candi Gampingan secara administratif terletak di Dusun Gampingan, Sitimulyo, Piyungan, Bantul. Candi Gampingan berupa kompleks percandian karena ditemukan tujuh buah struktur pondasi yang tersusun dari batu andesit dan batu putih. Struktur terbesar pada kompleks candi ini berukuran 4,64 x 4,65 m dan tinggi 1,2 m yang diduga merupakanstruktur pondasi dari candi induk. Candi Gampingan pertama kali Ditemukan pertama pada bulan Juni 1995 oleh Bapak Sarjono sewaktu menggali tanah untuk pembuatan bata di tanah milik Ibu Mulyo Prawiro.
Adapun temuan-temuan yang bersifat non bangunan yang ditemukan di kompleks candi tersebut adalah tiga buah arca Dhyani Buddha Vairocana yang terbuat dari perunggu, arca Jambhala dan Candralokesvara yang terbuat dari batu andesit, satu buah fragmen arca dari keramik, delapan buah miniature benda yang terbuat dari emas, satu buah cincin emas dan fragmen-fragmen gerabah. Semua temuan tersebut ditemukan pada struktur yang diduga dari candi induk. Dari temuan yang berupa data non bangunan tersebut dapat diketahui bahwa latar belakan keagamaan dari Candi Gampingan adalah Buddha dengan dewa utama yang dipuja adalah Jambhala. Selain itu, dengan ditemukannya arca Candraloksvara juga menunjukkan aliran Tantraisme dalam ajaran Buddha Mahayana.
Kondis Candi Gampingan pada saat ini masih dalam kondisi runtuh hanya
menyisakan struktur pondasi hingga bagian kaki candi. Untuk perawatan candi
tersebut masih terbilang baik karena terdapat juru kunci yang bertugas menjaga
dan membersihkan candi. Tidak jauh dari lokasi Candi Gampingan juga ditemukan
tinggalan arkeologi masa klasik yang berupa petirtaan yang disebut dengan Situs Payak.
Referensi:
Dari hasil ekskavasi penyelamatan di situs Gampingan telah di temukan 4 buah struktur bangunan dari batu putih. Keempat buah struktur bangunan tersebut adalah 1 buah bangunan induk, 2 buah bangunan stupa dan 1 buah bangunan yang terletak di sebelah barat daya stupa selatan.
1.Bangunan Induk
Sebelum dilakukan ekskavasi, bagian sudut timur laut bangunan induk telah ditemuan oleh penduduk pada waktu menggali tnah untuk membuat bata. Untuk mengetahui denah bangunan induk, telah dibuka kotak c 1, c 2, b II, dan b 2. Dari hasil ekskavasi kotak-kotak tersebut diketahui bahwa denah bangunan berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 4.65 x 4.65 m. Sedangkan arah hadap bangunan adalah barat, hal ini deketahui dengan ditemukannya tangga naik sebanyak 7 trap dengan hiasan makara pada ujungnya, adalah kotak b II. Struktur bangunan induk yang masih tersusun kompak adalah bagian kaki terdiri pelipit dasar, padma, birai, panil, dan birai lagi. Bentuk bangunan belum dapat diketahui secara keseluruhan. Meskipun demikian berdasarkan temuan sebuah arca Bodhisattva dari batu andesit dan sebuah batu kala dari batu putih pada kotak c 1, dapat diperkirakan bahwa bangunan induk mempunyai relung untuk mendapatkan arca pada dinding luar bangunan. Selanjutnya atas dasar temuan 3 buah arca budha dari perunggu, diperkirakan bahwa dinding bilik sisi timur terdapat semacam altar (relung) untuk mendapatkan ketiga buah arca tersebut. Dari hasil ekskavasi pada kotak c 1, c 2, b II, dan b 2, kondisi runtuhan batu bangunan induk mengarah ke tenggara. Hal ni semakin tampak jelas terlihat pada temuan struktur bagian tenggara pada kotak c 1 yang mengalami kemelesakan dengan kemiringan ke tenggara. Demikian juga dengan kondisi jatuhnya arca Bodhisattva san kala yang ditemukan pada kotak c 1 tersebut.
