Loading

Situs Cagar budaya Tempat Konferensi Colombo Plan XI Tahun 1959 Di Yogyakarta

Status : Situs Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Situs Cagar Budaya Tempat Konferensi Colombo Plan XI Tahun 1959 di Yogyakarta merupakan bukti sejarah berupa fasilitas fisik yang pertama dibangun dan dimiliki oleh pemerintah Republik Indonesia yang digunakan sebagai sarana utama penyelenggaraan pertemuan internasional (XIth Consultative Committee Conference Colombo Plan) pada tahun 1959. Kompleks gedung ini merupakan salah satu fasilitas awal untuk penyelenggaraan pendidikan tinggi bagi Universitas Gadjah Mada yang merupakan universitas pertama yang didirikan oleh Republik Indonesia.  

P385C160T2#y1, Grouped objectSitus Cagar Budaya Tempat Konferensi Colombo Plan XI Tahun 1959 di Yogyakarta berada pada area lokasi eks fasilitas militer era pemerintahan kolonial Hindia-Belanda yang pada peta topografi Yogyakarta tahun 1920 tercantum sebagai “Schietterrein” (Lapangan tembak). Pada peta Kota Yogyakarta tahun 1925 lokasi ini tercantum sebagai “Schijfschietterrein” (Lapangan tembak target) diduga dari perihal inilah kemudian saat ini toponimi lokasi ini dikenal dengan nama “Sekip”. Pada peta topografi Yogyakarta tahun 1933 lokasi ini tercantum sebagai “Militaire schiet- en landingsterrein” (Lapangan tembak dan pendaratan militer). 

Situs Cagar Budaya Tempat Konferensi Colombo Plan XI Tahun 1959 di Yogyakarta dahulu dikenal dengan nama “Sekip”. Kegiatan ini menggunakan 3 unit bangunan dari 5 unit bangunan di Kompleks Pantja Dharma untuk penyelenggaraan konferensi. Selain itu menggunakan 5 unit flat yang berada di sebelah barat kompleks untuk salah satu fasilitas akomodasi peserta konferensi. 

Penyelenggaraan konferensi ini juga menggunakan 16 unit rumah dinas kelas III (rumah dosen UGM) untuk akomodasi peserta tingkat menteri, dan membangun kompleks perumahan 19 unit (15 unit kelas IV dan 4 unit kelas VII) berikut fasilitas olah raga (kolam renang dan lapangan tenis) di Demangan, Kota Yogyakarta serta membangun fasilitas jalan baru (jalan kelas III atau V beserta selokan) untuk penghubung antara kompleks perumahan peserta konferensi di Demangan dengan kompleks UGM (Kedaulatan Rakjat, 14 Maret 1959: 1, dalam Andretti, 2022: 69). 

Penggunaan bangunan untuk penyelenggaraan konferensi ini hanya pada 3 unit bangunan yang baru selesai dibangun (2 unit lainnya telas selesai lebih dahulu dan telah digunakan sebagai fasilitas pendidikan UGM). Pada saat itu, bangunan kompleks Pantja Dharma merupakan satu-satunya gedung hasil karya arsitek orang Indonesia yang memadai untuk memfasilitasi penyelenggaraan kegiatan pertemuan internasional. 

Satu bulan setelah usai pelaksanaan konferensi, pada tanggal 19 Desember 1959 kompleks bangunan lima unit gedung di kawasan Sekip ini diresmikan oleh Presiden Sukarno bersamaan dengan peresmian Gedung Pusat di Bulaksumur. Pada pidato pembukaan Gedung Universitas Gadjah Mada di Bulaksumur tersebut diketahui bahwa Presiden UGM (rektor) menamakan kompleks gedung di Sekip ini sebagai “Wisma Pantjadharma”. 

Setelah lima tahun menjadi anggota Colombo Plan (sejak 1953), Indonesia mengajukan diri sebagai tuan rumah konferensi komite konsultatif. Pengajuan diri Indonesia dilakukan saat Konferensi Komite Konsultatif Colombo Plan X di Seattle, Amerika Serikat pada akhir Oktober hingga awal November 1958. Negara Indonesia dipilih dari opsi Negara Federasi Malaya yang terlebih dahulu mengajukan diri sebagai tuan rumah konferensi.  

