Watu Gilang Kotagede merupakan batu pipih yang diduga berfungsi sebagai alas tempat duduk Panembahan Senapati. Benda ini dibuat dari batu andesit berwama hitam berbentuk persegi panjang. Kata “gilang” ( gumilang/ gigilang) berarti “kilap”, hal ini mengacu pada kondisi permukaan batu yang halus dan mengkilap. Di atas permukaan batu tersebut terdapat goresan tipis beberapa tulisan (inskripsi pendek) dalam empat bahasa: Latin, Perancis, Belanda, dan Italia. Inskripsi tersebut memuat tulisan-tulisan yang berisi keluhan-keluhan benada tenang dan setengah putus asa.
Bahan Utama | : | Batu Andesit |
Keterawatan | : | Utuh dan Terawat,Utuh / |
Dimensi Benda | : |
Panjang 140 Lebar 119 Tinggi 12,5 Tebal - Diameter - Berat - |
Warna | : | Hitam |
Cara Pembuatan | : | Diukir |
Warna | : | Hitam |
Cara Pembuatan | : | Diukir |
Fungsi Dulu | : | Alas tempat duduk raja-raja Mataram sebelum Sultan Agung |
Fungsi Sekarang | : | Tempat ziarah dan wisata |
Tokoh | : | Panembahan Senopati |
Peristiwa Sejarah | : | Terdapat beberapa interpretasi mengenai asal-usul Watu Gilang Kotagede yang semuanya menduga bahwa batu tersebut diperoleh dari luar wilayah Kotagede pada masa pemerintahan Panembahan Senopati. Beberapa laporan tertulis pada pertengahan abad ke-19 mengenai Watu Gilang Kotagede mencatat folklor dan membandingkannya dengan sumber tertulis babad yang mengisahkan bahwa keberadaan batu ini berhubungan dengan orang asing (dipercaya sebagai pelaut berkebangsaan Eropa) yang terdampar di pantai wilayah Kerajaan Mataram pada masa-masa awal keberadaan Mataram-Islam. Orang Asing itu pulalah yang menuliskan inskripsi pada batu ini, yang pada waktu kemudian batu ini dimanfaatkan sebagai salah satu kelengkapan keraton Mataram Kotagede kala itu.Pada awalnya tempat penyimpanan Watu Gilang Kotagede hanya dinaungi cungkup tanpa dinding. Kemudian pada tahun 1900 bangunan tersebut berdinding kayu, pada tahun 1934 cungkup telah diganti menjadi bangunan berdinding bata dengan atap limasan. Bangunan menghadap timur berukuran 6,60 m x 3,75 m, tersusun dari dinding bata dan lepa (perekat dari campuran pasir dan semen). Pendirian bangunanhampir bersamaan dengan pembangunan Kompleks Pasareyan Hastarengga yang dibangun oleh Sultan Hamengku Buwana VIII.Terdapat bentuk cekungan aus di bagian salah satu tepi (sisi timur) Watu Gilang Kotagede. Menurut folklor di Kotagede, cekungan tersebut timbul karena Panembahan Senopati pemah membentur kan kepala Ki Ageng Mangir sehingga meninggalkan bekas tersebut. |
Konteks | : | Watu gilang merupakan bagian dari dalem Kotagede yang sudah tidak ada. Apalagi watu gilang merupakan tempat raja Mataram, Panembahan Senapati. Kerajaan Jawa lain seperti Kesultanan Banten juga memiliki benda serupa bernama Watu Gigilang. |
Nama Pemilik Terakhir | : | Kasultanan Yogyakarta |
Nama Pengelola | : | Kasultanan Yogyakarta |