Loading

Prasasti Rumwiga II B Nomor Inventaris BG. 638

Status : Benda Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Prasasti Rumwiga II B Nomor Inventaris BG. 638 merupakan salah satu dari tiga prasasti dengan penamaan Rumwiga yang ditemukan di Dukuh Gedongan. Prasasti II B BG. 638 diterakan pada lempengan tembaga berbentuk segi empat berukuran 39 cm x 21, 2 cm x 0, 23 cm. Prasasti Rumwiga II B Nomor Inventaris BG. 638 ditulis dengan aksara dan bahasa Jawa Kuno, pada satu sisinya sebanyak 14 baris. Keterangan pada Prasasti Rumwiga II B Nomor Inventaris BG. 638 merupakan kelanjutan dari Prasasti Rumwiga II A 639.  

Prasasti Rumwiga II B Nomor Inventaris BG. 638 pernah dibaca oleh Machi Suhadi dalam “Prasasti Rumwiga” yang diterbitkan dalam Berkala Arkeologi 4(1): 37 Tahun 1983. Naskah rekomendasi ini mengutip hasil pembacaan ulang prasasti oleh Riboet Darmosoetopo, Tjahjono Prasodjo, dan Rita Margaretha Setianingsih yang dimuat dalam buku Pusaka Aksara Yogyakarta yang diterbitkan oleh  Balai Pelestarian Cagar Budaya pada tahun 2015. Alih aksara dan alih bahasa Prasasti Rumwiga II B Nomor Inventaris BG. 638 sebagai berikut: 

Alih bahasa : 

1) Persembahan kepada Sri maharaja Dyah Balitung Sri Dharmmodaya Mahasambhu berupa bebed pola ganjar patra simsim sebanyak 1 helai dan uang emas seberat 1 suwarna 4 mâsa, Rakryan i Hino Mahamantri diberi 

2) uang emas seberat 1 suwarna 4 masa dan bebed pola kalyaga sebanyak 1 helai, Rakryan Wungkal Tihang diberi uang emas seberat 1 suwarna dan bebed pola kalyaga sebanyak 1 helai, Samgat Momahumah Mamrati di Panggumulan bernama Pu 

3) Agra dan Samgat Wadihati bernama Pu Dapit diberi uang emas seberat 8 masa dan bebed pola wira sebanyak 1 helai masing-masing. Yang menjabat di Rumwiga pada waktu itu adalah Pu Tka yakni penduduk Desa Tangkilan  Wilayah Tangkil, ia diberi  

4) uang emas seberat 1 suwarna 4 masa dan bebed pola rangga sebanyak 1 helai, pejabat juru di Ayam Teas, yakni Mira Mirah yang bernama Pu Rayung dan Pu Dhanada diberi uang emas seberat 4 masa dan bebed pola Rangga sebanyak 1 helai. 

5) Para juru di Rumwiga yakni juru tua muda (wadwa rarai) yang bernama Pu Candra, penduduk Desa Ampukan Wilayah Dalinan; ketua para pengiring (juru kalula) yang bernama Pu Sojara; juga juru hubung (juru mangrakat) yang bernama Pu Lewyan yakni penduduk 

6) Desa Rangdo Wilayah Tangkilan semuanya diberi uang emas seberat 4 masa. Semuanya, yakni patih di Hanunang yang bernama Si Krta juga pejabat wahuta di Panggumulan yang bernama Si Mangail, mereka diberi uang emas seberat 2 masa dan bebed 

7) pola rangga sebanyak 1 helai masing-masing. Penyampai pesan raja (juru mawuat haji) yang bernama Si Pingul yakni ayahnya Utang dari Desa Tumapel Wilayah Bintreng diberi uang emas seberat 4 masa dan bebed pola rangga sebanyak 1 helai. 

8) Tetua desa yang menjabat (magman) di Rumwiga yang menerima anugerah pada waktu itu adalah pejabat kalang yang bernama Si Bangsi, yakni ayahnya Anjak; pejabat gusti yang bernama Si Kumara, yakni kakeknya Warnna; juga Si Sala, yakni ayahnya Swasti; 

9) pejabat penyampai pesan (winkas) yang bernama Si Pgong, yakni ayahnya Titi; juru bicara (parujar) yang bernama Si Wudel, yakni ayah dari Ceme; juga Si Uda, ayahnya Bhara; juru nujum (wariga) yang bernama Si Baddha, yakni ayahnya Pujut; juru pengairan (huler) yang bernama Si Malawi, yakni ayahnya 

10) Mekmek; juga Si Janar, yakni ayahnya Pli; kepala penyuluhan (tuha wereh) yang bernama Si Kiku, yakni ayahnya Kulat dan Si Biyam; tetua yang sudah pensiun yang bernama Si Halang, yakni kakeknya Dama; juga Si Kwang, ayahnya Harus; 

11) Si Mundhing, yakni ayahnya Mangiring; Si Naraca, yakni ayahnya Çanta; Si Gotra, yakni ayahnya Waldai; Si Karan, yakni ayahnya Cumwu; Si Wrut, yakni ayahnya Unjeng. Yang menjabat sebagai tetua para ahli (rama miçra) pada waktu itu 

12) antara lain juru pengairan di Juwung yang bernama Si Bolo, yakni ayahnya Anggira; juru pengairan di Dhandha yang bernama Si Bandhu, yakni ayahnya Wedita; kepala perburuan (tuha buru) raja, yakni Sang Salasai juga Si Barajay 

13) ayahnya Pundhut. Demikian sejumlah tetua di Desa Rumwiga yang menghadap 

14) Rakryan Mahamantri memohon agar perdikan Desa Rumwiga dihidupkan lagi. 