2.Bangunan Stupa
Bangunan stupa yang ditemukan ada 2 buah, yaitu stupa utara dan stupa selatan. Struktur bangunan stupa utara telah di temukan oleh penduduk, sehingga bangunan ini sudah diketahui sebelum dilakukan ekskavasi. Bangunan ini berada di kotak A 1. Bagian yang sudah tampak adalah struktur sisi selatan. Struktur yang masih kompak adalah bagian dasar (prasada) yang terdiri dari 3 lapis dan bagian sisi genta satu lapis. Struktur bangunan stupa selatan ditemukan pada kotak d 1 dan e 1. Dari hasil penggalian kotak tersebut diketahui denah bangunan bujur sangkar dengan ukuran 2,40 x 2,40 m. Bangunan stupa selatan ini mempunyai bentuk dan ukuran yang sama dengan stpa utara. Perbedaannya, struktur bangunan stupa selatan yang masih tersusun kompak hanya sebatas batu di bawah sisi genta telah melesak ke bagian tengah.
3.Struktur Bangunan Di Sebelah Barat Daya Stupa Selatan
Ekskavasi yang dilakukan pada kotak g I dan g 1, dengan tujuan melacak temuan struktur bangunan yang pernah di temukan oleh penduduk setempat, telah berhasil merupakan seluruh struktur yang masih kompak. Keletakkan struktur bangunan ini tidak simetris dengan keletakan struktur bangunan stupa utara dan selatan, tetapi agak bergeser ke arah barat. Sehingga kedudukannya berada di sebelah Barat Daya stupa selatan. Berdasarkan beberapa komponen batu yang di temukan, diperkirakan struktur ini merupakan bagian dasar dari bangunan stupa. Denah dan ukuran bangunan tidak diketahui secara pasti, karena struktur bagian selatan sudah di bongkar oleh penduduk. Meskipun demikian dari data yang masih tersisa dapat diperkirakan denah bangunan bujur sangkar dengan ukuran 2,93 x 1,30 m. Struktur yang masih kompak terdiri dari 3 lapis batu.
4. Temuan Artefaktual
Temukan artefaktual hasil ekskavasi yang dilakukan si 11 kotak galian sangat beragam dan menarik. Temuan tersebut antara lain adalah 1 buah arca Bodhisattva, 3 buah arca budha, 2 buah lempengan emas, fragmen grabah dan fragmen keramik. Selain itu diantara reruntuhan batu yang berada di dalam sumuran struktur bangunan stupa selatan, juga ditemukan sisa-sisa arang
Secara detail temuan artefaktual tersebut diuraikan sebagai berikut :
a. Arca Bodhisattva
Arca Bodhisattva di temukan dikotak c 1. Arca ini dibuat dari batu andesit dengan ukuran L: 28 Cm, Tb: 26 Cm, Tg: 76 Cm. Bodhisattva digambarkan berdiri dalam sikap tribangga, tangan kanan dalam sikap Kartari-hasta, sedang tangan kiri memegang tangkai bunga padma. Mahkotanya berupa Kiritamakuta, dengan Sirascakra di belakang kepala. Di sisi kanan arca terdapat vas bunga. Arca Bodhisattva pada waktu ditemukan berdekatan dengan batu kala dari batu putih juga yang ditemukan di kotak c 1. Pada kotak c 1 juga di teukan struktur dinding selatan. Berdasarkan keletakan dan konteks temuan, diduga arca Bodhisattva ini merupakan arca yang menempati relung dinding sisi selatan bangunan induk.
