| Bahan Utama | : | Batu Andesit |
| Keterawatan | : | Utuh dan Terawat,Utuh / |
| Dimensi Benda | : |
Panjang 160 cm Lebar 50 cm Tinggi - Tebal 106 cm Diameter 16 cm Berat - |
| Konteks | : | Kebudayaan Hindu berkembang di Jawa pada abad ke-7 Masehi. Melalui Prasasti Dakawu/Tukmas yang ditemukan di Grabag, Magelang dapat diketahui adanya masyarakat pemeluk agama Hindu yang memuja mata air suci yang mengalirkan air layaknya Sungai Gangga. Pada abad ke-8, agama Hindu menjadi salah satu agama kerajaan Mataram Kuno yang berdiri di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Raja pertama Mataram Kuno yang bernama Sanjaya merupakan penganut agama Hindu. Ia mendirikan lingga di atas Gunung Wukir sebagai bukti kejayaannya. Penerus Sanjaya yang beragama Hindu kemudian memerintahkan pendirian Candi Prambanan yang megah sebagai tempat sembahyang kerajaan. Di Bantul, perkembangan agama Hindu dapat diketahui melalui temuan berupa bangunan, struktur, arca, dan prasasti yang tersebar dari bagian utara hingga selatan Kabupaten Bantul. Sebagaimana dapat dilihat dari Candi Gampingan di Piyungan, petirtaan Payak di Piyungan, serta Yoni Karanggede di Sewon.Di Sendang Surocolo Pundong ditemukan dua buah jaladwara. Pada tahun 1990 kedua jaladwara tersebut diiventaris oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Daerah Istimewa Yogyakarta (menjadi Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta, sekarang Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X) dengan nomor inventaris C.41 dan C.42.Sendang Surocolo diperkirakan merupakan mata air yang muncul secara alami. Dalam kepercayaan Hindu–Buddha, air (tirtha) ialah titik awal kehidupan serta tempat bersemayamnya kekuatan dewa. Petirtaan dibangun di lerenglereng gunung/perbukitan sebab diyakini sebagai tempat yang baik karena letaknya yang tinggi. Air yang keluar dari lereng gunung dianggap keramat seperti air amerta yang keluar dari Gunung Mahameru, gunung pusat alam semesta dan axis mundi seluruh kosmos. Karena sifatnya yang keramat, maka air diberi jaladwara. Melalui jaladwara, mengalir air suci yang dapat membasuh dosa-dosa dalam upacara pemujaan dewa. |
| Nilai Sejarah | : | Memperlihatkan bukti-bukti peradaban sejarah di Indonesia, pengenalan agama dan kebudayaan India, dan teknik pahat yang memperlihatkan kemajuan kehidupan masyarakat waktu itu, serta menunjukkan informasi bahwa di Padukuhan Poyahan, Kalurahan Seloharjo, Kapanewon Pundong sudah ada masyarakat yang menganut agama Hindu dalam tata kehidupan yang terstruktur. |
| Nilai Ilmu Pengetahuan | : | Mempunyai potensi untuk diteliti dalam rangka menjawab masalah di bidang ilmu arkeologi, sejarah, dan antropologi. |
| Nilai Agama | : | Menunjukkan adanya benda yang masih terkait dengan aktivitas keagamaan atau religi agama Hindu pada abad ke-8 hingga abad ke-10. |
| Nilai Budaya | : | Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa yaitu sebagai hasil kebudayaan yang mencerminkan jati diri suatu bangsa, kedaerahan atau komunitas tertentu yaitu komunitas penganut agama Hindu pada abad ke-8 hingga ke-10 di Kapanewon Pundong. |
| Nama Pemilik Terakhir | : | Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X dan Kalurahan Seloharjo |
| Nama Pengelola | : | Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X dan Kalurahan Seloharjo |
| Catatan Khusus | : | Kondisi Saat Ini: Kondisi obyek utuh dan baik. |