Loading

Masjid Gedhe Mataram Kotagede

Status : Bangunan Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Bangunan Cagar Budaya Masjid Gedhe Mataram Kotagede dibangun pada tahun 1589 M (keterangan dalam Serat Babad Momana: “1511, taun dal, adegipun masjid ageng, sareng mangun antaka-pura”), merupakan salah satu masjid tertua dari Kerajaan Mataram-Islam yang terletak di Kotagede. Masjid Gedhe Mataram Kotagede merupakan unsur penting dari Kerajaan Mataram-Islam di Kota Gede yang merupakan pusat pemerintahan tradisional yang dilengkapi beberapa komponen sebagai sebuah kota antara lain keraton, alun-alun, masjid, dan pasar. Unsur-unsur perkotaan tersebut yang saat ini masih dapat dijumpai hanyalah kompleks masjid dan keberadaan pasar. 

Bangunan Masjid Gedhe Mataram Kotagede terdiri atas: (1) bangunan utama, (2) serambi, (3) pawèstrèn dan serambi utara (pabongan/emper kiwa), (4) parit, dan (5) pagar masjid. 

1. Bangunan Utama
bergaya arsitektur tradisional Jawa berbahan kayu dan pasangan bata. Bentuk atap tajug tumpang dua terdiri atas atap brunjung dan penanggap dengan menggunakan sistem konstruksi lambang gantung. Konstruksi ini ditopang oleh empat saka guru dengan tumpangsari yang menopang atap brunjung berbentuk segitiga tanpa ander dan atap penanggap yang terdiri dari empat empyak berbentuk trapesium. Atap penanggap ditumpu oleh dinding tembok masjid yang terbuat dari pasangan bata berukuran tebal 70 cm berplester dan dicat. Plafon terbuat dari papan kayu jati. Denah bangunan utama berbentuk bujur sangkar dengan ukuran lantai 13,85 m x 13,85 m. Ruangan bangunan utama dilengkapi 3 akses pintu masuk di dinding sisi timur, 1 pintu di dinding sisi selatan untuk masuk ke pawèstrèn, dan 2 pintu di dinding sisi utara untuk masuk serambi utara (pabongan/emper kiwa). Dinding bangunan utama dilengkapi 8 jendela berbentuk empat persegi panjang dengan bahan kayu dan berjeruji. Lantai menggunakan bahan marmer Yunani berwarna putih susu hasil pemugaran tahun 2002. Lantai lama berbahan batu putih tetap dilestarikan yang berada di bawah lantai marmer. Ruangan liwan dilengkapi mihrab dan mimbar.   

2. Serambi  
Bangunan serambi bergaya arsitektur tradisional Jawa berbahan konstruksi kayu bentuk atap limasan dengan konstruksi takir dan lumajang. Serambi berada di sebelah depan (sisi timur) bangunan utama. Pada awalnya atap serambi berbahan sirap, kemudian diganti dengan bahan seng yang dibentuk menyerupai genting. Atap serambi berbentuk limasan disangga dengan 8 tiang. Kedelapan tiang tersebut dibuat dari kayu jati dengan tinggi 4 m dan penampang berukuran 22 cm x 22 cm. Serambi berdenah empat persegi panjang berukuran 22,05 m x 12,15 m yang melintang utara-selatan. Lantai lama bahan batu putih dengan plester tetap dilestarikan berada di bawah lantai marmer dari Tulungagung berukuran 30 cm x 30 cm. Ruang serambi pada ketiga sisinya (utara, timur, dan selatan) terdapat tambahan atap (emper). Emper sisi utara berukuran lebar antara 2,25 m–3,25 m, emper sisi selatan berukuran lebar antara 3 m–3,25 m, emper sisi timur berukuran lebar 4 m. Emper yang berada di ketiga sisi serambi ditopang oleh 18 tiang kayu jati, berukuran tinggi 2,5 m dan penampang berukuran 15 cm x 15 cm.  