b. Arca Buddha
Di kotak B 2 telah ditemukan 3 buah arca Buddha dari bahan perunggu. Ketiga arca digambarkan dengan posisi duduk paryaukasana dan sikap tangan bodhyagrimudra yaitu sikap tangan yang melambangkan pengajaran. Sebagaimana penggambaran Buddha pada umumnya, ketiga arca digambarkan mempunyai telinga lebar dan urna dikeningnya, serta berambut keriting yang disanggul ke atas (usnisa). Busana yang dikenakan berupa jubah pendeta. Berdasarkan ciri ikonografisnya, ketiga arca tersebut diidentifikasikan sebagai Buddha Vairocana. Meskipun demikian masing-masing arca digambarkan dengan detail yang berbeda baik ukuran maupun bentuknya
Setiap arca mempunyai asana, prabha, sirascakra serta chattra dengan gaya yang khas. Gambaran secra detail dan hasil analisa laboratorium ketiga arca tersebut sebagai berikut :
- Arca Buddha No. 1 (dengan chattra besar)
Kondisi arca : Arca sudah patah dan terpisah dengan dudukannya (asana). Dibawah dudukan terdapat lempengan emas yang menempel.
Deskripsi : Arca digambarkan duduk diatas padmasana dalam sikap paryankasana, dan sikap tangan bodhyagrimudra. Di belakang kepala terdapat sirascakra berbentuk lengkung dengan bentuk lancip. Secara keseluruhan arca no.1 ini mempunyai hiasan paling raya dan bagus. Landasan arca dihias dengan tumpal. Di belakang arca terdapat prabha yang dihias dengan lidah api dan makara yang agak raya. Pada bagian puncak prabha dilengkapi dengan chattra yang dihias dengan kelopak bunga padma dan kemuncak menyerupai menara sebanyak 5 tingkat.
Ukuran : Berat Arca : 420 gram
Tinggi : 15,84 cm
Landasan : P : 7,03 Cm
L : 5,89 Cm
Tg : 2,7 Cm
Padmasana : P : 4,82 Cm
L : 3,97 Cm
Tg : 1,8 Cm
Arca : P : 3,7 Cm
Tb : 2,14 Cm
Tg : 6,35 Cm
Prabha : L : 7,5 Cm
Tg : 10 Cm
Chattra : Ø : 3,78 Cm
Tg : 3,2 Cm
Komposisi Bahan : Cu : 70,983 %
Sn : 15,685 %
Zn : 2,658 %
Fe : 0,255 %
Pb : 0,0 %
Jenis Logam : Perunggu
- Arca Buddha No.2 (dengan chattra kecil)
Kondisi Arca : Arca masih utuh, bagian depan landasan retak
Deskripsi : Arca digambarkan duduk diatas padmasana dalam sikap paryankasana, dan sikap tangan bodhyagrimudra. Di belakang kepala terdapat sirascakra berbentuk lengkung. Landasan arca polos tanpa hiasan, dengan profil sederhana. Di belakang arca terdapat prabha yang dihias dengan lidah api dan makara yang sederhana pula. Pada puncak prabha dilengkapi dengan chattra yang dihias dengan kemuncak menyerupai menara sebanyak 7 tingkat.
Ukuran : Berat Arca : 350 gram
Tinggi : 14,3 Cm
Landasan : P : 5,7 Cm
L : 4,9 Cm
Tg : 2,56 Cm
Padmasana : P : 3,79 Cm
L : 3,1 Cm
Tg : 1,29 Cm
Arca : L : 3,2 Cm
Tb : 2,27 Cm
Tg : 5,97 Cm
Prabha : L : 4,5 Cm
Tg : 8 Cm
Chattra : Ø : 2,9 Cm
Tg : 3 Cm
Komposisi Bahan : Cu : 69,058 %
Sn : 16,425 %
Zn : 2,589 %
Fe : 0,156 %
Pb : 0,0 %
Jenis Logam : Perunggu
- Arca Buddha No.3 (chattra sudah hilang)
Kondisi arca : Bagian prabha melengkung (peyok), padmasana bagian belakang pecah, chattra hilang, dan tinggal bekas patahannya.
