Loading

Arca Laksmi Nomor Inventaris C.56

Status : Benda Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Di dalam agama Hindu dikenal adanya dewa-dewa yang diwujudkan dalam bentuk arca. Agama Hindu mengenal Dewa Trimurti sebagai satu kesatuan tiga dewa tertinggi (major deities) di atas dewa-dewa lainnya. Dewa Trimurti terdiri atas Dewa Brahma sebagai pencipta, Dewa Wisnu sebagai pemelihara, dan Dewa Siwa sebagai pembinasa atau perusak. Dari ketiga dewa itu Wisnu dan Siwa yang sering dipuja, mengingat dewa pencipta dengan sendirinya terdesak oleh kepentingan manusia yang lebih memperhatikan berlangsungnya apa yang sudah tercipta. Segala sesuatu yang akan binasa karena waktu, lebih mendapat perhatian. Di antara pemeluk agama Hindu ada yang memuja Siwa (golongan Saiwa) dan Wisnu (golongan Waisnawa).

Wisnu dikatakan memiliki sifat seperti matahari dan telah mengunjungi tujuh bagian dunia. Wisnu dikenal juga dengan sebutan triwikrama sebab ia berhasil mengelilingi dunia dalam tiga langkah. Wisnu merupakan dewa penjelmaan tiga elemen yaitu api, halilintar, dan sinar matahari. Ketiga elemen ini merupakan perwujudan dari tiga perjalanan matahari, yakni terbit, cakrawala (zenit), dan terbenam. Wisnu merupakan dewa pelindung yang didampingi oleh sakti atau pasangannya, yakni Laksmi.

Dalam mitologi Hindu Laksmi dikenal juga dengan nama Sri atau Sri-Laksmi. Laksmi diceritakan muncul ke dunia saat Wisnu melakukan pengadukan Lautan Susu (samudra manthana) untuk memperoleh amerta atau air kehidupan.

Dalam Kitab Wisnu Purana, Dewi Bhagawat Purana, Padma Purana, dan Mahabharata dikisahkan bahwa dunia tengah berada dalam ambang kehancuran. Oleh karena itu Wisnu sebagai dewa pemelihara dunia memerintahkan para dewa, raksasa dan makhluk mitologi lainnya untuk mengaduk Lautan Susu agar memperoleh amerta. Setelah Lautan Susu diaduk maka keluarlah permata, kuda Ucaisrawa, dan Laksmi yang membawa kekayaan berupa emas, permata, dan amerta. Setelahnya Laksmi menjadi pendamping Wisnu yang senantiasa memberikan kekuatan dan kesetiaan bagi suaminya.

Di Jawa, Laksmi diyakini sebagai dewi keberuntungan. Ia juga menjadi simbol kesuburan dan kemakmuran. Peran tersebut tampak dalam upacara-upacara pemujaan Laksmi yang ditujukan guna memperoleh kesuburan tanah dan panen yang berlimpah. Para pemuja Laksmi pada umumnya ialah kaum petani dan pedagang.

Laksmi dalam ikonografi Hindu dapat digambarkan sendirian atau bersama Wisnu. Jika Laksmi digambarkan bersama dengan Wisnu maka ia disebut dengan Laksmi. Apabila Laksmi digambarkan sendirian ia dapat disebut dengan Sri atau Laksmi. Sri ketika digambarkan bertangan dua maka ia membawa srifala (kelapa) dan padma. Ia dapat didampingi oleh pembawa air maupun gajah yang membawa tempat air.

Laksmi apabila digambarkan dengan delapan tangan, maka ia membawa dhanu (busur), gad? (gada), bana (anak panah), padma (teratai merah), cakra (cakram), sankha (kerang), penumbuk kayu, dan ankusha (pengait gajah). Jika Laksmi digambarkan dengan empat tangan maka ia membawa cakra (cakram), sankha (kerang), padma (teratai merah), dan penumbuk kayu. Ia juga dapat membawa mah?lunga (sejenis jeruk lemon), dua tangkai padma (teratai merah), dan kamandalu (kendi madu). Variasi lainnya ialah padma (teratai merah), bilwa (apel hutan), sankha (kerang), dan kendi ambrosia.

Laksmi yang bertangan dua digambarkan memegang sankha (kerang) dan padma (teratai merah). Laksmi juga didampingi oleh widyadhara pada kedua sisinya. Laksmi yang didampingi dengan Wisnu dan bertangan dua digambarkan memegang padma (teratai merah), dan srifala (kelapa); atau memegang padma di kedua tangannya. Ia dapat duduk di sebelah kiri Wisnu atau di atas ular Ananta atau burung elang. 

Arca Laksmi (Nomor Inventaris C.56) digambarkan dalam posisi tegak atau samabhanga. Arca dipahat dengan stela atau sandaran arca bertabur mutiara, di atas sebuah lapik atau asana berhias bunga padma (teratai merah) atau padmasana. Di bawah padmasana terdapat landasan berbentuk persegi. Laksmi digambarkan dengan siracakra atau lingkaran kedewaan di belakang kepalanya, serta bertangan empat. Tangan kanan dan kiri yang belakang masing-masing memegang cakra atau cakram yang berbentuk seperti roda kereta serta objek yang diduga sankha (kerang). Cakra dan sankha pada tangan belakang Laksmi menunjukkan identitasnya sebagai pasangan Wisnu. Tangan depan Laksmi yang kanan menunjukkan sikap memberi hadiah atau varadahasta, yakni posisi lengan kanan disamping tubuh dengan telapak tangan menghadap ke atas.
 
