Loading

Deskripsi Singkat

Pasar Jepitu merupakan Pasar milik Pemerintah Kabupaten Gunungkidul yang berlokasi cukup jauh dari KotaWonosari. Pasar Jepitu terletak di Tenggara Kota Wonosari sejauhsejauh 43 km. Untuk menuju lokasi tersebut jika ditempuhdengan kendaraan bermotor membutuhkan waktu kurang lebih selama satu jam lima belas menit. Pasar Jepitu terletak di pinggirjalan raya Baran – Wonosari, tepatnya di RT 02 RW 08 PadukuhanJepitu, Kalurahan Jepitu, Kapanewon Girisuba. Lokasi Pasar beradadi tepi barat jalan besar yang di sekitarnya merupakan pemukimanpadat penduduk. Pasar Jepitu menempati sebidang lahan milikpemerintah seluas 1.594 m². Di atas lahan tersebut terdapat bangunan, diantaranyasejumlah los pedagang pasar, sebuah bangunan kantor, dan bangunan kamar mandi atau pekiwan. Fasiitas tersebut hanyadigunakan sekali dalam lima hari, yakni pada hari pasaran pon.Selain hari pasaran tersebut, kondisi pasar dalam keadaan sepitanpa ada transaksi jual beli. 
Di Pasar Jepitu saat ini terdapat 12 los pedagang yang terdiri darisebuah los dari bahan besi dan 11 los dari bahan beton. Keseluruhanlos memiliki bentuk denah yang sama, yakni persegi panjang. Namun demikian jika dilihat dari bentuk bangunannya, los-lostersebut memiliki jenis yang berbeda beda. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pembangunan pasar diduga berlangsung secara bertahap dalam periode waktu yang berbeda-beda. Secara umum, penempatan los pedagang di Pasar Jepitu dapat dikatakantidak ditata dengan baik dan cenderung tidak rapi.
Berdasarkan informasi dari narasumber setempat, Pasar Jepitumemiliki sebuah los dari bahan besi yang menjadi cikal bakalberdirinya pasar tersebut. Data yang dihimpun dari Kantor Dinas Perdagangan menyebutkan bahwa los yang dimaksud adalah LosB6. Ketika Dinas Kebudayaan Kabupaten Gunungkidul melakukankunjungan ke Pasar Jepitu dapat diketahui bahwa lokasi Los Besi
atau Los B6 berada diantara los B5 dan B7A . Ketiga los tersebut menempati lahan sisi timur secara berderet dengan posisi denah membujur ke arah timur barat. Los B7A berada di selatan Los B6. Los B7A berukuran paling besardan beratap paling tinggi dibandingkan los B5 dan B6. Ketinggiantanah Los B7A juga lebih tinggi dibandingkan los yang lainnya.
Secara umum Los B7A berusia lebih muda dibandingkan dua losyang lain. Los B5 terletak di sebelah utara Los B6. Los B5 dan B6berada dalam posisi berhimpitan. Atap kedua bangunandihubungkan dengan talang dari bahan seng. Los B5 merupakan losyang dibangun lebih muda dibandingkan Los B6. Los B5 adalah losbaru yang dibuat dari material kayu untuk menggantikan los besi.Sebelumnya los besi tersebut mengalami kerusakan berupa keropospada bagian tiang penyangga sisi bawah. Diduga karena rusak parahdan sudah tidak dapat dipertahankan, los besi tersebut kemudiandirubuhkan. Los B5 dibuat untuk menggantikan los besi yang rusak. Namun demikian batur Los B5 tetap menggunakan batur asli losbesi, yang direhabilitasi pada bagian permukaannya. Dengandemikian dapat diketahui bahwa semula di Pasar Jepitu terdapatdua buah los besi. Los besi yang masih berdiri saat ini merupakanpasangan dari los besi yang sudah dirubuhkan. 
Secara arsitektural, Los Besi Pasar Jepitu merupakan tipe bangunanpasar tradisional Jawa bergaya arsitektur Indis. Los tersebutmemiliki batur yang ditinggikan dari permukaan tanah setinggi 30cm. Permukaan tanah di sekeliling Batur ditutup dengan pavingsemen. Ukuran luas uas denah batur adalah 12,03 m x 2,99 m = 35,98 m². Sementara ukuran luas denah atap adalah 14,34 m x 5,49m = 78,73 m². Seluruh permukaan batur Los Besi Pasar Jepitu ditutup dengan pasangan keramik berwarna putih berukuran 30 x 30 cm (lihat lampiran gambar tehnik). 