Deskripsi : Arca digambarkan duduk di atas padmasana dalam sikap paryankasana, dan sikap tangan bodhyagrimudra. Landasan arca dihias dengan lubang berbentuk 2 lingkaran di setiap sisinya. Bagian prabha dihias dengan lidah api.
Ukuran : Berat Arca : 430 gram
Tinggi : 12,57 Cm
Landasan : P : 6,72 Cm
L : 6,21 Cm
Tg : 2,76 Cm
Padmasana : P : 5,56 Cm
L : 5,2 Cm
Tg : 2,3 Cm
Arca : L : 4,43 Cm
Tb : 2,9 Cm
Tg : 7,2 Cm
Komposisi Bahan : Cu : 68,289 %
Sn : 16,556 %
Zn : 3,054 %
Fe : 0,156 %
Pb : 0,0 %
Jenis Logam : Perunggu
Berdasarkan posisi keletakannya pada waktu ditemukan dan temuan batubatu pipih yang ada dalam satu konteks dengan ketiga arca Buddha, diduga arca tersebut semula menempati altar di dalam relung dinding bilik sisi timur bangunan induk.
c. Lempengan Emas
Lempengan emas ditemukan diantara reruntuhan batu bagian tangga masuk, tepatnya di kotak b II dan a II. Temuan lempengan emas sebanyak 9 buah, dengan bentuk dan ukuran yang bervariasi. Pada waktu di temukan lempengan emas tersebut sudah berserakan diantara reruntuhan batu pipi tangga sisi utara bangunan induk. Hasil analisis laboratorium temuan lempengan emas tersebut sebagai berikut :
- Lempengan emas No.1
Bentuk : Segitiga, dengan hiasan sulur-suluran
Ukuran : 3,5 x 3,5 x 3,7 Cm
Berat : 0,78856 gram
Kadar : 20 karat
- Lempengan emas No.2
Bentuk : Bunga dengan 4 klopak besar dan 4 klopak kecil. Diduga sebagai lambang visvavajra (vajra bermata empat).
Ukuran : 2,1 x 2,3 x 2,1 x 2,1 Cm
Berat : 0,62823 gram
Kadar : 20 karat
- Lempengan emas No.3
Bentuk : Menyerupai sendok
Ukuran : P : 4,2 Cm, Ø : 1,4 Cm
Berat : 0,3957 gram
Kadar : 20 karat
- Lempengan emas No.4
Bentuk : Menyerupai sendok
Ukuran : P : 3,9 Cm, Ø : 1 Cm
Berat : 0,20986 gram
Kadar : 20 karat
- Lempengan emas No.5
Bentuk : Lonjong panjang dengan bulatan di salah satu ujungnya
Ukuran : P : 3,7 Cm, L : 0,8 Cm, Ø bulatan : 0,7 Cm
Berat : 0,25896 gram
Kadar : 20 karat
- Lempengan emas No.6
Bentuk : Menyerupai mangkuk
Ukuran : Ø : 1,2 Cm, Tg : 0,7 Cm
Berat : 0,43004 gram
Kadar : 20 karat
- Lempengan emas No.7
Bentuk : Menyerupai periuk
Ukuran : Ø dasar : 1,2 Cm
Ø atas : 0,9 Cm
Tg : 1,2 Cm
Berat : 0,63933 gram
Kadar : 20 karat
- Lempengan emas No.8
Bentuk : Tumpal (segitiga)
Ukuran : P : 8,7 Cm, Tg: ? tengah : 1,1 Cm. Tg ? Samping : 0,9 Cm
Berat : 0,418678 gram
Kadar : 20 karat
- Lempengan emas No.9
Bentuk : Persegi panjang (merupakan patahan dari lempengan emas No.8)
Ukuran : P : 1,7 Cm, L : 0,2 Cm
Berat : 0,02740 gram
Kadar : 20 karat