3. Pawèstrèn dan Serambi Utara (Pabongan/Emper Kiwa)  
Di sebelah selatan ruang inti/utama terdapat ruangan tempat salat khusus wanita yang biasa disebut dengan istilah pawèstrèn. Bagian pawèstrèn ini berdenah empat persegi panjang dengan ukuran 10,93 m x 6,24 m membujur timur-barat. Ruangan ini memakai atap limasan yang terpisah dengan konstruksi atap bangunan utama. Akses masuk ke pawèstrèn terdapat tiga pintu, masing-masing di dinding  sisi utara, selatan, dan timur. Lantai ruangan ini sekarang telah diganti dengan marmer Tulungagung berukuran 30 cm x 30 cm.  

Pada sebelah utara bangunan utama terdapat serambi (pabongan/emper kiwa) berdenah empat persegi panjang berukuran 8,41 m x 4,53 m membujur timur-barat. Ruangan ini atapnya terpisah dengan bangunan utama masjid dan berbentuk limasan. Lantai lama berbahan batu putih berplester tetap dilestarikan di bawah lantai marmer dari Tulungagung yang berukuran 30 cm x 30 cm. 

4. Parit 
Parit mengelilingi serambi di sisi utara, timur, dan selatan berukuran lebar 2,4 m, dalam 48 cm sebagai sarana pembersihan bagi jemaah yang akan memasuki masjid. 

5. Pagar 
Pagar masjid berupa pasangan bata motif trancangan mengelilingi parit. Pada sisi timur pagar terdapat 3 pintu masuk, serta satu pintu masuk masing-masing di sisi utara dan selatan pagar. Pintu masuk utama sisi timur berupa portico di atas parit berbentuk kuncungan sebagai pintu masuk ke masjid dari arah timur. Pada bagian kuncungan ini terdapat inskripsi angka tahun perbaikan.

Status : Bangunan Cagar Budaya
Periodesasi : Islam
Tahun : 1589
Bagian dari : Kompleks Masjid Gedhe Mataram Kotagede
Kawasan : Kawasan Cagar Budaya Kotagede
Alamat : , Jagalan, Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
7.829425° S, 110.398412° E

No. Registrasi Nasional CB.6060.20150409.00002
SK Menteri : SK Mendikbud PM.25/PW.007/M/2007
SK Gubernur : SK GUB DIY 312/KEP/2021
SK Walikota/Bupati : SK Bupati Bantul