Pada 27 Oktober 1958 Menteri Luar Negeri Indonesia Dr. Soebandrio menunjuk Yogyakarta sebagai tuan rumah konferensi (Nasional, 29 Oktober 1958: 1, dalam Andretti, 2022: 45). Pelaksanaan konferensi menggunakan kompleks gedung di Sekip milik Universitas Gadjah Mada yang kala itu baru selesai dibangun. Sejak saat itu di Yogyakarta dibangun berbagai fasilitas pendukung penyelenggaraan konferensi seperti pembangunan perumahan beserta fasilitas pendukung khusus untuk delegasi di Demangan, kota Yogyakarta hingga pembangunan rumah-rumah di Bulaksumur. Pembangunan di Bulaksumur tidak hanya diperuntukan bagi keperluan konferensi saja. Setelah konferensi berakhir rumah-rumah tersebut akan digunakan sebagai perumahan untuk staf pengajar UGM. Dibangun pula jalan penghubung antara kompleks perumahan Demangan dengan kampus UGM yang menjadi tempat konferensi. Selain itu, pembangunan dilakukan pada objek wisata Pantai Parangtritis yang akan dikunjungi oleh para anggota delegasi, beserta pembangunan ruas jalan Kretek-Pantai Parangtiris. 

Melalui pelaksanaan konferensi ini Indonesia berhasil membuktikan diri mampu mengadakan konferensi internasional di tengah gejolak daerah saat itu (di Sumatra dan Sulawesi), memperkenalkan budaya Jawa melalui pertunjukkan pakaian, tari-tarian, serta darmawisata ke candi Borobudur dan Prambanan hingga memperkenalkan kuliner khas Indonesia kepada anggota delegasi dari berbagai negara saat konferensi berlangsung dan sesudah konferensi. 

Yogyakarta memperoleh dampak positif dari pelaksanaan konferensi ini. Misalnya, pembangunan infrastruktur fisik yang pesat di kawasan kota dan objek wisata seperti Pantai Parangtritis, keadaan ekonomi masyarakat yang turut meningkat, pemahaman masyarakat akan kondisi internasional juga meningkat melalui penyelenggaraan pameran yang diadakan selama konferensi. 

Pelaksanaan konferensi ini membawa dampak positif terhadap forum Colombo Plan yang berhasil mencetuskan atau memutuskan berbagai persoalan penting selama konferensi. Beberapa persoalan yang dibicarakan adalah:  

a) menghapuskan istilah “Negara Donor” dan “Negara Penerima Bantuan”. 
b) menggunakan semboyan “Bhineka Tunggal Ika” sebagai semboyan Colombo Plan. 
c) memperingati hari jadi Colombo Plan yang ke-10 pada pertengahan Januari 1960 kelak. 
d)  memperpanjang masa kerja Colombo Plan hingga tahun 1966. 
e) memutuskan Jepang sebagai tuan rumah berikutnya pada Konferensi Komite Konsultatif Colombo Plan XII tahun 1960. 

Signifikansi Colombo Plan sebagai organisasi multilateral bagi Indonesia adalah kesempatan memperoleh bantuan berupa investasi asing untuk pembangunan sumber daya manusia melalui kerja sama beasiswa pendidikan dan pelatihan tenaga kerja. Selain itu Indonesia mendapatkan bantuan dalam bidang pertanian, telekomunikasi, hingga industri. 

Konferensi Colombo Plan di Yogyakarta ini merupakan konferensi internasional terbesar dan penting setelah berlangsungnya Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955 di periode awal pelaksanaan Demokrasi Terpimpin. Pada tahap perencanaan hingga pelaksanaannya melibatkan berbagai unsur bauk pemerintahan RI di pusat maupun pemerintahan daerah di Yogyakarta serta melibatkan berbagai peran serta masyarakat dalam kelancaran pelaksanaannya. 

Situs Cagar Budaya Tempat Konferensi Colombo Plan XI Tahun 1959 di Yogyakarta merupakan salah satu sarana pendidikan milik Universiteit Negeri Gadjah Mada (kemudian berganti nama menjadi Universitas Gadjah Mada) sebagai fasilitas yang awal dibangun sesaat setelah dimulainya proses pembangunan Kantor Pusat Tata Usaha (kemudian dikenal dengan nama Gedung Pusat). 