Berdasarkan bentuknya, temuan lempengan emas tersebut terdiri dari bentuk flora, bentuk geometris dan bentuk-bentuk peralatan yang biasa digunakan manusia. Temuan semacam ini sering dijumpai dalam bangunan candi, terutama yang berlatar belakang agama Hindu. Benda-benda tersebut sering disebut peripih (garbhapatra). Salah satu fungsi peripih adalah sebagai bagian dari upacara garbhadana, yaitu upacara yang dilakukan sebelum mendirikan bangunan. Upacara garbhadana dilakukan dengan dengan menanam peripih di sumuran dan bagian-bagian tertentu seperti di dekat pintu, di tangga dan di dasar candi sesuai dengan arah mata angin. Upacara semacam ini sampai sekarang di Bali masih dilaksanakan. Upacara “pembenihan†atau “penghidupan†ini dilakukan agar dapat memberi daya hidup dan mensucikan bangunan sehingga dapat berfungsi dengan baik sebagai tempat peribadatan.
Berdasarkan keletakannya fungsi peripih pada bangunan candi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu peripih di sumuran candi dan peripih yang di tanam di bagian-bagian tertentu seperti di kaki, pondasi, pintu masuk, tangga dan halaman candi sesuai dengan arah mata angin. Wadah peripih yang ditanam di sumuran candi biasanya mempunyai lubang yang diatur menurut konsep kosmologi susunan lubang ini sesuai dengan arah mata angin. Wadah peripih yang di tanam selain di sumuran pada umumnya berupa mangkuk, atau wadah lain dan tidak dimasukkan dalam lubang yang disusun secara kosmologis, namun hanya dicampur menjadi satu. Meskipun demikian peripih tersebut juga merupakan bagian dari upacara garbhadana. Sedangkan jenis hasil tambang, yaitu : emas, perak, besi, tembaga, dan timah atau permata. Lima jenis hasil tambang tersebut merupakan bahan dasar dari pencadatu. Wujud pancadatu yang paling sederhana adalah peripih yaitu pencadatu yang belum di bentuk. Bentuk peripih kemudian disempurnakan dengan memberi bentuk sesuai dengan lambang atau simbol tertentu, baik berupa bentuk perlengkapan sesaji, bentuk flora, fauna, mata uang, maupun bentuk peralatan yang biasa digunakan manusia. Bentuk-bentuk tersebut setelah ditambah denagn bebantenan (sesaji yang dipersembahkan kepada dewa) disebut pencadatu.
Jenis pencadatu yang ditanam pada sebuah bangunan berbeda satu dengan yang lain, tergantung pada bangunan tempat pencadatu ditanam. Pencadatu yang lengkap biasanya ditanam pada bangunan-bangunan yang besar. Meskipun kuantitas pencadatu berbeda, namun esensinya tetap sama,yaitu untuk memberi daya hidup dan mensucikan bangunan.