Lokasi Masjid Gedhe Mataram Kotagede di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Jenis Struktur : Tradisional
Dimensi Struktur
Jenis Bangunan : Tradisional
Fungsi Bangunan : Religi/Keagamaan
Komponen Pelengkap :
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Tata Letak Dalam Ruang Kawasan : Bangunan Masjid Gedhe Mataram Kotagede terdiri atas: (1) bangunan utama, (2) serambi, (3) pawèstrèn dan serambi utara (pabongan/emper kiwa), (4) parit, dan (5) pagar masjid. 
Deskripsi Fasad : Bentuk fasad masih mempertahankan bentuk asli pada saat awal dibangun. Sebagian besar terbuat dari bahan kayu dengan tiang berbahan bata semen. Kayu diwarnai dengan cat berwarna hijau tua. Terdapat kaligrafi dan angka tahun 1856 dan 1926. Terdapat pintu pagar kayu berwarna hijau.
Deskripsi Konsol : Konsol Masjid Gedhe Kotagede terdiri dari 2 jenis bahan konsol yaitu konsol kayu dan besi. Konsol kayu berbentuk segitiga siku-siku. Terdapat 2 bentuk konsol besi, yaitu konsol berbentuk siku-siku dengan lingkaran di sikunya dan konsol berbentuk segitiga siku-siku tanpa lingkaran.
Deskripsi Jendela : Terdapat 5 pintu masuk berbentuk pagar kayu dua sisi berwarna hijau. Pada bangunan utama terdapat enam buah pintu. Tiga buah menghubungkan ruang serambi depan (pintu asli di tengah) dua buah dengan serambi samping kanan (pintu asli di kanan atau timur) dan satu buah pintu menghubungkan dengan pawestren (pintu baru). Pintu berbentuk persegi panjang dengan dua buah daun pintu kupu tarung.
Deskripsi Pintu : Pintu bebahan kayu dengan ventuk persegi panjang dengan dua buah daun pintu kuku tarung, dan ada yang satu daun pintu.
Deskripsi Atap : Atap Masjid Gedhe Kotagede berbentuk limasan susun dua dan disangga oleh beberapa tiang kayu. Atap berbahan genteng press berwarna coklat.
Deskripsi Lantai : Lantai masjid berjenis teraso dengan ukuran 30 cm x 30 cm.
Deskripsi Kolom/Tiang : Ruang utama masjid memiliki empat buah tiang utama berbahan jati bulat diameter 29 cm dan tinggi 5,40 meter. Tiang di serambi masjid terbuat dari kayu
Deskripsi Ventilasi : Ventilasi berbahan kayu dengan bentuk persegi panjang dengan trailis dan penutup kaca.
Deskripsi Plafon : Pafon expos papan kayu
Jenis Ragam Hias : Banyak ragam hias di bangunan utama dan dinding pagar dari kaligrafi dan ornamen flora dan fauna.
Desain : Masjid Gedhe Kotagede berarsitektur tradisional Jawa dengan atap limasan susun dua.
Interior : Masjid memiliki ruang utama, serambi, dan pawestren (tempat ibadah bagi jamaah perempuan). Ruang utama masjid berbentuk segiempat yang di dalamnya ter
Fungsi Situs : Religi/Keagamaan
Fungsi : Religi/Keagamaan
Tokoh : Masjid Makam Kotagede dibangun oleh Sultan Agung, raja Mataram ke-3 pada tahun 1644 M Bangunan Masjid Gedhe Mataram erat kaitannya dengan Ki Ageng Pamanahan sebagai murid Sunan Kalijaga. Masjid Gedhe Matarm juga menjadi cikal bakal Kerajaan Mataram yang didirikan oleh Kanjeng Panembahan Senopati (anak Ki Ageng Pamanahan) sebagai raja pertama.
Peristiwa Sejarah : Riwayat Pelestarian: 1. Tahun 1796 perluasan serambi bagian sisi timur oleh Kasunanan Surakarta. 2. Tahun 1867 perbaikan pasca kerusakan akibat gempa. 3. Tahun 1919-1923 perbaikan Masjid setelah terjadi kebakaran cungkup makam yang menjalar ke bangunan masjid pada tahun 1919. 4. Tahun 1926 penggantian bahan atap dari sirap menjadi genting oleh organisasi Muhammadiyah pasca-kerusakan akibat peristiwa kebakaran pada tahun 1919. 5. Tahun 1926 pembangunan tugu jam dan pagar masjid oleh Sunan Paku Buwono X. 6. Tahun 1995 pembuatan lengkung atas dari logam oleh takmir masjid pada setiap jalan masuk ke serambi dari pelataran melewati kolam depan dan samping serambi. 7. Tahun 1997 pemasangan lantai teraso pada ruang utama (liwan) masjid. 