Situs Cagar Budaya Tempat Konferensi Colombo Plan XI Tahun 1959 di Yogyakarta ini terdiri atas lima unit bangunan, yaitu Sekip Unit I, Sekip Unit II, Sekip Unit III, Sekip Unit IV, yang masing-masing berlantai dua, dan Sekip Unit V berupa gedung berlantai tiga. Gedung Unit I sampai dengan Unit IV awalnya akan digunakan sebagai asrama mahasiswa namun karena kebutuhan ruang kuliah untuk fakultas baru lebih mendesak, maka setelah gedung-gedung tersebut selesai dibangun segera difungsikan sebagai gedung fakultas-fakultas. Kompleks gedung Pantja Dharma sebenarnya tidak dirancang untuk ruang kuliah ataupun fasilitas perpustakaan. Rancangan awal gedung Unit I sampai dengan Unit IV dibangun untuk tempat hunian sebagai asrama mahasiswa, sedangkan gedung Unit V digunakan untuk kantor asrama, ruang pertemuan atau rapat dan ruang makan. Oleh karena itu, di antara deret bangunan utara dan selatan serta di belakang bangunan utama (gedung Unit V) dirancang terdapat area kosong berupa lapangan/ lahan terbuka seluas ±6.800 m2 yang diperkirakan untuk fasilitas bagi aktivitas penghuni. 

Kelima bangunan tersebut berdiri dalam satu kaveling berbentuk empat persegi panjang luas 4,34 ha yang berorientasi utara-selatan (menyimpang ±22° dari arah utara). Dari kelima unit bangunan, terdapat empat gedung dirancang dengan bentuk yang identik, berlantai dua, dan diletakan saling membelakangi (menghadap timur dan barat), masing-masing sepasang berderet terletak di sebelah utara dan selatan. Di antara kedua deret tersebut terletak satu gedung utama dengan bentuk rancangan yang berbeda, berlantai tiga, berdiri menghadap timur.  

Kelima unit bangunan tersebut dikenal dengan nama Unit I, Unit II, Unit III, Unit IV, dan Unit V. Sejak 2016  masing-masing berturut-turut dikenal dengan nama (1) Gedung lso Reksohadiprodjo, (2) Gedung Soeparwi, (3) Gedung Herman Yohannes, (4) Gedung Tjahjono Adi, dan (5) Gedung Perpustakaan (perubahan nama melalui SK Dekan Sekolah Vokasi UGM No. 138/D/SK/SV/2016). Kelima gedung yang berada dalam satu kompleks ini kemudian disebut sebagai “Pantja Dharma”. Kata “Pantja” berarti lima dan kata “Dharma” berarti ajaran atau ilmu pengetahuan. 

Kelima unit gedung tersebut telah memiliki status Bangunan Cagar Budaya sebagai berikut: 

1) Bangunan Cagar Budaya Gedung Iso Reksohadiprodjo Universitas Gadjah Mada
Gedung lso Reksohadiprodjo terletak di sudut timur laut kompleks Pantja Dharma, menghadap timur, memiliki empat massa bangunan yang saling menyatu berbentuk menyerupai huruf “E” terbalik. Gedung ini memiliki dua lantai dengan luas 6.025,21? m2. Gedung ini terdiri atas satu bangunan utama denah persegi panjang melintang utara-selatan dan tiga bangunan denah persegi panjang membujur ke barat yang menempel di belakang bangunan utama. Terdapat koridor di ujung belakang yang menghubungkan masing-masing lantai kedua pada ketiga bangunan yang membujur. 

Pada awalnya bangunan ini dikenal dengan nama “Sekip Unit I” difungsikan pertama kali sebagai kantor dan tempat perkuliahan Fakultas Pertanian dan Kehutanan. Pada tahun 2016 kemudian bangunan ini diberi nama “Gedung Iso Reksohadirpodjo”. Pada tahun 2021 ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya melalui Keputusan Bupati Sleman No. 79.16/Kep.KDH/A/2021 Tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XVI. 