Struktur pada los besi Pasar Jepitu menggunakan tiang tunggal ditengah-tengah batur yang berderet sejajar dengan jumlah empat.Struktur tiang dan kuda-kuda merupakan satu kesatuan. Struktur semacam ini dalam Ilmu arsitektur disebut dengan strukturmodular. Struktur tersebut merupakan pabrikan yang masingmasing komponen memiliki bentuk ukuran yang sama sehingga bisa dibongkar pasang dengan sistem mur baut dan pelat baja sebagai panel pengikat atau pengunci. Pada masing-masing tiang terdapat umpak yang terbuat dari pasangan batu dan semen. Umpak berbentuk trapesium terpenggal berukuran tinggi 100 cm daripermukaan lantai batur. Sementara tinggi tiang adalah 3,78 m. Struktur atap los besi Pasar Jepitu berupa kuda-kuda yang menyatu dengan tiang besi rangkap berjajar empat baris. Ke-4 kuda-kuda tersebut diikat dengan nok dan gording. Nok dan gording sebagai struktur utama untuk menumpu usuk dan reng. Sistem ikatan dari masing-masing komponen tersebut menggunakan mur baut dan pelat baja. Material kerangka struktur bangunan semua menggunakan material besi baja berejenis UNP. Material tersebut memiliki bentuk atau profil “C”, siku “L”, dan “H” atau “I”. 
Atap Los Besi Pasar Jepitu bergaya tradisional Jawa yang dalam istilah arsitektur disebut “Semar Kinondhong”. Atap tersebut terdiri atas usuk, reng, genteng dan bubungan. Usuk terdiri atas 28 usuk
besi dan 28 usuk kayu (beraneka jenis kayu). Reng berjumlah 26, seluruhnya dari bahan kayu jati. Bubungan ditutup dengan krepus. Genteng sebagai penutup menggunakan genteng jenis pressbermerk “Sokka”. Pada kedua sisi atau ujung atap tidak terdapattutup keong .Tutup keong yang umumnya diletakkan pada bagian kuda-kuda paling tepi, tepat berada di bawah atap paling ujung dan di atas besi penyangga. Kedua ujung Los Besi Pasar Jepitu berada dalam kondisi terbuka. Pada bagian tersebut, kondisi penyangga tutup keyong hanya tersisa kerangka besi yang berkarat dan rapuh.
Seluruh permukaan besi tidak dicat sehingga lapisan karat yangtebal menyelimuti hampir di seluruh permukaan besi. Di sekelilingtepian atap terdapat risplang dari bahan kayu berwarana biru muda. Khusus pada atap sisi utara berhimpitan dengan atap Los B5. Padapertemuan kedua bisang atap ditutup dengan talang seng. Konstruksi bangunan Los Besi Pasar Jepitu memiliki kesamaandengan los besi yang terdapat di pasar pemerintah seperti yang ada di kabupaten Sleman, Bantul dan Kulon Progo. Dengan demikian sejauh ini di wilayah Kabupaten Gunungkidul telah ditemukan 15  Pasar Pemerintah yang di dalamnya masih terdapat Los Besi peninggalan Belanda. 

