Arca Lapik Garuda Candi Prambanan (BG 1564) ditemukan pada Zaman Belanda (tahun 1890-an) di timur Candi Prambanan berjarak kurang lebih 700 m. Arca tersebut berwarna abu-abu dan terdiri dari tiga bagia, yakni alas, badan garuda, dan lapik. Bagian alas berbentuk segi empat dengan lebar 65 cm, Panjang 72 cm, dan tinggi 20 cm. Lapik berbentuk bunga Teratai dengan tinggi 15 cm dan diameter 65 cm. Saat ini, Arca Lapik Garuda Candi Prambanan (BG 1564) disimpan di Museum Taman Wisata Candi Prambanan.
Arca Lapik Garuda Candi Prambanan (BG 1564) dikategorikan sebagai lapik arca/asana. Lapik arca atau asana merupakan salah satu komponen penting dari sebuah candi atau bangunan suci Hindu-Buddha. Asana dihiasi dengan relief tokoh Gauda dan Naga yang mengingatkan pada cerita Garudeya, yang menggambarkan perseteruan antara Garuda, simbol dunia atas, dan Naga atau ular kobra, simbol dunia Bawah. Keduanya dibawah naungan Dewa Wisnu. Pada candi berlatar Hindu, asana biasanya ditempatkan di candi perwara tengah, yaitu candi yang terletak di depan candi induk, dan sering kali mengapit arca Nandi, kendaraan Dewa Siwa.
Secara praktis, asana berfungsi sebagai tempat menaruh sesaji, sementara secara simbolis, asana melambangkan tempat hadirnya sosok dewa yang dipuja. Berkaitan dengan hal itu penghormatan juga diwujudkan dengan pemujaan terhadap tempat duduknya. Tradisi pemujaan terhadap sana masih dapat ditemukan hingga kini, misalnya di Bali. Tempat duduk atau asana tersebut dikenal dengan sebutan pelinggih.
Arca Lapik Garuda Candi Prambanan (BG 1564) tersebut digambarkan berwajah garuda, berbadan dan bertangan manusia (anthromorphic). Atributnya berupa kundela (hiasan telinga) berbentuk bulat, tangan menggenggam sesuatu, memakai gelang ganda, dan kalung untaian Mutiara. Kepala Garuda menghadap ke depan dengan rambut keriting melingkar dan memakai jamang. Matanya terbelalak bulat dan paruhnya sedikit patah. Di Bawah Garuda tersebut terdapat gambaran seekor Naga yang dibentuk melilit dengan letak kepalanya tegak ke depan. Ketiga gambaran tersebut (lapik, garuda, dan naga) berada di atas lapik berbentuk bujur sangkar. Permukaan asana dihiasi dengan pahatan geometris berbentuk heksagonal.
Hiasan Garuda dan Naga pada lapik dapat dihubungkan dengan latar cerita Garuda dan Amerthamanthana (pengadukan samudera susu yang dilakukan oleh dewa dan asyura). Garuda adalah anak Winata sedangkan para Naga (ular) adalah anak Kadru. Mereka sama-sama menjadi istri dari Kasyapha. Pada suatu saat, Kadru dan Winata berselisih dan bertaruh mengenai warna ekor kuda Uccaiharawa yang muncul bersama air amerta Ketika diadakan pengadukan samudra (Samudra Manthana). Akhirnya Winata kalah dan menjadi Budak Kadru. Winata dapat bebas dari perbudakan asalkan Garuda dapat mencarikan air Amerta sebagai penebus ibunya. Hal ini disanggupi oleh Garuda dan ia berhasil membebaskan ibunya dari perbudakan Kadru dan anak-anaknya yang berwujud ular (naga). Sejak itu Ular Naga bermusuhan dengan Garuda dan Ular Naga senantiasa menjadi mangsa Garuda. Di samping itu dapat pula ditafsirkan bahwa Garuda adalah simbol dunia atas dan Ular Naga sebagai simbol dunia Bawah.