2) Bangunan Cagar Budaya Gedung Soeparwi
Gedung Soeparwi terletak di sudut barat laut kompleks Pantja Dharma, menghadap barat, memiliki empat massa bangunan yang saling menyatu berbentuk menyerupai huruf “E”. Gedung ini memiliki dua lantai dengan luas lantai 6.020,41 m2. Gedung ini terdiri atas satu bangunan utama denah persegi panjang melintang utara-selatan dan tiga bangunan denah persegi panjang membujur ke timur yang menempel di belakang bangunan utama. Terdapat koridor di ujung belakang yang menghubungkan masing-masing lantai kedua pada ketiga bangunan yang membujur. 

Pada awalnya bangunan ini dikenal dengan nama “Sekip Unit II” digunakan oleh Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, berikutnya difungsikan sebagai Rumah Sakit Hewan Prof. Soeparwi. Pada tahun 2016 kemudian bangunan ini diberi nama “Gedung Soeparwi”. Pada tahun 2021 ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya melalui Keputusan Bupati Sleman No. 79.14/ Kep.KDH/A/2021 Tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XIV. 

3) Bangunan Cagar Budaya Gedung Herman Yohannes
Gedung Herman Yohannes terletak di sudut tenggara kompleks Pantja Dharma, menghadap timur, memiliki empat massa bangunan yang saling menyatu berbentuk menyerupai huruf “E” terbalik. Gedung ini memiliki dua lantai dengan luas bidang bangunan 6.110,14? m2. Gedung ini terdiri atas satu bangunan utama denah persegi panjang melintang utara-selatan dan tiga bangunan denah persegi panjang membujur ke barat yang menempel di belakang bangunan utama. Terdapat koridor di ujung belakang yang menghubungkan masing-masing lantai kedua pada ketiga bangunan yang membujur. 

Pada awalnya bangunan ini dikenal dengan nama “Sekip Unit III” digunakan oleh Fakultas Matematika dan ilmu pengetahuan Alam (MIPA). Pada tahun 2016 kemudian bangunan ini diberi nama “Gedung Herman Yohannes”. Pada tahun 2021 ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya melalui Keputusan Bupati Sleman No. 79.15/Kep.KDH/A/2021 Tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XV. 

4) Bangunan Cagar Budaya Gedung Tjahjono Adi
Gedung Tjahjono Adi terletak di sudut barat daya kompleks Pantja Dharma, menghadap barat, memiliki empat massa bangunan yang saling menyatu berbentuk menyerupai huruf “E”. Gedung ini memiliki dua lantai dengan luas 6.036,01?? m2. Gedung ini terdiri atas satu bangunan utama denah persegi panjang melintang utara-selatan dan tiga bangunan denah persegi panjang membujur ke timur yang menempel di belakang bangunan utama. Terdapat koridor di ujung belakang yang menghubungkan masing-masing lantai kedua pada ketiga bangunan yang membujur. 
Pada awalnya bangunan ini dikenal dengan nama “Sekip Unit IV” digunakan oleh Fakultas Teknik. Pada tahun 2016 kemudian bangunan ini diberi nama, “Gedung Tjahjono Adi”. Pada tahun 2021 ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya melalui Keputusan Bupati Sleman No. 79.17/Kep.KDH/A/2021 Tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XVII. 

5) Bangunan Cagar Budaya Gedung Perpustakaan Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada
Gedung Perpustakaan SV UGM terletak di tengah kompleks Pantja Dharma sisi timur, di antara deret bangunan utara dan selatan. Fasad bangunan menghadap timur, denah bangunan berbentuk empat persegi panjang melintang utara-selatan berukuran 53 m x 20 m. Pada sisi belakang gedung (barat) terdapat bagian gedung yang menonjol ke bara t berbentuk persegi berukuran 16 m x 16 m. Gedung ini memiliki tiga lantai dengan luas 3.948 m2. Bangunan ini merupakan gedung utama yang paling menonjol di dalam Kompleks Pantja Dharma UGM berdasarkan posisi keletakan, tinggi bangunan, dan tampilan fasad, yang memiliki perbedaan dengan keempat gedung yang lain.  