8. Tahun 2002 rehabilitasi oleh Dinas Kebudayaan DIY, meliputi: penggantian lantai dari bahan teraso menjadi marmer untuk bangunan utama (ruang liwan), pawèstrèn, serambi, emper serambi dan bagian kuncungan, bangsal kanan dan bangsal kiri, serta pelapisan dinding dan dasar parit dengan bahan terakota, penggantian dinding dan alas bak wudu bagian putra, serta perbaikan gapura dan dinding pagar masjid. Kegiatan rehabilitasi dilakukan melalui penggantian lantai teraso menjadi marmer pada Bangsal Pecaosan utara dan selatan, serta penambahan beberapa bangunan baru sebagai fasilitas tambahan berupa ruang takmir di sebelah utara pawudlon (tempat berwudu) laki-laki, bangunan gudang dan kamar mandi di sebelah selatan bangunan masjid, ground tank di bawah tanah untuk fasilitas pemadam kebakaran, dan ruang genset (mesin generator listrik) di sebelah utara masjid. Selain itu, dilakukan penggantian atap genting kodok menjadi berbahan metal aluminium pada bangunan utama, pawèstrèn, serambi utara, serambi dan emper serambi, serta bangsal kanan dan kiri. 9. Tahun 2003 penambahan menara pengeras suara oleh Dinas Kebudayaan DIY. 10. Tahun 2004 Perbaikan bangunan masjid beserta bangsal-bangsal di kompleks masjid dan makam. 11. Tahun 2007 rehabilitasi dan konsolidasi bangunan pasca kerusakan gempa 27 Mei 2006 oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta. 12. Tahun 2015 rehabilitasi pada bangunan utama, pawèstrèn, gudang sisi selatan masjid dan emper kiwa, pawudhon putra, kantor sekretariat masjid oleh Dinas Kebudayaan DIY.
Konteks : Bangunan masjid (termasuk keberadaan makam di halaman belakang/barat) merupakan satu kesatuan yang menjadi ciri khas kelengkapan dari komponen tata kota Islam yang selalu terletak di sisi barat alun-alun. Konsep tata letak ini juga tampak di Kotagede sebagai ibukota pertama kerajaan Mataram-Islam dan seterusnya terdapat pada rangkaian ibukota yang muncul selanjutnya. Pada awalnya diperkirakan bentuk masjid berupa bangunan kecil (berupa langgar) yang dibangun oleh Ki Pemanahan (Ki Gede Mataram). Kemudian pada masa pemerintahan Panembahan Senapati, bangunan langgar tersebut dipindahkan dan dialihfungsikan sebagai bangunan cungkup (beratap tajuk) untuk makam Ki Pemanahan yang berada di sebelah barat masjid. Pada lokasi yang sama tempat berdirinya langgar didirikan bangunan masjid.  Dalam Serat Babad Momana (salinan oleh KPH Suryanagara pada tahun 1865) disebutkan bahwa “masjid ageng” sebagai masjid kerajaan di ibukota Kota Gede ini waktu pembangunannya bersamaan dengan makam yaitu pada tahun 1511 (tercantum: “1511, taun dal, adegipun masjid ageng, sareng mangun antaka-pura”). Keterangan “tahun Dal” menunjukkan tahun Jawa, namun sistem kalender tahun Jawa baru muncul pada masa Sultan Agung (dimulai pada 1 Sura tahun Alip 1555 J, atau 1 Muharram 1043 H, atau 8 Juli 1633). Jika angka 1511 tersebut dimaksudkan sebagai tahun Saka maka berarti angka tahun 1589 Masehi. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, pembangunan masjid disempurnakan dengan menambah serambi. Perluasan bagian tersebut telah dikerjakan beberapa kali oleh beberapa generasi. Pada tahun 1796, dilakukan perluasan serambi oleh pihak Kasunanan Surakarta. Kemudian tahun 1926 terdapat penambahan komponen emperan, pawudhon putra (tempat berwudu untuk laki-laki) serta penggantian bahan atap. Pagar keliling bangunan masjid ditambahkan untuk membatasi area sakral dan profan oleh Sunan Paku Buwono X berikut dengan pendirian tugu jam sebagai tugu peringatan yang berada di halaman masjid.  Sebagai masjid kerajaan yang telah berdiri sejak masa awal kerajaan Mataram-Islam, maka pada peristiwa Perjanjian Giyanti (Palihan Nagari) tahun 1755 (yang menghasilkan berdirinya Kasultanan Yogyakarta selain Kasunanan Surakarta yang telah ada), kepengurusan masjid pun dilakukan oleh abdi dalem dari kedua kerajaan tersebut. Pembagian kepengurusan pada kompleks masjid ini berupa area di sebelah utara dilakukan oleh Kasunanan Surakarta, sedangkan bagian selatan oleh Kasultanan Yogyakarta, sementara bagian tengah dilakukan oleh kedua belah pihak kerajaan. Pelestarian Cagar Budaya di kawasan ini dilakukan secara kolaboratif antara pihak Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY, Dinas Kebudayaan DIY, dan Pemerintah Kabupaten Bantul. 
