Peristiwa Sejarah |
: |
A. Sejarah Tugu Sebagai Monumen Monumen dalam KBBI memiliki arti sebagai tugu peringatan. Tugu adalah sebuah bangunan berbentuk tiang besar dan tinggi dibuat dengan batu. Tugu dibuat sebagai tanda peringatan (kenang-kenangan). Kata tugu dapat disamakan dengan arti monumen atau monument dalam bahasa Inggris yaitu menurut kamus The New Oxford Illustrated Dictionary : tugu adalah benda yang dibuat untuk masa depan (diharapkan berusia lama) yang dibuat atau didirikan untuk mengenang seseorang, kegiatan, atau suatu kejadian tertentu. Dengan demikian, dari dua arti tersebut di atas tugu sebagai monumen merupakan sebuah hasil pekerjaan atau hasil karya yang benilai kekal. Tugu mengandung makna sebagai benda buatan manusia di suatu lokasi alamiah yang dilestarikan oleh karena keindahan atau arti sejarahnya. Tugu dalam arti monumen adalah suatu peringatan, atau suatu memorial yang biasa berbentuk bangunan, menara, tiang, patung, dan sebagainya yang didirikan guna memperingati suatu kejadian besar dan penting, dalam sejarah atau “menghidupkan” serta memelihara peringatan kepada perorangan seperti tokoh sejarah maupun seorang raja penguasa. Tugu sebagai monumen diciptakan untuk memperingati peristiwa tertentu, dan perlu dilestarikan karena unsur sejarah yang terkandung di dalamnya. Oleh sebab itu tugu didirikan di tempat-tempat strategis yang bisa disaksikan oleh masyarakat banyak. Tugu tersebut umunya berbentuk bangunan, menara, tiang, patung dan sebagainya yang didirikan guna memperingati suatu kejadian besar dan penting, dalam sejarah atau “menghidupkan” serta memelihara peringatan kepada seorang tokoh yang diagungkan. Kegiatan mendirikan tugu dan monumen peringatan masih terus berlangsung hingga saat ini. Tugu sebagai monumen peringatan yang didirikan untuk menghomati seorang tokoh yang berkuasa, sangat lazim dilakukan oleh sebagai masyarakat yang merasa menjadi bagian (ngawulo) dari sebuah negara atau kerajaan. Sebagai peringatan atas berkuasanya seorang raja, tugu peringatan di cantumkan beberapa pesan yang tersirat melalui bentuk dan tulisan. Bentuk tugu yang didirikan bisa meniru bentuk yang sedang berkembang pada masa tersebut. Sementara tulisan diwujudkan ke dalam bentuk sebuah Candra Sengkala. Untuk melegitimasi keberadaan tokoh sejarah yang dihormati maka pada bangunan tugu ditambahkan bentuk simbol-simbol kerajaan atau penguasa tersebut. Dengan demikan, sebuah tugu peringatan diharapkan akan menjadi sebuah bangunan yang selalu diingat dan dilestarikan oleh sekelompok masyarakat yang menjadi bagian dari kesatuan kehidupan yang lebih besar, yaitu sebuah negara atau kerajaan. Pada masa yang akan datang tugu menjadi sebuah artefak sejarah yang mengandung peristiwa penting yang terjadi pada suatu masyarakat. B. Sejarah Tugu Jumenegan HB IX Kapanewon Tepus Berdasarkan wawancara dengan narasumber yang bernama Wongsorejo (92 tahun), disebutkan bahwa Tugu Jemenengan HB IX merupakan tugu yang didirikan pada zaman Belanda. Menurut penjelasan Wongsorejo, Tugu tersebut dibuat sesaat setelah berdirinya bangunan kantor Asisten Tepus (yang saat itu dipimpin oleh seorang Wedono). Pada waktu itu tugu bentuknya tinggi, tidak seperti saat ini, lanjut Wongsorejo. Berdasarkan kesaksian Wongsorejo, Tugu Jumenengan HB IX pernah rusak pada tahun 1948 dalam peristiwa Clash ke-2 Belanda. Pada waktu itu, dengan alasan supaya tidak digunakan oleh Belanda kantor Asisten Tepus dibakar oleh orang yang tidak diketahui (diduga tentara Republik). Pada saat itu, tugu bagian atas juga mengalami kerusakan (pecah). Wongsorejo bersaksi bahwa di tugu tersebut sejak dahulu sudah terdapat tulisan huruf Jawanya (prasasti). Meski demikian, dulu tugu tersebut tidak diberi cat, namun hanya warna abu-abu atau warna semen. Wongsorejo meyakini bahwa tidak ada perubahan bentuk tugu dari dahulu hingga saat ini. Berdasarkan penjelasan dari Pemerintah Kalurahan Sidoharjo, sebelum berdirinya Kapanewon Tepus, semula berdiri Kantor Perwakilan Distrik yang beralamat di Kalurahan Tepus, Kapanewon Tepus, yang dipimpin oleh Asisten Distrik. Lokasi Kantor tersebut berada di tempat yang dianggap kurang strategis, karena tidak berada di tengah wilayah. Dalam perkembangannya terjadi musyawarah antara Asisten Distrik dengan semua lurah yang berada di Kapanewon Tepus. Musyawarah tersebut membahas keinginan masyarakat untuk memindahkan pusat pemerintahan agar berada di tempat yang lebih strategi atau berada di tengah-tengah wilayah. Akhirnya terjadi sebuah mufakat, yang memutuskan Kantor Perwakilan yang semula di Kalurahan Tepus, Kapanewon Tepus, dipindah ke Padukuhan Bintaos, Kalurahan Sidoharjo, Kapanewon Tepus. Setelah berdiri bangunan Kantor Kapanewon, asisten melaporkan kepada Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX untuk meresmikan Kantor Kapanewon Tersebut. Selang sekitar 1 (satu) bulan, dibangunlah Prasasti tanda berdirinya Kapanewon Tepus, oleh Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX pada tanggal 18 Maret 1940. Tugu didirikan sebagai wujud syukur karena Sultan memberi ijin perpindahan lokasi Pusat Kapanewon ke Bintaos, lalu ketika sudah pindah, tugu didirikan bersamaan dengan jumenengan HB IX. |