Status : Bangunan Cagar Budaya
Alamat : , Jepitu, Girisubo, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
8.1495349213267° S, 110.71161836386° E

SK Walikota/Bupati : KepBup Nomor 200/KPTS/2022


Lokasi Los Pasar Jepitu di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Komponen Pelengkap :
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Peristiwa Sejarah : a. Sejarah Pasar Tradisional di YogyakartaPasar atau marketplace merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi. Secara etimologi, istilah “pasar” berasal dari bahasa Persia yakni bazaar yang maknanya pasar tertutup. Pasar telah dikenal sejak lama, hal itu dapat diketahui dalam Prasasti Pagumulan (abad ke-5), maupun ditunjukan dalam sumber artefaktual lainnya seperti yang terdapat dalam salah satu relief di Candi Borobudur. Pasar terus berkembang seiring dengan semakin pesatnya perdagangan terutama sejak abad ke-16. Hanya saja pasar tidak lantas secara spesifik merujuk pada infrastruktur bangunan tertutup tempat penjual dan pembeli melakukan transaksi. Kebanyakan pasar merupakan ruang terbuka atau open-air space dan bersifat sementara dalam arti tanpa perlu bangunan permanen. Pasar dapat diselenggarakan di pinggir jalan, tengah kota atau kampung, di bawah pohon rindang, bahkan di sungai seperti yang banyak didapati di Kalimantan. Terkait dengan hal tersebut, Pasar Jepitu memiliki makna historis yang penting karena merupakan bangunan pasar permanen yang didirikan sejak masa kolonial. Secara historis pasar sebagai infrastruktur permanen terutama yang berada di Yogyakarta berkaitan dengan dua hal. Pertama, secara umum, keberadaan pasar yang dibangun di pusat kerajaan merupakan wujud dari konsep catur tunggal kota kerajaan. Berdasar konsep ini, pasar merupakan salah satu pilar—berserta masjid, alun-alun dan penjara—yang melengkapi keberadaan keraton. Oleh sebab itu, keberadaan pasar tradisional dengan bentuk bangunan permanen yang saat itu dikenal sebagai Pasar Gede (Kota Gede) telah hadir sebagai elemen penting dalam pembangunan keraton Mataram Islam. Pasca Perjanjian Giyanti tahun 1755, baik Kasultanan Yogyakarta maupun Kasunanan Surakarta melanjutkan konsep ini, dengan demikian keduanya sama-sama membangun pasar di sekitar istana sebagai perwujudan konsep catur tunggal, yakni Pasar Beringharjo di Yogyakarta; dan Pasar Gede di Solo. Selain menjadi penanda simbolis-filosofis sebuah kota kerajaan, pasar di Yogyakarta juga bersifat fungsional sebagai pusat aktifitas ekonomi. Kedua, pasar merupakan bagian penting untuk mempromosikan “komersialisme” dan “modernitas” pada masa kolonial. Dalam hal ini, pemerintah kolonial bukan hanya membangun lebih banyak pasar hingga menjangkau wilayah-wilayah di luar pusat kota, namun juga memperbaiki arsitektur bangunan pasar sehingga menjadi bangunan modern. Oleh karena itu, desain pasar mengacu pada standar yang dimiliki oleh pemerintah kolonial, namun juga tetap memperhatikan kebiasaan cara berdagang masyarakat sekitar.Sehingga mendapatkan bentuk bangunan dengan struktur modern namun tanpa dinding yang menutup bangunan, hal ini menyesuaikan kebiasaan warga masyrakat yang hanya berjualan pada hari tertentu. Sehingga mereka tidak memerlukan bangunan yang tertutup untuk menyimpan barang yang mereka bawa untuk diperdagangkan, karena mereka akan membawa kembali barang dagangannya. Berdasarkan staadblad No. 37, tanggal tanggal 15 Juli 1873, pasar harus memiliki Loods (bangsal, yang diadopsi menjadi los dalam Bahasa Indonesia). Pasar dari masa kolonial, terutama yang dibangun pada awal abad ke-20, memiliki bentuk yang relatif seragam yakni berupa bangunan terbuka dengan atap yang ditopang oleh kerangka besi. Adapun material berupa besi digunakan untuk menggantikan struktur kayu yang lazim dipakai dalam arsitektur tradisional. Kebutuhan material besi diproduksi oleh perusahaan besar seperti NV. Braat Surabaya, dan Gutehoffnungshütte (GHH) Munchen Jerman, adapun untuk pembangunan turut dikerjakan  oleh sejumlah perusahaan konstruksi seperti N.V Construtie Atelier Der Vorstenlanden  Djokjakarta (CAV). Material besi pada bangunan pasar kolonial digunakan untuk memperkuat kesan modern. Penggunaan loods atau los juga ditujukan untuk menciptakan ruang yang lebih luas, tidak tersekat-sekat, sehingga dapat menampung