Pada awalnya bangunan ini dikenal dengan nama “Sekip Unit V” digunakan sebagai Perpustakaan Universitas. Pada tahun 2016 kemudian bangunan ini diberi nama “Gedung Perpustakaan”. Pada tahun 2021 ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya melalui Keputusan Bupati Sleman No. 79.18/Kep.KDH/A/ 2021 Tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XVIII.  

Sejak peresmian Universitas Gadjah Mada (kala itu menggunakan nama “Universiteit Negeri Gadjah Mada”) pada 19 Desember 1949 sebagai universitas pertama yang didirikan oleh Republik Indonesia, Universitas ini belum memiliki sarana penyelenggaraan pendidikan milik sendiri sehingga menggunakan pinjaman beberapa fasilitas milik Kraton Yogyakarta. Setahun setelah pendiriannya, melalui laporan rektor pada Dies Natalis yang pertama pada 19 Desember 1950 direncanakan usaha penyediaan serta pembelian lahan dan pendirian bangunan untuk fasilitas universitas (Laporan Tahunan Universitit Negeri Gadjah Mada, 1952: 14).  

Persiapan teknis pembangunan dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia yang saat itu berkedudukan di Yogyakarta. Pemerintah melalui Kementerian Pekerdjaan Umum dan Tenaga, bagian Djawatan Gedung-Gedung kemudian menugaskan Insinyur Praktik Soetardjo dan arsiteknya Insinyur Praktik Hadinegoro untuk merancang dan membuat gambar gedung. Setahun kemudian pada 19 Desember 1951 terselenggara seremoni peletakan batu pertama oleh Presiden RI Soekarno (Laporan Tahunan Universitit Negeri Gadjah Mada, 1952: 15). 

Pada perkembangan berikutnya diperlukan pembangunan asrama untuk menampung mahasiswa, maka pada 13 April 1952 didirikan Jajasan Guna Dharma untuk usaha pembangunan ini. Selanjutnya melalui yayasan ini diperoleh bantuan dari Kantor Planologi yang diwakili oleh Prof. Poerbodiningrat dan Insinyur Praktik Djojosoegardo. (Laporan Tahunan Universitit Gadjah Mada, 1952: 16; 1953: 10). Presiden Universitas Prof. Dr. M. Sardjito dalam laporan tahunan pada 1953 menjelaskan bahwa kerja sama yang terjalin antara Universitit Negeri Gadjah Mada, Jawatan Gedung-Gedung dengan Yayasan Guna Dharma, adalah untuk membangun asrama mahasiswa untuk sekitar 1.000 orang, gedung tata usaha bertingkat dua, asrama mahasiswa di Baciro, asrama putri, rumah-rumah guru, dan gedung-gedung darurat. 
Beberapa bangunan di kawasan Sekip (kompleks gedung Pantja Dharma) dapat diselesaikan pembangunannya lebih awal dari pada Gedung Pusat di kawasan Bulaksumur. sehingga dimanfaatkan untuk penyelenggaraan pendidikan beberapa fakultas sudah dapat dimanfaatkan. Pada akhir Desember 1955 gedung Unit I di Sekip dimanfaatkan terlebih dahulu oleh Fakultas Pertanian meskipun baru menempati lantai 1 (Laporan Tahunan Universitas Gadjah Mada, 1956: 8). Pada 17 Desember 1957, Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan yang semula berkantor di Bintaran serta tempat kuliah dan praktikum di Dalem Mangkubumen pindah ke Sekip gedung Unit II (Laporan 10 Tahun Fakultas Kedokteran Hewan dan Fakultas Peternakan, 1959: 71). Pada 1958 UGM memperoleh tambahan sumbangan-sumbangan buku dari berbagai lembaga internasional sehingga perpustakaan yang semula berada di Jl. Setjodiningratan (saat ini bangunan Hotel Limaran) untuk sementara dipindah ke Sekip gedung Unit V, sebelum gedung perpustakaan yang sesungguhnya yang direncanakan akan terletak di sebelah utara Gedung Pusat dapat dibangun (Laporan Tahunan Universitas Gadjah Mada, 1958: 14; Sholikhah, 2020).