Meskipun berdasarkan penelitian yang dilakukan selama ini peripih banyak di temukan di bangunan Hinduistis, namun temuan peripih dibangunan Budhistis seperti Candi Plaosan Lor di Jawa Tengah, Pura Pengulingan di Bali dan Candi Gumpung di Jambi membuktikan bahwa peripih juga ditemukan pada bangunan Budhistis (Soekmono, 1989: 217-226). Sayang sekali peripih yang ditemukan di candi plaosan lor pada waktu ditemukan sudah dalam keadaan kosong. Sedangkan peripih dari Pura Pegulingan yang ditemukan di pusat pondasi berupa peti yang berisi 66 keping materai dari tanah liat yang bertuliskan ye-te mantra, beberapa lempengan emas dan perak juga bertuliskan ye-te mantra, serta beberapa lempengan emas berbentuk padma, wajra dan lingkaran. Selain itu juga di temukan arca kecil dari emas yang menggambarkan Beddha berdiri dalam sikap tribangga dan sikap tangan waramudra. Arca yang berukuran Tg. 5,5 Cm ini di temukan dalam lubang pintu yang berukuran Tg. 17 Cm dan L. 7 Cm, dan di tutup denagn lubang tersebut. Temuan lain di pura pegulingan adalah sejumlah kepingan logam yang bertuliskan ye-te mantra, bentuk bulatan dengan goresan huruf-huruf dan bunga padma yang ditemukan di dalam rongga stupa. Peripih yang ditemukan di Candi Gumpung juga sangat menarik. Dibawah kaki candi terdapat 11 lubang yang disusun sesuai dengan susunan wajradhatumandala. Dari 11 lubang tersebut di temukan peripih berupa mangkuk emas, kepingan-kepingan emas yang sebagian dipotong menjadi lingkaran dan gambar bunga dan lempengan sisa mangkuk perunggu dan batu-batuan. Kepingan-kepingan emas sebagian besar memuat nama-nama dewa semuanya diawali denagn kata wajra (pantheon wajradhatumandala). Berdasarkan beberapa temuan tersebut diperkirakan bahwa temuan lempengan emas di situs Gampingan ini juga berfungsi sebagai peripih (grabhapatra). Namun sayang sekali temuan tersebut pada waktu di temukan sudah berserakan diantara reruntuhan batu tangga, sehingga belum dapat diketahui secara pasti dimana keletakan aslinya.
d. Temuan Gerabah dan Keramik
Berdasarkan bentuk-bentuk bibir, badan dan dasar temuan gerabah dapat diperkirakan bahwa gerabah tersebut merupakan pecahan dari berbagai maca, wadah, antara lain : tempayan, periuk, kendi, dan clupak (lampu). Teknik pengerjaan gerabah sudah cukup baik dengan pembakaran yang cukup sempurna. Sebagian besar temuan gerabah polos tanpa hiasan, namun disekitar reruntuhan tenga ditemukan sebuah fragmen gerabah yang berhias motif anyaman. Fragmen keramik hanya ditemukan beberapa buah saja. Meskipun demikian dari bentuknya dapat diperkirakan bahwa fragmen tersebut merupakan pecahan dari sebuah mangkuk berwarna hijau muda
Dimensi Benda | : |
Panjang Lebar Tinggi Tebal Diameter Berat |
Komponen Pelengkap | : |
|
Riwayat Penemuan | : | Candi Gampingan ditemukan pertama kali ditemukan pada bulan Juli 1995 oelh Bapak Sarjono, ketika menggali tanah untuk pembuatan batu bata. Dari hasil peninjauan yang dilakukan oleh SPSP (Balai Pelestarian Cagar Budaya pada waktu itu) ditemukan arca Dhyani Buddha Wairocana, arca Jambhala, dan arca Candralokeswara. Candi Gampingan mempunyai latar belakang Buddha. Berdasarkan pada gaya seni bangunan dan arca yang terdapat pada Candi Gampingan, menunjukkan ciri abad 9 M. Pada bagian bawah candi terdapat relief hewan, seperti katak dan burung. |
Nilai Sejarah | : | Candi Gampingan merupakan peninggalan masa klasik yang berupa struktur candi dengan corak agama Budha. |
Nilai Agama | : | Pada Candi Gampingan pernah ditemukan arca Dhyani Buddha Vairocana yang terbuat dari perunggu. Hal tersebut menunjukkan pernah adanya pemujaan terhadap dewa pada agama Budha di tempat tersebut. |
Nama Pengelola | : | Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta |
Alamat Pengelola | : | Jl. Yogya-Solo km.15, Bogem, Kalasan, Sleman |
Nomer Kontak | : | (0274) 496028 |