Status : Benda Cagar Budaya
Alamat : Jalan Raya Yogya-Solo Km. 15 Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X, Tamanmartani, Kalasan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
7.757150167981° S, 110.48213392496° E

SK Walikota/Bupati : SK Bupati Bantul No 359 Tahun 2022


Lokasi Prasasti Rumwiga II B Nomor Inventaris BG. 638 di Peta

Tahun Perolehan : 1981
Lokasi Penemuan : Dusun Gedongan, Desa Srimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul
Bahan Utama : Logam
Keterawatan : /
Dimensi Benda : Panjang 39cm
Lebar 21,2cm
Tinggi -
Tebal 0,25cm
Diameter -
Berat -
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Peristiwa Sejarah : Prasasti Rumwiga II B dituliskan pada masa pemerintahan Rakai Watukura Dyah Balitung. Prasasti Rumwiga II B berisi permohonan pengurangan pajak dan harapan supaya tanah di Rumwiga dikembalikan statusnya sebagai tanah perdikan. Hal ini karena rakyat terbebani oleh begitu banyak jenis pajak yang dibebankan setelah status tanah perdikan dicabut oleh raja pendahulu Dyah Balitung. Permohonan penduduk Desa Rumwiga diterima sehingga dilakukan upacara penetapan tanah perdikan (sīma). Upacara tersebut dihadiri oleh para tetua dan pejabat desa yang kemudian diberikan hadiah berupa bebed dan uang emas. Prasasti Rumwiga ditemukan di Dusun Gedongan, Desa Srimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul pada tahun 1981. Prasasti Rumwiga II B masuk sebagai koleksi BPCB DIY dengan Nomor inventaris BG. 638 pada 25 Agustus 1981.  
Nilai Sejarah : Memberikan informasi mengenai kehidupan masyarakat Jawa Kuno pada abad ke-10. Sejarah sosial, melalui prasasti dapat diketahui adanya kelas sosial dalam masyarakat yang ditunjukkan dari perbedaan penyebutan gelar yang diperoleh berdasarkan keturunan, seperti: pu, sang, dan si. Perbedaan kelas sosial mempengaruhi perolehan besaran pemberian hadiah (pasek-pasek) kepada pejabat seperti uang emas (su/suwarna) dan uang perak (dharana), serta pola-pola kain bebed yang diperuntukkan bagi kedudukan tertentu, misalnya pola ganjar patra simsim untuk raja (maharaja), pola kalyaga untuk raja bawahan (rakaryan i hino), dan pola wira untuk pejabat daerah (samgat). Sejarah ekonomi, memberikan keterangan  mengenai sejarah dinamika perpajakan dan tanah perdikan dalam masyarakat Jawa Kuno pada abad ke-10, yakni tanah perdikan yang  sebelumnya pernah dicabut dimohon untuk ditetapkan lagi supaya terbebas dari pajak. Selain itu dapat diketahui pula sejarah nilai tukar mata uang emas dan perak.  Sejarah politik, dapat diketahui bahwa pada masyarakat Mataram Kuno telah dikenal struktur birokrasi yang mencakup jabatan yang ditunjukkan dengan istilah raja (maharaja), rakaryan i hino (raja bawahan), dan para tetua desa (karaman).  Hukum dan peradilan, dapat diketahui bahwa masyarakat Jawa Kuno pada awal abad ke-10 telah memiliki struktur birokrasi yang mengatur hukum dan peradilan untuk memfasilitasi permasalahan pajak. Pejabat yang mengurusi permasalahan tersebut dinamakan samgat atau pamgat yang artinya adalah pemutus perkara. Hasil dari keputusan terkait permasalahan pajak tersebut dibuktikan dalam bentuk prasasti. Fungsi prasasti pada masa Jawa Kuno masih berlanjut hingga saat ini misalnya dengan penetapan Surat Keputusan.   
Nilai Ilmu Pengetahuan : Mempunyai potensi untuk diteliti dalam rangka menjawab masalah di bidang ilmu arkeologi, sejarah, antropologi, sosiologi, dan linguistik.
Nilai Budaya : Masyarakat Jawa Kuno pada awal abad ke-10 sudah mengenal budaya literasi yang disesuaikan dengan keperluan kerajaan. Pejabat yang bertugas menuliskan prasasti (likhita) mengenal tata cara urutan yang digunakan untuk menulis prasasti. Kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa diwujudkan dalam penulisan prasasti.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Pemerintah Republik Indonesia
Pengelolaan
Nama Pengelola : Pemerintah Republik Indonesia
Catatan Khusus : Kondisi logam utuh dan terawat. Secara keseluruhan aksaranya masih dalam keadaan baik dan dapat terbaca meskipun telah berkarat pada bagian tepinya.