Status : Situs Cagar Budaya
Periodesasi : Pasca Kemerdekaan
Tahun : 1959
Alamat :

SK Gubernur : SK GUB DIY No 211/KEP/2024


Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Peristiwa Sejarah : Situs Cagar Budaya Tempat Penyelenggaraan Konferensi Colombo Plan XI di Yogyakarta, pada awal pembangunan dari tahun 1953, gedung deret utara (Unit I dan Unit II/Gedung Iso Reksohadiprodjo dan Gedung Soeparwi terlah berdiri terlebih dahulu pada akhir tahun 1956, meskipun baru selesai satu lantai namun segera digunakan untuk aktivitas perkuliahan. Kemudian pada pertengahan tahun 1959 seluruh unit bangunan di kompleks Pantja Dharma telah selesai dibangun.  Beberapa bulan sebelum peresmiannya beberapa gedung pada kompleks Pantja Dharma di Sekip pada tanggal 26 Oktober sampai dengan 14 November 1959 digunakan sebagai tempat pelaksanaan Konferensi Colombo Plan ke-11. Konferensi ini merupakan pertemuan internasional yang dihadiri oleh 21 negara yang mana Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggara. Konferensi Colombo Plan sebelumnya (ke-10) diselenggarakan di Seattle, Amerika Serikat, sedangkan penyelenggaraan sesudahnya (konferensi ke-12) dilaksanakan di Tokyo, Jepang. Konferensi Colombo Plan di Yogyakarta ini terbagi dalam dua bagian, yaitu Konferensi Tingkat Ahli yang berlangsung dari tanggal 26 Oktober–6 November 1959 dan Konferensi Tingkat Menteri yang berlangsung tanggal 11–14 November 1959. Pada saat rangkaian penyelenggaraan konferensi, gedung Pantja Dharma disebut Colombodorp. Dalam pelaksanaan konferensi ini hanya menggunakan tiga unit gedung yaitu Unit III dan Unit IV, dan Unit V yang digunakan untuk kegiatan pameran, kantor delegasi, press room, kantor pos telegram dan telepon, kantor host committee, toko-toko suvenir, Kantor Cabang Bank Indonesia, Kantor GIA, rumah makan, kantor imigrasi, ruang untuk pemutaran film, klinik dan lain-lain. Gedung Unit V digunakan sebagai tempat utama untuk sidang pertemuan atau sebagai Main Conference Hall.  Bagi para delegasi tingkat ahli disediakan penginapan di perumahan Kompleks Demangan (yang dibangun khusus untuk keperluan acara konferensi ini). Sedangkan sebagai para delegasi tingkat menteri disediakan perumahan dosen di kompleks Bulaksumur. Sedangkan Hotel Garuda dipergunakan sebagai tempat penginapan bagi para wartawan dalam dan luar negeri yang meliputi jalannya Konferensi (Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, 2010; Supriafianto, 2022:106 ). Pemilihan gedung Pantja Dharma di Yogyakarta sebagai tempat konferensi mempertimbangkan bahwa penyelenggaraan pertemuan internasional yang terbesar kedua (setelah pemerintah Republik Indonesia menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika 1955 di Kota Bandung), haruslah menggunakan infrastruktur gedung/bangunan buatan bangsa Indonesia itu sendiri. Pada saat itu gedung inilah yang merupakan bangunan yang pertama dirancang dan didirikan oleh orang Indonesia dan siap digunakan. Setelah konferensi selesai, Gedung Pantja Dharma kembali diserahkan kembali kepada Jajasan Guna Dharma yang kemudian diresmikan pada 19 Desember 1959 dan dimanfaatkan oleh Universitas Gadjah Mada.
Nilai Sejarah : Situs Cagar Budaya Tempat Konferensi Colombo Plan XI Tahun 1959 di Yogyakarta merupakan bukti sejarah berupa fasilitas fisik yang pertama dibangun dan dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia yang digunakan sebagai sarana utama yang representatif dalam penyelenggaraan pertemuan internasional (XIth Consultative Committee Conference Colombo Plan) pada tahun 1959 sebagai salah satu pertemuan internasional yang menghasilkan kerja sama multilateral di bidang ekonomi dan pembangunan Sumber Daya Manusia.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI
Pengelolaan
Nama Pengelola : Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada
Catatan Khusus :