Situs Kota Baru Barat merupakan salah satu bagian dari permukiman untuk penduduk kota yang berasal dari golongan Eropa-Belanda pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda dengan konsep garden city, yang terdiri atas bangunan bergaya arsitektur Indis. Permukiman di lokasi ini dilengkapi fasilitas pendidikan, keagamaan dan ruang terbuka hijau.
Kantong permukiman di Kota Baru barat memiliki tata ruang radial konsentris dengan ditandai jalan raya (bulevard) sebagai poros jaringan jalan menuju ruang terbuka. Mataram Boulevard (saat ini bernama Jalan Suroto) yang berpangkal pada lapangan terbuka (saat ini Stadion Kridosono) lurus ke arah utara, jalan ini menjadi pembatas wilayah barat dan timur di kawasan Kota Baru. Penamaan kelompok jalan menggunakan nama gunung (Merapi, Merbabu, Sindoro, Sumbing, Ungaran, Prau, Lawu, dan Telomoyo) terdapat dalam Peta Kota Yogyakarta tahun 1925 skala 1:10.000. Di Situs Cagar Budaya ini pada awalnya hanya bangunan-bangunan rumah tinggal yang dilengkapi dengan sarana pendidikan, peribadahan, dan olah raga.
Situs Cagar Budaya ini mengandung Bangunan Cagar Budaya sebagai berikut:
1. SDN Ungaran I YogyakartaDimensi Benda | : |
Panjang Lebar Tinggi Tebal Diameter Berat |
Peristiwa Sejarah | : | Lokasi ini terkait dengan peristiwa sejarah Pertempuran Kota Baru 6-7 Oktober 1945 berupa insiden kontak senjata antara tentara Jepang dengan pejuang Indonesia sebagai akibat dari gagalnya perundingan pelucutan senjata pasukan tentara Jepang di Yogyakarta. Dalam pertempuran tersebut gugur sejumlah pejuang Indonesia yang kemudian diabadikan menjadi nama-nama jalan di kawasan ini yaitu: Mataram Boulevard menjadi JI. Suroto, Soembing Laan menjadi JI. Sabirin, Sindoro Laan menjadi JI. Supadi, Wilis Laan menjadi JI. Sajiono, Kroonprins Laan menjadi JI. Faridan M. Noto, Merapi Laan menjadi JI. Sunaryo, Merbaboe Laan menjadi JI. Pattimura, Oengaran Laan menjadi JI. Taruna Ramli, Tjode Weg menjadi Jl. Ahmad Jazuli, Jonouiere Boulevard menjadi JI. Abu Bakar Ali, dan Sport Boulevard- Sport Laan menjadi JI. Yos Sudarso. Pertempuran ini menandai menyerahnya Jepang di Yogyakarta yang berarti bebasnya Kota Yogyakarta dari tangan balatentara Jepang. Hal ini berarti secara utuh Yogyakarta mulai saat itu mutlak berada dalam kekuasaan Negara Republik Indonesia. Pertempuran ini menjadi peristiwa pertama yang mengawali periode perang kemerdekaan selama beberapa tahun kemudian. |