Loading

Fragmen Kemuncak Candi Ganang

Status : Benda Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Fragmen kemuncak ditemukan diantara sebaran batu-batu balok di atas permukaan tanah yang diduga merupakan reruntuhan sebuah bangunan candi. Lokasi tersebut merupakan milik warga Padukuhan Ganang, Kalurahan Ngawis, Kapanewon Karangmojo. Posisi Padukuhan Ganang berada sejauh 11,6 Km di sebelah timur laut Kota Wonosari. Untuk menuju lokasi tersebut diperlukan waktu tempuh selama 22 menit jika menggunakan kendaraan pribadi. Sehari-hari lahan tersebut digunakan oleh pemilik tanah yang bernama Suyitno (64 tahun) dan Munjiah (61 tahun) untuk bercocok tanam. Suyitno dan Munjiah adalah kakak beradik. Keduanya merupakan pewaris lahan milik orang tua mereka yang bernama Diyorejo (meninggal tahun 1996). Oleh masyarakat setempat, reruntuhan batu candi di lahan Diyorejo disebut sebagai Candi Ganang. 

Petak tanah milik Suyitno dan Munjiah berada pada permukaan tanah yang relatif datar dengan gambaran lingkungan berupa ladang disekitar pemukiman. Rumah Suyitno dan Munjiah dibangun di atas lahan sisi barat, lahan sisi timur dan selatan digunakan sebagai ladang. Lahan sisi utara berupa tanah bekas ladang yang tidak digunakan lagi dan dimanfaatkan sebagai kebun tanaman jati. Sementara itu di sepanjang sisi timur, di luar lahan kedua orang tersebut terdapat sebuah sungai kecil. Rumah Munjiah berada di selatan rumah Suyitno. Selain bangunan rumah, di atas lahan milik Munjiah terdapat sebuah sumur dan sebuah kandang sapi.
 
Batu-batu candi yang ditemukan di atas lahan Suyitno dan Munjiah tersebar di atas lahan mereka dengan konsentrasi batu besar di sisi selatan, sementara batu-batu yang relatif lebih kecil di sisi utara. Temuan batu besar diantaranya adalah Yoni dan doorpel. Batu-batu lain diduga merupakan batu isian candi, batu takik, fragmen batu berpelipit, dan umpak batu yang tersebar hampir diseluruh permukaan lahan. Sebagian besar temuan batu saat ini berada di pematang lahan dan digunakan sebagai talud. Menurut Munjiah batu-batu yang semula berada di tengah ladang dan mengganggu aktifitas pertanian, dengan sengaja mereka rapikan ke tepi ladang. 

Sebuah batu fragmen kemuncak candi ditemukan di sebelah timur sumur milik Munjiah. Batu tersebut digunakan sebagai talud penahan tanah. Dugaan sementara, fragmen kemuncak Candi Ganang merupakan batu paling atas dari unit kemuncak bangunan yang sudah terpisah satu dengan yang lainnya. Fragmen kemuncak terbuat dari batu putih yang memiliki bagian sebagai berikut: bagian bawah berupa pen yang berbentuk limas terpancung, bagian tengah berupa bingkai dengan profil half round, bagian paling atas atau finial berupa asakalinga dengan bentuk prisma segi delapan. Meskipun hanya berupa fragmen kemuncak namun dapat dipastikan bahwa komponen kemuncak tersebut adalah ratna. Secara umum fragmen kemuncak Candi Ganang sudah dalam keadaan aus dan mengalami kerusakan pada beberapa bagian.

Status : Benda Cagar Budaya
Periodesasi : Klasik
Alamat : RT 03 RW 09, Ganang, Ngawis, Karangmojo, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