lebih banyak orang maupun barang, sekaligus memfasilitasi interaksi yang lebih longgar. Penggunaan loods atau los juga diarahkan untuk menggantikan bango (warung kecil) yang cenderung mengokupasi banyak ruang namun untuk peruntukan yang terbatas karena hanya dimiliki oleh segelintir orang saja. b. Sejarah Pasar Jepitu Sejarah berdirinya Pasar Jepitu tidak diketahui secara pasti. Berdasarkan wawancara dengan narasumber yang tinggal di dekat pasar tersebut, diketahui bahwa Pasar Jepitu merupakan pasar peninggalan Belanda. Dua narasumber yang bernama Paijan (84 tahun) dan Supiyah (81 tahun) – suami istri, keduanya menyaksikan bahwa pasar tersebut sudah ada sebelum masa penjajahan Jepang. Paijan yang pernah menjabat sebagai mandor pasar tahun 1951 –  1953, dapat menjelaskan gambaran pasar pada masa tersebut dengan sangat terperinci. Berdasarkan keterangan beliau, Pasar Jepitu pada masa lalu memiliki dua hari pasaran yaitu Pon dan Pahing. Saat itu Pasar Jepitu hanya terdiri atasdua buah bangunan los besi yang dikelilingi oleh pagar berkawat, dengan dua buah pintu masuk dari sisi barat dan timur. Los besi berada dalam posisi berjajar, sebelah utara dan sebelah selatan dan berhimpitan kedua atapnya. Dalam perkembangannya, pasar tersebut menjadi ramai dengan banyaknya pedagang sehingga los besi yang tersedia tidak bisa menampung banyaknya pedagang yang hendak berjualan. Hingga pada periode tersebut para pedagang yang tidak mendapatkan tempat di los besi, berinisiatif mendirikan bangunan yang tidak permanen dari bahan kayu. Bangunan tersebut disebut sebagai bango. Bango-bango didirikan di sekitar bangunan los besi, tetapi masih berada di area pasar atau tidak keluar dari pagar sebagai pembatas. Pada masa orde baru, Pasar Jepitu berkembang dengan pesat. Pemerintah melalui Dinas Pasar kemudian mendirikan bangunan yang lain berupa los-los baru secara bertahap. Perkembangan pembangunan los baru menyebabkan bangunan los besi sisi utara direhabilitasi dengan cara dirobohkan dan dirikan dengan bangunan los kayu. Sayang sekali kedua narasumber tidak bisa menjelaskan dengan detai yang berkaitan dengan waktu rehabilitasi Los Besi sisi utara. Saat ini Pasar Jepitu tinggal memiliki pasaran Pon. Menurut  penjelasan Paijan, menghadapi sepinya pembeli di pasaran pahing, banyak pedagang yang enggan berjualan di hari pasaran tersebut. Meski demikian, pada hari pasaran pon, Pasar Jepitu masih ramai dari dini hari hingga jam 11 siang. Hal tersebut tidak terjadi pada pasar-pasar yang lain. Demikian menurut penjelasan narasumber.
Riwayat Rehabilitasi : - Belum ada penjelasan dari Dinas Perdagangan atau narasumberyang lain terkait dengan rehabilitasi pasar yang pernahberlangsung di Pasar Jepitu. - Menurut data hasil survey di lokasi, pada bagian bubungan pasarterdapat hiasan makutha yang tertulis angka 2018. Didugatulisan tersebut merujuk pada tahun rehabilitasi pasar yang berlangsung pada tahun 2018. 
Nilai Sejarah : a) Merupakan salah satu pasar tradisional masa Kolonial yangmasih bertahan hingga sekarang di Kabupaten Gunungkidul. b) Menjadi bukti pengetahuan adanya jaringan pemasaran materialbesi bagi bangunan yang berpusat di N.V. Braat MachienfabriekSoerabaia (Kasus : Tipologi Bangunan yang sama, Los Besi Pasar Nanggulan Kulon Progo). 
Nilai Ilmu Pengetahuan : a) Merupakan bukti keberadaan penggunaan sistem konstruksiknock down dan modular yang masih berkembang dandigunakan oleh masyarakat hingga sekarang. b) Merupakan bukti pengetahuan penggunaan material baja relatiflebih kuat dan tahan lama dibandingkan dengan material kayuatau bambu. c) Merupakan bukti sistem struktur dan konstruksi besi bagibangunan tidak bertingkat yang berasal dari masa Kolonial. 
Nilai Budaya : Pasar tradisional merupakan tempat interaksi sosial masyarakatyang masih berlangsung hingga sekarang. Berkembang Budaya Indies yang diwujudkan salah satunya melalui bentuk bangunankolonial yang mengadopsi gaya bangunan tradisional Jawa oleh Pemerintah Belanda pada masa itu.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Pemerintah
Pengelolaan
Nama Pengelola : Pemerintah
Catatan Khusus : Ukuran Denah Bangunan : Luas denah batur 12,03 m x 2,99 m = 35,98 m²Luas denah atap 14,34 m x 5,49 m = 78,73 m² Berdasrakan data Dinas Perdagangan, Luas Pasar Jepitu adalah 1.594 m²