah (kalender Jawa), untuk menyambut datangnya bulan Ramadan.Upacara Labuhan dilakukan pada bulan Suro untuk memohon keselamatan untuk Kanjeng Sri Sultan, Kraton Yogyakarta, serta seluruh masyarakat Yogyakarta. Upacara dilakukan dengan melarung beberapa benda kepunyaan Sri Sultan.Upacara Nguras Enceh dilakukan dengan beberapa rangkaian kegiatan, yaitu kirab budaya, membawakan sesaji dan doa bersama pada makam, serta kegiatan mengisi genthong. Upacara dilakukan pada bulan Suro, tepatnya pada hari Jum’at Kliwon dengan cara mengisi genthong dengan air yang baru secara bergiliran dari orang yang berpangkat tinggi hingga oleh masyarakat umum. Air yang berasal dari genthong tersebut dipercaya akan membawa manfaat dan keberkahan.(Sumber: Nguras Enceh: Tradisi di Makam Raja-raja Imogiri, BPNP DIY, diakses melalui kebudayaan.kemdikbud.go.id) Terdapat kegiatan yang dilakukan untuk memperingati berdirinya Kraton Yogyakarta pada situs tersebut.
Riwayat Penelitian : Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta. 2003. Mosaik Pusaka Budaya Yogyakarta. Yogyakarta: Balai Pelestarian Cagar Budaya.Chawari, M. (2008). STUDI KELAYAKAN ARKEOLOGI DI KOMPLEKS MAKAM IMOGIRI, YOGYAKARTA: Studi Awal Dalam Rangka Perencanaan Penelitian Arkeologi. Berkala Arkeologi, 28(1), 57-73.Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. (2014). Upacara Labuhan. Yogyakarta: admin. Diakses dari budaya.jogjaprov.go.idDwi Atma, O. (2017). Sejarah Berdirinya Makam Imogiri antara Naskah Serat Pengetan Jasan Dalem Para Nata dengan Cerita Rakyat”(Kajian Intertekstual) (Doctoral dissertation, Universitas Diponegoro).Entas, D., Ambarwati, E., & Rini, N. A. MANIFESTATION OF DARK TOURISM INMAKAM RAJA-RAJA MATARAM AT IMOGIRI, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.Fitriliyani, W. (2017). Nilai-Nilai Filosofis Dalam Tradisi Nguras Enceh Di Komplek Makam Raja-Raja Mataram Imogiri (Doctoral dissertation, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA).Hanif, M. A. (2020). Analisis Potensi Daya Tarik dan Motivasi Berkunjung Wisatawan pada Makam Raja-Raja Imogiri Kabupaten Bantul (Doctoral dissertation, STP AMPTA Yogyakarta).Hastaning Kusuma, N. (2023). Perancangan Buku Visual Destinasi Wisata Makam Raja-Raja Imogiri (Doctoral dissertation, Institut Seni Indonesia Yogyakarta).Hayati, R. (2019). Makna Tradisi Ziarah dan Ritual Mubeng Beteng di Makam Raja-raja Imogiri, Yogyakarta. Dialog, 42(1), 61-68.Himawan, R., & Fathonah, E. N. (2020). KAJIAN BENTUK, FUNGSI, DAN NILAI MORAL DALAM CERITA RAKYAT ASAL MULA MAKAM IMOGIRI KABUPATEN BANTUL REVIEW ONFORM, FUNCTION AND MORAL VALUE IN FOLKTALE OF ASAL MULA MAKAM IMOGIRI KABUPATEN BANTUL. DAFTAR ISI, 13.Himaya, N. D. (2017). Pengaruh Budaya Jawa-Hindu dalam Kompleks Makam Imogiri, Yogyakarta. In Seminar Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI). Pp. B205-210. Cirebon.Imani, R. (2017). MITIGASI, REHABILITASI DAN RECOVERY MAKAM RAJA-RAJA MATARAM IMOGIRI BANTUL YOGYAKARTA PASCA GEMPA BUMI 27 MEI 2006. MAJALAH ILMIAH UPI YPTK, 24(2).Kementerian pendidikan dan Kebudayaan RI. (2018). Nguras Enceh: Tradisi di Makam Raja-raja Imogiri. Yogyakarta: BPNB D.I.Yogyakarta. Diakses dari kebudayaan.kemdikbud.go.idKrisma, D. A., & Nurjanah, A. (2023). KAJIAN ETNOMATEMATIKA: EKSPLORASI KOMPLEKS MAKAM RAJA-RAJA IMOGIRI SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA. Prima Magistra: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 4(3), 362-372.Mumfangati, T. (2007). Tradisi Ziarah Makam Leluhur Pada Masyarakat Jawa. Makna, Tradisi dan Simbol II (3), 152-159.Papan informasi Situs. Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta.Pemerintah Kota Yogyakarta. (2023). Tradisi Ruwahan Wujud Syukur Warga Suryatmajan Sambut Ramadan. Yogyakarta: adminwarta. Diakses dari warta.jogjakota.go.idPuji Lestari, T. (2020). Transformasi Sarana Upacara Nguras Enceh Makam Raja-Raja Imogiri Ke Dalam Motif Batik Kain Panjang (Doctoral dissertation, Institut Seni Indonesia Yogyakarta).RAHAYUNINGSIH, N. (2006). Kualitas Pelayanan Pariwisata; Studi Komparatif Tentang Pelayanan Jasa Wisata Budaya Makam Raja-raja Mataram di Kotagede dan Imogiri (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).Rofikoh, N. I. M. (2006). " PENGARUH" MAKAM RAJA-RAJA MATARAM DI IMOGIRI DALAM PANDANGAN MASYARAKAT (Doctoral dissertation, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA).Romadhon, D. (2021). Analisis Potensi Pariwisata Syariah Dengan Mengoptimalkan Industri Ekonomi Kreatif di Kawasan Wisata Makam Raja-Raja Imogiri Kabupaten Bantul DIY (Doctoral dissertation, STP AMPTA Yogyakarta).SARJONO, N. (2013). MOTIVASI MASYARAKAT MENGHADIRI TRADISI NGURAS KONG DI MAKAM RAJA-RAJA MATARAM IMOGIRI (Doctoral dissertation, UIN SUNAN KALIJAGA).Susanti, I. (2017). Pengaruh Daya Tarik Wisata Budaya Berbasis Ziarah Terhadap Motivasi Kunjungan di Komplek Makam Raja-Raja Imogiri, Bantul (Doctoral dissertation, STP AMPTA Yogyakarta).Tim Penyusun. 2009. Ensiklopedi Kotagede. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.Triwijatmiko, A. M. (2018). PELESTARIAN UPACARA ADAT NGURAS ENCEH SEBAGAI TRADISI SURANAN DI MAKAM RAJA-RAJA IMOGIRI BANTUL YOGYAKARTA (Doctoral dissertation, Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo (STIPRAM) Yogyakarta).No PM. 89/PW.007/MKP Tgl. SK 2011-10-17 tentang Penetapan Situs dan Bangunan Tinggalan Sejarah dan Purbakala yang Berlokasi di Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Jogyakarta sebagai Benda Cagar Budaya, Situs atau Kawasan Cagar Budaya yang dilindungi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar BudayaNo. 210/ KEP/2010 Tgl. 2010-09-02 tentang Penetapan Benda Cagar Budaya  SK Bupati Bantul No. 458 Tahun 2016 tentang Benda, Struktur, Bangunan, dan/atau Situs Cagar Budaya Peringkat Kabupaten
Riwayat Rehabilitasi : Pada tahun 1950an, penutup atap pada pendapa yang awalnya sirap diganti dengan genteng.Pada tahun 1988 terdapat penambahan pada situs berupa penambahan bangunan untuk tempat registrasi pengunjung makam. Hal ini berkenaan dengan instruksi dari dinas untuk adanya pendataan pengunjung makam.Lantai pada pendapa awalnya berupa batu putih, namun kemudian diganti dengan keramik. Terdapat penambahan bangunan berupa paduraksa.Terdapat penambahan berupa pengecoran pada gapuran kayu jati (paduraksa), awalnya hanya berupa gapura kayu saja, namun ditambah Akibat gempa 2006, terdapat kerusakan pada gapura-gapura makam (paduraksa) serta makam-makam Kraton Yogyakarta (makam longsor) sehingga pasca gempa tersebut dilakukan rehabilitasi pada bagian tersebut. Kemudian pada bagian pagar juga diganti.Setiap 8 tahun sekali kelambu pada jirat makam diganti dengan yang baru (terakhir diganti pada 2018)Terdapat pemeliharaan rutin berupa pengecatan ulang setiap tahunnya.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kasunanan Surakarta Hadiningr
Alamat Pemilik : Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat : Jalan Rotowijayan No 6 Yogyakar
Riwayat Kepemilikan : Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat : (0274) 376795Kasunanan Surakarta Hadiningrat : (0271) 641243
Pengelolaan
Nama Pengelola : Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kasunanan Surakarta Hadiningr
Alamat Pengelola : Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat : Jalan Rotowijayan No 6 Yogyakar
Nomer Kontak : -Kasultanan Ngayogya