SK Walikota/Bupati : SK BUP Gunungkidul 119/KPTS/2023


Lokasi Penemuan : Di Ladang milik Munjiah dan Suyitno, RT 03 RW 09, Ganang, Ngawis, Karangmojo, Gunungkidul, DIY
Bahan Utama : Batu Batu Putih
Keterawatan : Utuh dan Terawat,Tidak Utuh /
Dimensi Benda : Panjang 161 cm
Lebar 90 cm
Tinggi 75 cm
Tebal -
Diameter -
Berat -
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Peristiwa Sejarah : Sejarah Pemanfaatan Candi Ganang Sejauh informasi yang diperoleh mengenai sejarah candi yang terdapat di wilayah Ganang ini, belum ditemukan satu penelitianpun yang pernah dilakukan terhadap temuan ditempat tersebut. Menilik besarnya jumlah temuan yang berada di lokasi disertai dengan informasi dari narasumber berdasarkan pengamatan pada masa lalu maka dapat diketahui bahwa reruntuhan candi Ganang semula berwujud dua buah gundukan tanah berisi material balok batu setinggi 2 meter. Almarhum Diyorejo yang memiliki tanah tersebut kemudian memindahkan batu-batu serta tanah dari gundukan tersebut dalam rangka kegiatan pertanian. Menurut penjelasan Munjiah (61 tahun) dan Suyitno (63 tahun) – kakak beradik yang merupakan anak Diyorejo, mengatakan bahwa orang tua mereka sering menceritakan kalau di lahan tersebut masih banyak batu beraneka ragam bentuk yang masih berada di dalam tanah. Sebelum digunakan sebagai lahan pertanian dan rumah tinggal, pekarangan Diyorejo berupa tanah berbukit dengan balok balok batu yang berserakan di atas permukaannya. Ketika orang tua mereka membangun rumah di tempat tersebut, kedua bukit kemudian mereka “bersihkan” dijadikan tegalan hingga menjadi datar seperti sekarang ini. Sisa-sisa batu yang masih dapat ditemui di atas permukaan tanah saat ini diantaranya adalah batu-batu balok besar dan kecil, batu bertakik, batu umpak, yoni, fragmen kemuncak candi dan batu-batu isian candi, Menurut penjelasan kepala Padukuhan setempat yang bernama Handoko (43 tahun), batu-batu yang tersebar di lingkungan pekarangan Diyorejo dimanfaatkan untuk dijadikan batu talud penahan tanah. Sebarannya merata di seluruh lahan milik Munjiah dan Suyitno. Sejumlah batu lainnya bahkan menyebar hingga jauh ke arah utara, di dekat sumber air milik masyarakat Padukuhan Ganang. Batu yang dimaksud Handoko diduga berupa umpak batu bahkan mungkin Yoni juga. Berdasarkan atas keterangan dari seluruh narasumber dan hasil temuan batu yoni maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Candi Ganang merupakan candi berlatar Hindu. Dengan demikian diduga tempat tersebut semula merupakan bangunan candi Hindu dan pernah dimanfaatkan oleh masyarakat penganut Budaya Hindu yang pernah hidup pada periode klasik yaitu Abad IX-X Masehi. Sejarah Pelestarian Batu Kemuncak Candi Ganang Menurut penjelasan ketiga orang narasumber, maka dapat diketahui bahwa sejumlah benda-benda yang berada di Candi Ganang pernah diselamatkan oleh pemerintah yang yaitu oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala DIY (Sekarang BPK Wilayah X) pada tahun 80-an. Temuan yang diselamatkan berupa sebuah arca peruggu dan sebuah batu lapik dari bahan andesit yang masih terdapat fragmen kaki di atasnya. Kedua benda tersebut ditemukan terpendam di dalam tanah oleh Diyorejo, di sebelah timur ladang tepatnya di dekat pohon bambu. Kedua temuan saat ini masih di simpan di Kantor BPK Wilayah X Bogem. Pada saat diselamatkan, Diyorejo mendapatkan kompensasi berupa uang sejumlah Rp. 75.000,-. Handoko menambahkan, meskipun lapik arca sudah dibawa ke kantor BPK Wilayah X, badan arca sesungguhnya masih berada di lokasi namun dipendam di dalam tanah di lokasi yang tidak diketahui. Kegiatan penyelamatan di Candi Ganang kemudian tidak dilakukan lagi hingga saat ini. Banyak temuan lain yang masih berada di dalam tanah yang masih berpotensi untuk diungkap dengan metode penelitian arkeologi yang sistematis.
Konteks : Makna Kemuncak Candi Kemuncak candi sebagai bagian dari bangunan merupakan komponen yang sangat penting, mengingat dari bentuk kemuncak candi dapat diketahui latar agama candi tersebut. Secara umum Soekiman menjalaskan bahwa latar keagamaan dapat dikenali. berdasarkan bentuk kemuncaknya. Kemuncak pada candi Hindu berupa ratna dan kemuncak pada candi Budha berupa stupa, dan pada beberapa candi di Jawa Timur memiliki kemuncak berupa kubus. Kemuncak merupakan istilah yang umumnya digunakan untuk menyebut bagian puncak bangunan (atap). Istilah kemuncak tidak terdapat di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, namun kemuncak mengacu pada kata puncak yang berarti titik atau bagian tertinggi (summit, peak : Ing.). Di dalam istilah arsitektur puncak bangunan dikenal dengan istilah pinnacle (Ing.). Pada beberapa bangunan bagian (atap) kemuncak diberi hiasan kemuncak atau dibentuk menjadi hiasan kemuncak. Di dalam