Riwayat Pelestarian : Tahun 1796 perluasan serambi bagian sisi timur oleh Kasunanan Surakarta. Tahun 1867 perbaikan pasca kerusakan akibat gempa. Tahun 1919-1923 perbaikan Masjid setelah terjadi kebakaran cungkup makam yang menjalar ke bangunan masjid pada tahun 1919. Tahun 1926 penggantian bahan atap dari sirap menjadi genting oleh organisasi Muhammadiyah pasca-kerusakan akibat peristiwa kebakaran pada tahun 1919. Tahun 1926 pembangunan tugu jam dan pagar masjid oleh Sunan Paku Buwono X. Tahun 1995 pembuatan lengkung atas dari logam oleh takmir masjid pada setiap jalan masuk ke serambi dari pelataran melewati kolam depan dan samping serambi. Tahun 1997 pemasangan lantai teraso pada ruang utama (liwan) masjid. Tahun 2003 penambahan menara pengeras suara oleh Dinas Kebudayaan DIY.Tahun 2004 Perbaikan bangunan masjid beserta bangsal-bangsal di kompleks masjid dan makam. 
Riwayat Rehabilitasi : Tahun 2002 rehabilitasi oleh Dinas Kebudayaan DIY, meliputi: penggantian lantai dari bahan teraso menjadi marmer untuk bangunan utama (ruang liwan), pawèstrèn, serambi, emper serambi dan bagian kuncungan, bangsal kanan dan bangsal kiri, serta pelapisan dinding dan dasar parit dengan bahan terakota, penggantian dinding dan alas bak wudu bagian putra, serta perbaikan gapura dan dinding pagar masjid.  Kegiatan rehabilitasi dilakukan melalui penggantian lantai teraso menjadi marmer pada Bangsal Pecaosan utara dan selatan, serta penambahan beberapa bangunan baru sebagai fasilitas tambahan berupa ruang takmir di sebelah utara pawudlon (tempat berwudu) laki-laki, bangunan gudang dan kamar mandi di sebelah selatan bangunan masjid, ground tank di bawah tanah untuk fasilitas pemadam kebakaran, dan ruang genset (mesin generator listrik) di sebelah utara masjid. Selain itu, dilakukan penggantian atap genting kodok menjadi berbahan metal aluminium pada bangunan utama, pawèstrèn, serambi utara, serambi dan emper serambi, serta bangsal kanan dan kiri.Tahun 2007 rehabilitasi dan konsolidasi bangunan pasca kerusakan gempa 27 Mei 2006 oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta. Tahun 2015 rehabilitasi pada bangunan utama, pawèstrèn, gudang sisi selatan masjid dan emper kiwa, pawudhon putra, kantor sekretariat masjid oleh Dinas Kebudayaan DIY.
Nilai Sejarah : Merupakan bukti keberadaan ibukota kerajaan Mataram Islam yang pertama dan sebagai bukti keberadaan kerajaan Mataram Islam.
Nilai Ilmu Pengetahuan : Teknik dan material yang digunakan pada bangunan masjid dapat diteliti untuk pengembangan ilmu pengetahuandapat digunakan sebagai sumber data penelitian terutama berkaitan dengan konservasi masjid.
Nilai Agama : Masjid Makam Kotagede hingga saat ini masih digunakan sebagai tempat ibadah umat Islam.
Nilai Pendidikan : Sebagai tempat bersejarah maka ada beberapa aspek yang dapat dipelajari dari Masjid Mataram Kotagede ini seperti situasi politik ketika masjid ini dibangun, teknik konstruksi bangunan, hubungan sosial yang terjadi di masjid dan sekitarnya, serta proses konservasi terhadap masjid ini.
Nilai Budaya : Mengenai ragam hias/ornamen yang ada di masjid dan di bagian bangunan yang lain.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kasunanan Surakarta Hadiningr
Pengelolaan
Nama Pengelola : Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kasunanan Surakarta Hadiningr
Catatan Khusus : Koordinat pada SK GUB DIY: 49 M 433677 m E; 9134512 m S