Peristiwa Sejarah |
: |
Dalam peta sistem kraton Mataram Islam pada masanya, Kyai Kategan adalah seorang ulama yang disimbolkan dengan gajah (Liman). Artinya Linambang adalah seorang ulama yang menekuni administrasi kebijaksanaan melalui jalur pengajaran ilmu dan menurut orang. Kyai Kategan adalah seorang Penghulu yang diminta langsung oleh Sinuwun Sultan Agung Hanyakrakusuma. Informasi tambahan: Selain "gajah", ada simbol "Kyai Ageng" lain di Jawa, yaitu lebah (bramara) dan kadal/buaya/bajul (sarira). Keistimewaan Kyai Kategan ada disini. Ia menjadi sosok keramat dalam karya penataan peradaban (cakra manggilingen) yang dipimpin oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma. Sebagai pembawa kendali dari Hanyarakusuma (nama roh), Sultan Agung sebenarnya untuk memperkenalkan penyatuan sistem kehidupan berdasarkan peradaban bulan (Candra) dan matahari (Surya) yang sebelumnya terpisah. Julukan “hanyakrakusuma” sendiri sebelumnya hanya ditujukan untuk Sunan Bonang yang dijuluki “Ratu Wahdat” yang berarti “pemberi urusan Muhammad” (wahdatul muhammadiyah). Dengan demikian gerakan politik Sultan Agung mewarisi tugas dari Sunan Bonang untuk mendirikan perjuangan Islam. Hingga saat ini, keagungan peradaban baru yang datang dari tangan Sultan Agung itu masih bertahan dalam banyak hal. Salah satunya adalah Kawula Jawa “Matematika Praktis (Astronomi)”. Mulai dari menghitung hasil tangkapan, memilih karir, astrologi, menafsirkan mimpi, menghitung waktu terbaik untuk bepergian hingga kawin. Semua ini di Jawa tergantung pada Muhammad. Maklum, Kanjeng Nabi melihat nama dan doa-doa filantropisnya kemudian tertanam dalam budaya Jawa. Kyai Kategan adalah pusat dari karya pendiri Muhammad di tanah Jawa. Jeneng "Kategan" berasal dari bahasa Kawi. "Kategan" artinya: meninggalkan dunia (wis meninggalkan dunia). Itu juga berarti orang yang kebiasaan (mistisisme) menyempurnakan (kasutapa) dunia. Nama "Kategan" ini memiliki arti yang luas. Nama Kyai Kategan juga masih hidup dalam cerita rakyat masyarakat Yogyakarta. Berdasarkan penuturan dari Mbah Jamhari, seorang lansia berusia 90 tahun yang tinggal di Manisrenggo, Klaten. Mbah Jam, begitu ia biasa disapa, berkisah tentang cerita turun temurun yang ia dengar mengenai Kyai Kategan yang hidup semasa dengan Sultan Agung, setiap saat salat di Mekkah. Ketika Sultan Agung mengundangnya ke Mekkah untuk shalat, Kyai Kategan sudah ada bahkan sebelum Sultan menginjakkan kaki di Tanah Suci dan sebaliknya. Jika Kyai Kategan mengundang Sultan Agung, sultan pasti sudah ada sebelum Kyai Kategan. Kyai Kategan juga tercatat sebagai orang yang senang bercanda. Dalam sebuah kisah yang diceritakan oleh masyarakat Mataram dan juga tercatat dalam Babad Nitik Sultan Agung, dikisahkan suatu ketika Kyai Kategan diundang ke Kraton Kerto untuk membacakan doa. Akan tetapi, beliau berkali-kali menolak karena suatu alasan. Sultan Agung kemudian memanggil beliau melalui utusan khusus. Singkat cerita, Kyai Kategan akhirnya memberanikan diri untuk memanjatkan doa. Ketika doa baru sampai di lafal shalawat nabi, satu per satu lauk pauk yang telah dihidangkan tiba-tiba hidup kembali. Ayam, sapi, kerbau, ikan, semuanya berlompatan di atas meja hidang. Akhirnya acaranya dibatalkan. Sultan Agung, Kyai Kategan, dan para hadirin tertawa terpingkal-pingkal. Sumber : Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten Bantul. Naskah Rekomendasi Penetapan Makam Kyai Kategan Sebagai Struktur Cagar Budaya Peringkat Kabupaten. |