istilah arsitektur hiasan kemuncak disebut mahkota atap, namun ada juga yang menyebutnya sebagai finial (Ing.). Seringkali hiasan kemuncak disebut kemuncak saja, karena kemuncak sudah menunjuk pada bagian puncak atap sekaligus hiasan kemuncak. Sementara itu, berdasarkan kajian tipo-morfologi candi-candi di Jawa, Prajudi (1999: 84) menggunakan istilah mahkota atap untuk menyebut kemuncak. Berdasarkan bentuknya mahkota atap diklasifikasikan menjadi 4 tipe, yaitu: (1) shikara, (2) stupa, (3) ratna, dan (4) kubus. Berbeda dengan Prajudi, berdasarkan hasil identifikasi Atmadi (1994: 25) terhadap relief di Candi Borobudur terdapat 3 tipe kemuncak pada bangunan berbahan batu (layered stone), yaitu: (1) stupa-shape (stupa); (2) jewel-shape (ratna); dan (sulur-suluran) leafshape (sulur-suluran) (lihat gambar 3). Secara umum kemuncak candi terdiri atas 2 atribut, yaitu komponen dan ornamen. Komponen ialah suatu bentuk atau kesatuan bentuk (terdiri dari beberapa bentuk). Komponen bersifat primer (pokok), karena komponen menyusun bentuk kemuncak (ratna atau stupa). Sementara itu, ornamen ialah hiasan yang melekat pada komponen. Ornamen tidak selalu ada pada setiap kemuncak, karena ornamen hanya bersifat sekunder (tambahan), sebagai penghias. Komponen kemuncak dalam hal ini candi-candi yang berada di Indonesia, memiliki karakter yang berbeda dari pendekatan ikonografi. Karena dari berbagai sumber acuan ternyata masing-masing komponen memiliki penamaan yang berbeda dari sudut ikonografinya. Di dalam memberikan penamaan komponen kemuncak, pendekatan ikonografi yang paling banyak digunakan menggunakan rujukan dari sumber An Encyclopaedia of Hindu Architecture (Acharya, 1979), Iconographic Dictionary of the Indian Religions (Liebert, 1976), dan The Ākāśaliṅga Finial (Dhaky, 1974). Pendakatan dari sisi ikonografi dianggap menjadi pendekatan yang paling praktis hingga saat ini. Disamping alasan tersebut, penggunaan istilah ikonografi digunakan sebagai pedoman dalam mengidentifikasi laksana. Di dalam konteks ini, laksana ialah komponen-komponen kemuncak yang digunakan sebagai penanda untuk membedakan antara satu bentuk kemuncak dengan bentuk lainnya. Berikut ini adalah penamaan komponen-komponen kemuncak berdasarkan istilah ikonografis : yang dikutip dari Acharya (1979), Dhaky (1974), dan Liebert (1976) sebagai pedoman di dalam mengidentifikasi laksana kemuncak. Laksana yang dapat teridentifikasi pada kemuncak bentuk ratna, terdiri atas: Akasalinga, Kalasa, Karpara, Amalaka, Kumuda, Antefiks, dan Bandha. Laksana Candi Ganang sesuai dengan ikonografi yang disebut diatas maka memiliki kemuncak ratna dengan finial Akasalinga. Ikonografi bentuk di atas memiliki finial finial berupa silindrik atau prismatik. Berbeda dengan bentuk stupa yang komponennya relatif sama (tetap), bentuk ratna terdiri atas komponen yang lebih bervariasi. Hal ini dapat diamati dari beberapa bentuk ratna. Meskipun secara umum disebut sebagai bentuk ratna, akan tetapi sejauh ini belum terdapat deskripsi yang jelas mengenai bentuk dan komponen apa saja yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi bentuk ratna. Namun secara umum dapat disimpulkan bahwa candi yang kemuncaknya berbentuk ratna mempunyai sifat keagamaan Hindu, dan yang kemuncaknya berbentuk stupa mempunyai sifat keagamaan Buddha. Menurut dhkay, khusus mengenai kmuncak berbentuk Akasalinga di Jawa cukup menarik karena selain di India elemen ini tidak banyak ditemukan di Asia Tenggara daratan, yang juga mendapat pengaruh India. Penelitian Parmono Atmadi terhadap relief Candi Borobudur (1994) di dalam disertasinya yang berjudul Some Architectural Design Principles of Temples in Java, menyebutkan terdapat tiga bentuk hiasan atap bangunan berbahan batu (layered stone structure), dari hasil identifikasinya berdasarkan relief-relief di Candi Borobudur. Ketiga bentuk tersebut adalah: bentuk stupa, bentuk mahkota (jewel-shape), dan bentuk dedaunan (leaf-shape). Selain melakukan identifikasi, Atmadi juga menggambar beberapa bangunan yang terdapat di relief candi Borobudur.Rahadhian Prajudi (1999) dalam tesisnya yang berjudul Kajian Tipo-Morfologi Arsitektur Candi di Jawa engklasifikasikan bentuk mahkota atap (kemuncak) candi di Jawa menjadi 4 tipe, yaitu: shikara, stupa, ratna, dan kubus. Prajudi memasukkan kemuncak candi Dieng dan Gedong Songo ke dalam tipe shikara, kemuncak candi Prambanan ke dalam tipe ratna, kemuncak candi-candi Buddha ke dalam tipe stupa, dan kemuncak candi-candi Jawa Timur ke dalam tipe kubus. Meskipun Prajudi membuat klasifikasi berdasarkan bentuk mahkota atap, Prajudi tidak mendeskripsikan secara detail mengenai tipe-tipe tersebut. 
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Masyarakat
Pengelolaan
Nama Pengelola : Masyarakat