Tokoh |
: |
Berdasarkan Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 194/KEP/2019 Tentang Penetapan Situs Cagar Budaya Kerta, Situs Cagar Budaya Kedaton Plered, Situs Cagar Budaya Kauman Plered, dan Situs Cagar Budaya Makam Ratu Malang-Plered, Balok Batu Bertakik termasuk ke dalam bagian Situs Cagar Budaya Kedaton Pleret. Oleh karena itu, keberadaan Balok batu bertakik diindikasikan masih berkaitan dengan Kraton Plered sehingga struktur ini berasosiasi dengan Amangkurat I. |
Peristiwa Sejarah |
: |
Berdasarkan sejarahnya, “Pleret” atau yang dahulu disebut dengan “Plered” merupakan tempat pemindahan ibukota Kerajaan Mataram Islam pasca Kotagede dan Kerta. Pemindahan ibukota dari Kerta ke Plered terjadi setelah Sultan Agung wafat. Sultan Agung yang kemudian digantikan oleh Sunan Amangkurat I dengan gelar Susuhunan Mangkurat Senopati Ingalaga Ngabdurahman Sayidinpanatagama. Atas kehendak raja, kota pusat Kerajaan Mataram Islam dipindahkan dari Kerta menuju Plered. Dalam Babad ing Sangkala tercatat perpindahan sunan ke keraton yang baru terjadi pada tahun 1647.Selama masa pemerintahan, Sunan Amangkurat I berhasil membangun Kraton Plered sebagai pusat pemerintahan dengan komponen yang cukup lengkap, yaitu : pintu gerbang Pabean, jaringan jalan, pasar, masjid agung, tembok keliling, alun-alun, keraton, bangunan-bangunan air, taman, krapyak, pemukiman penduduk, dan kompleks pemakaman. Berdasarkan sumber sejarah Jawa dan Belanda, pembangunan komponen Kraton Plered dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu yang cukup lama, yaituTahun 1648 menurut Van Goens, keraton baru telah berdiri. Dalam Babad Momana disebutkan bahwa “1570 J, taun Jimakir, trep Kraton Ngeksiganda (Plered)”.Tahun 1571 J (1649 M) mendirikan Masjid Agung Plered menurut Babad Sengkala dan Babad Momana.Tahun 1572-1574 J (1650-1651 M) proses pembangunan Siti Inggil yang terbuat dari batu, bata, dan kayu, termasuk juga memperbarui Bangsal Witana.Tahun 1576 J (1653 M) pengambilan batu untuk Karadenan, yaitu kediaman untuk putra mahkota.Terdapat dua informasi yang berbeda mengenai selesainya pembangunan Prabayeksa. Menurut Babad Momana, Prabayeksa selesai dibangun pada tahun 1572 J (1650 M). Sedangkan menurut Babad Sangkala, Prabayeksa selesai dibangun pada tahun 1577 J (1654 M). Menurut sumber berita pada tahun 1659 M (Daghregister, 13 November 1659), tinggi tembok keraton 5 depa dengan ketebalan 2 depa. Sunan kemudian merencanakan untuk meninggikan tembok atas setinggi sebuah perisai kira-kira setinggi dada.Tahun 1585 J (1662 M) mendirikan sebuah bangsal di lapangan Srimanganti.Selain membangun beberapa komponen Kraton Plered di atas, Sunan membangun pula bangunan-bangunan air baik di dalam maupun di luar tembok keraton. Bahkan sebagian bangunan air tersebut sudah dibuat sebelum Kraton Plered didirikan. Menurut Babad Sangkala pada tahun 1565 J/1643 M, ketika Sultan Agung masih memimpin Mataram, bangunan air di Plered sudah dibangun dalam bentuk sebuah danau buatan. Selanjutnya menurut Babad Momana, pembuatan danau buatan berlanjut pada tahun 1574 J (1651 M) dengan membangun suatu bendungan besar. Pembangunan Kraton Plered terus berlanjut hingga tahun 1668 M ketika makam Ratu Malang di Gunung Kelir selesai dibuat.Kraton Plered mengalami kehancuran pada tahun 1600 J (1677 M) ketika Trunojoyo, seorang bangsawan Madura Barat menyerang Kraton Plered dan berhasil mendudukinya. Sunan Amangkurat I melarikan diri ke Imogiri kemudian ke arah barat dan wafat dalam pelarian. Pengganti Amangkurat I yang bergelar Amangkurat II menduduki kembali keraton tersebut dengan bantuan VOC. Sunan Amangkurat II selanjutnya memindahkan ibukota Mataram Islam dari Plered ke lokasi yang kelak bernama Kartasura.Sumber : Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 194/KEP/2019 Tentang Penetapan Situs Cagar Budaya Kerta, Situs Cagar Budaya Kedaton-Plered, Situs Cagar Budaya Kauman-Plered, dan Situs Cagar Budaya Makam Ratu Malang |