Loading

Beduk Kyai Dondong Masjid Gedhe Mataram Kotagede

Status : Benda Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Beduk Kyai Dondong Masjid Gedhe Mataram Kotagede terletak di serambi Masjid Gedhe Mataram Kotagede yang berada Padukuhan Sayangan RT 04 Jagalan, Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul. Beduk Kyai Dondong yang ada di Masjid Gedhe Mataram berfungsi sebagai penanda waktu sholat lima waktu sebelum adzan dikumandangkan dan dibunyikan pada waktu-waktu tertentu.

Beduk Kyai Dondong terbuat dari kayu bayam (Intsia bijuga) yang diberi besi penguat yang dipasang melingkari Beduk. Di kedua sisi Beduk ditutup samakan kulit hewan yang dikunci dengan patok kayu. Beduk Kyai Dondong memiliki diameter 100 cm dan panjang 186 cm.

Beduk Kyai Dondong digantung pada struktur kerangka yang terbuat dari kayu serta ditopang di atas umpak yang terbuat dari kayu. Struktur kerangka Beduk Kyai Dondong berukuran 156 cm x 154 cm, dan tinggi 199 cm. Ukuran kerangka kayu penopang Beduk Kyai Dondong ialah 11 cm x 10,5 cm, sedangkan ukuran umpak 20,5 cm x 20 cm tinggi 7 cm.

Status : Benda Cagar Budaya
Periodesasi : Islam
Tahun : 1590
Bagian dari : Lokasi Masjid Mataram Kota Gede
Alamat : Sayangan RT 04, Jagalan, Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
7.829379° S, 110.398176° E

SK Walikota/Bupati : Keputusan Bupati Bantul No. 511 Tahun 2024


Lokasi Beduk Kyai Dondong Masjid Gedhe Mataram Kotagede di Peta

Bahan Utama : Logam
Bahan Pendamping : kayu bayam; besi sebagai penguat; disekeliling beduk dilapisi kulit hewan; dan kayu sebagai tempat menggantung bedug
Keterawatan : Utuh dan Terawat,Utuh /
Dimensi Benda : Panjang 186 cm
Lebar -
Tinggi -
Tebal -
Diameter 100 cm
Berat -
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Bahan Pendamping : kayu bayam; besi sebagai penguat; disekeliling beduk dilapisi kulit hewan; dan kayu sebagai tempat menggantung bedug
Dimensi Struktur
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Konteks : Sebelum Masjid Gedhe Mataram Kotagede dibangun, sudah berdiri langgar yang didirikan oleh Ki Ageng Pemanahan, pada tahun 1587 atau tiga tahun setelah wafatnya Ki Ageng Pemanahan, Sutawijaya yang juga merupakan putranya, mengembangkan bentuk langgar menjadi bentuk masjid. Berdirinya Masjid Gedhe Mataram Kotagede bermula dari sebuah langgar yang didirikan di daerah Alas Mentaok pada masa kepemimpinan Ki Ageng Pamanahan (1568-1575). Pada tahun 1580-an, putra Ki Ageng Pamanahan yang bernama Sutawijaya naik tahta menjadi raja bergelar Jawa. Beliau-lah yang mengembangkan langgar tersebut menjadi sebuah masjid, sedangkan bangunan yang dahulu dipakai untuk langgar dialih fungsikan menjadi cungkup makam. Pada masa awal pengembangan ini bangunan Masjid Gedhe Mataram terdiri dari ruang utama (liwan) yang ditopang oleh empat saka guru, mihrab, dan Beduk Kyai Dondong. Apabila mengacu pada keterangan Babad Momana, pendiri Masjid Gedhe Mataram terjadi pada tahun 1511 Taun Dal atau 1589 M.Masjid Gedhe Mataram Kotagede merupakan sebuah peninggalan sejarah yang menjadi saksi kebesaran Kerajaan Mataram Islam. Ditinjau dari sejarahnya yang panjang dari abad XVI hingga sekarang, tentu banyak perubahan dan pengembangan yang telah dialaminya. PemBeduk Kyai Dondong dan renovasi masjid ini dilakukan secara bertahap hingga mempunyai tampilan seperti sekarang ini.Pada masa Sultan Agung menjabat sebagai raja Mataram yang ketiga, pembangunan masjid disempurnakan dengan menambah serambi. Perluasan tersebut telah dikerjakan beberapa kali oleh beberapa generasi. Pada tahun 1796 M, seiring dengan perkembangan fungsi masjid, maka diadakan penambahan bagunan pada serambi depan timur masjid. Hal ini dilakukan oleh Keraton Surakarta. Penambahan emperan, pawudhon putra serta penggantian atap sirap dilakukan oleh organisasi Muhammadiyah. Untuk membatasi wilayah sakral dan profane, maka dibuat pagar keliling masjid. Tugu pada halaman Masjid Gedhe Mataram Kotagede dibangun oleh Pakubuwono X pada tahun 1926 sebagai prasasti atau simbol bangunan. Pada tahun 1995 pembangunan lengkung atas gerbang masuk dari pelataran ke serambi terbuat dari logam. Tahun 1997 perbaikan lantai masjid menggunakan teraso dan terakhir pemugaran pada tahun 2015 oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dilakukan perbaikan pada struktur atap bangunan utama.Dikisahkan bahwa sejarah Beduk Kyai Dondong Masjid Gedhe Mataram Kotagede berkaitan dengan Sunan Kalijaga. Pada awalnya Masjid Gedhe Mataram Kotagede belum mempunyai beduk. Sunan Kalijaga yang saat itu tengah berada di Desa Dondong di Kulon Progo menemukan kayu yang dirasa cocok untuk dibuat menjadi beduk. Sunan Kalijaga kemudian memerintahkan seseorang bernama Nyai Brintik untuk membawa kayu tersebut ke Kerajaan Mataram Islam. Sesuai dengan perintah Sunan Kalijaga, kayu dibawa oleh Nyai Brintik dari Desa Dondong di Kulon Progo ke Kotagede untuk dibuat sebagai beduk. Setelahnya, Nyai Brintik bermukim di timur Masjid Mataram Kotagede hingga anak-cucunya. Disebutkan bahwa itulah asal-usul nama Kampung Dondongan yang terletak di depan Masjid Kotagede disebut dengan Kampung Dondongan.
Nilai Sejarah : Memberikan informasi tentang perkembangan setelah pendirian bangunan Masjid Gedhe Mataram Kotagede (1578-1587).
Nilai Ilmu Pengetahuan : Beduk Kyai Dondong Masjid Gede Mataram Kotagede merupakan bukti arkeologis; serta bermanfaat untuk dijadikan objek penelitian teknik, arsitektur, arkeologi, antropologi, dan sejarah.
Nilai Budaya : Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa khususnya masyarakat Bantul.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Pengelolaan
Nama Pengelola : Takmir Masjid Gede Mataram Kotagede Yogyakarta
Catatan Khusus : Koordinat pada NR: 49 M X: 433651 Y: 9134517