Arca Laksmi (Nomor Inventaris C.56) digambarkan memakai perhiasan yang raya, yakni jamang (mahkota), kundala (giwang), hara (kalung), keyura (kelat bahu), udarabandha (sabuk), kankana (gelang), dan padavalaya (gelang kaki). Pada samping kanan dan kiri Laksmi terdapat pahatan berupa dua bunga padma. Lengan kiri Laksmi yang depan patah dan hilang.

Arca Laksmi (Nomor Inventaris C.56) ditemukan di pekarangan warga Padukuhan Pinggir, Kalurahan Sidomulyo, Kapanewon Bambanglipuro, Kabupaten Bantul. Di sebelah arca Laksmi terdapat sebuah Yoni (Nomor Inventaris C.57), dan Jambangan (Nomor Inventaris C.58).

Status : Benda Cagar Budaya
Periodesasi : Klasik
Alamat : Pinggirr RT 5, Sidomulyo, Bambanglipuro, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

SK Walikota/Bupati : Keputusan Bupati Bantul


Lokasi Penemuan : Padukuhan Pinggir, Kalurahan Sidomulyo, Kapanewon Bambanglipuro, Kabupaten Bantul
Bahan Utama : Batu Andesit
Keterawatan : /
Dimensi Benda : Panjang -
Lebar 45 cm
Tinggi 72 cm
Tebal 50 cm
Diameter -
Berat -
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Peristiwa Sejarah : Arca Laksmi (Nomor Inventaris C.56) di Padukuhan Pinggir RT 5, Kalurahan Sidomulyo, Kapanewon Bambanglipuro, Kabupaten Bantul pernah diinventaris serta tercatat dalam:a. Laporan Inventarisasi Kepurbakalaan di Kecamatan Bambanglipuro, Bantul Tahun 1984 oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Daerah Istimewa Yogyakarta,b. Laporan Inventarisasi Kepurbakalaan di Kecamatan Bambanglipuro, Bantul Tahun 1990 oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Daerah Istimewa Yogyakarta, danc. Laporan Herinventarisasi Benda Cagar Budaya di Kecamatan Bambanglipuro Kabupaten Bantul Tahun 2015 oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta.
Konteks : Kebudayaan Hindu berkembang di Jawa pada abad ke-7 Masehi. Melalui Prasasti Dakawu/Tukmas yang ditemukan di Grabag, Magelang dapat diketahui adanya masyarakat pemeluk agama Hindu yang memuja mata air suci yang mengalirkan air layaknya Sungai Gangga.Pada abad ke-8, agama Hindu menjadi salah satu agama kerajaan Mataram Kuno yang berdiri di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Raja pertama Mataram Kuno yang bernama Sanjaya merupakan penganut agama Hindu. Ia mendirikan lingga di atas Gunung Wukir sebagai bukti kejayaannya. Penerus Sanjaya yang beragama Hindu kemudian memerintahkan pendirian Candi Prambanan yang megah sebagai tempat sembahyang kerajaan.Di Bantul, perkembangan agama Hindu dapat diketahui melalui temuan berupa bangunan, struktur, arca, dan prasasti yang tersebar dari bagian utara hingga selatan Kabupaten Bantul. Di Mangir, Kasihan, dan sekitar Makam Syeh Belabelu di Kretek, telah ditemukan yoni dan arca Nandi yang menunjukkan bahwa persebaran kebudayaan Hindu tidak hanya ada di sekitar Prambanan.Arca diyakini sebagai media untuk berinteraksi dengan dewa. Oleh karena itu arca-arca dewa tidak dapat dibuat secara sembarangan. Terdapat ketentuan-ketentuan khusus yang harus dipenuhi pemahat agar arca dapat ditempatkan dalam tempat persembahyangan. Di India, arca Laksmi mendapatkan penghormatan khusus karena ia adalah pasangan Wisnu.
Riwayat Penemuan : Arca Laksmi (Nomor Inventaris C.56) ditemukan di pekarangan warga Padukuhan Pinggir, Kalurahan Sidomulyo, Kapanewon Bambanglipuro, Kabupaten Bantul.
Nilai Sejarah : Memperlihatkan bukti-bukti peradaban sejarah di Indonesia, pengenalan agama dan kebudayaan India, dan teknik pahat yang memperlihatkan kemajuan kehidupan masyarakat waktu itu, serta menunjukkan informasi bahwa di Padukuhan Pinggir, Kalurahan Sidomulyo, Kapanewon Bambanglipuro sudah ada masyarakat yang menganut agama Hindu dalam tata kehidupan yang terstruktur.
Nilai Ilmu Pengetahuan : Mempunyai potensi untuk diteliti dalam rangka menjawab masalah di bidang ilmu arkeologi, sejarah, dan antropologi.
Nilai Agama : Menunjukkan adanya benda yang masih terkait dengan aktivitas keagamaan atau religi agama Hindu pada abad ke-8 hingga abad ke-10.
Nilai Budaya : Sebagai hasil kebudayaan yang mencerminkan jati diri suatu bangsa, kedaerahan atau komunitas tertentu yaitu komunitas penganut agama Hindu pada abad ke-8 hingga ke-10 di Kapanewon Bambanglipuro.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X
Pengelolaan
Nama Pengelola : Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X