Loading

Deskripsi Singkat

Wisma Gadjah Mada terdiri dari enam bangunan, yaitu satu bangunan (vila) utama, empat bangunan pendukung dan satu bangunan tambahan. Dua bangunan pendukung terletak di sebelah utara vila utama, sementara dua lainnya di sebelah selatan. Tanah kompleks Wisma Gadjah Mada berteras, semakin selatan semakin rendah. Kondisi tersebut menyebabkan sebaran bangunan dalam kompleks Wisma Gadjah Mada ada yang lebih tinggi dari yang lainnya.

1. Vila Utama 

Vila utama Wisma Gadjah Mada menghadap ke arah selatan. Atapnya berbentuk bagonjong, dengan penutup dari sirap. Bagian tutup keyong dilapisi dengan anyaman bambu (gedhèk). Atap bagonjong ini memiliki variasi susunan. Bagian atap yang menghadap ke timur memiliki satu susun atap, bagian yang menghadap ke utara memiliki dua susun atap, sedangkan bagian atap yang menghadap ke barat memiliki tiga susun atap. Dinding bangunannya terbuat dari batu bata dan bagian luarnya dilapisi dengan batu kali setinggi kurang lebih setengah meter.  

Vila tersebut memiliki dua lantai yang mengikuti kontur lahannya. Pada lantai atas vila utama terdapat teras/balkon, satu ruang makan/ruang sidang, satu ruang sidang/aula, sepuluh ruang tidur, dua ruang tamu, dan sembilan kamar mandi/WC. Teras/balkon terletak paling selatan dengan ukuran 5,5 m x 3 m. Pada bagian utara teras terdapat ruang makan /ruang sidang dengan ukuran ± 5,5 m x 8 m. Dalam ruang tersebut terdapat satu tangga di pojok selatan bagian timur, jendela di sisi timur, barat dan selatan ruang serta pintu di sisi utara dan selatan. Pintu sisi utara menghubungkan ruang makan /ruang sidang dengan ruang sidang/aula yang berukuran ±12 m x 6,5 m. Terdapat beberapa jendela di bagian timur ruang tersebut dan dua pintu di sisi selatan serta barat. Pintu sisi barat menghubungkan ruang sidang/aula dengan selasar menuju delapan ruang tidur, delapan kamar mandi/WC dan ruang tamu. Ruang tamu berukuran 7 m x 6,5 m, sementara ruang tidur dan kamar mandi/WC memiliki ukuran yang bervariasi. Pada bagian timur bangunan sisi paling utara juga terdapat ruang tamu berukuran 7 m x  3 m, dua ruang tidur dan satu ruang tamu. Lantai pertama vila utama memiliki satu ruang tidur, dua kamar mandi/WC, ruang tamu, gudang, ruang menjemur, kamar penjaga, dan teras. Teras sisi barat diberi tambahan atap asbes.  

2) Bangunan Pendukung  

Bangunan pendukung Wisma Gadjah Mada terletak di atas (utara) dan bawah (selatan) vila utama.  

  a) Bangunan pendukung atas (utara) 

Bangunan pendukung yang terletak di atas (utara) vila  utama Wisma Gadjah Mada adalah dua paviliun, yaitu paviliun atas A dan paviliun atas B. Tata ruang kedua paviliun atas tersebut masih asli. Kedua paviliun tersebut juga memiliki atap berbentuk bagonjong dan dinding yang terbuat dari batu bata. Paviliun A dan Paviliun B dihubungkan dengan selasar berkanopi. Dinding bagian bawah dilapisi dengan batu kali kurang lebih setinggi setengah meter.

Paviliun atas A berada di sebelah utara dari Paviliun B. Paviliun tersebut terdiri dari tiga ruang tidur, dua kamar mandi/WC dan selasar di sisi barat bangunan. Dua ruang tidur berukuran 3,5 m x 4 m, sementara satu ruang tidur berukurang 4 m x 4 m. Kamar mandi/WC memiliki ukuran 2 m x 1,5 m.  

Paviliun B berada di sebelah selatan Paviliun A dan di atas sebagian ruang vila utama. Paviliun tersebut  terdiri dari dua ruang tidur, satu kamar mandi/WC dan ruang tamu. Ruang tidur berukuran 3 m x 6,5 m, ruang tamu berukuran 6 m x 3 m dan kamar mandi/WC berukuran 2 m x 1,5 m.  

  b) Bangunan pendukung bawah (selatan) 

Bangunan pendukung yang terletak di bawah (selatan) vila utama Wisma Gadjah Mada adalah paviliun C dan bangunan penunjang. Tata ruang kedua bangunan masih asli. 

Paviliun C terletak di sebelah barat daya dari vila utama. Paviliun tersebut menggunakan gaya arsitektur yang sama dengan paviliun lainnya, yaitu atap bagonjong dan dinding dari batu bata. Dinding selasarnya diberi banyak jendela kaca. Paviliun C  terdiri atas dua ruang tidur, dua kamar mandi/WC, mushola, dapur, tempat cuci, dan selasar. Ruang tidur memiliki ukuran 4 m x 4 m, kamar mandi berukuran 2 m x 2 m, dapur berukuran 4 m x 3,5 m, tempat cuci berukuran 6 m x 2 m, mushola berukuran 6 m x 4 m dan selasar berukuran 8 m x 2 m.  

Bangunan penunjang berada di sebelah selatan paviliun C. Keseluruhan bangunan tersebut berukuran 5 m x 4 m. Bangunan penunjang menggunakan atap bagonjong dan dinding dari batu bata namun, dinding tersebut tidak dilapisi oleh batu kali. Dahulu bangunan tersebut pernah digunakan untuk meletakkan diesel dan saat ini digunakan sebagai gudang.  

Wisma Gadjah Mada memiliki gaya arsitektur Indis. Ciri Eropa terlihat dari dinding berstruktur bearing wall yang terbuat dari bahan bata dan balkon. Ciri adaptasi tropis terlihat dari atap Minangkabau (bagonjong) dan dinding bagian luar yang dilapisi oleh batu kali

Status : Bangunan Cagar Budaya
Periodesasi : Kolonial (Belanda/Cina)
Tahun : 1917
Bagian dari : Lokasi Wisma Gadjah Mada
Kawasan : Satuan Ruang Geografis Kaliurang di Padukuhan Kaliurang, Kelurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem
Alamat : Jalan Wrekso Nomor 447 RT 08/RW 16, Hargobinangun, Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
7.59512° S, 110.42722° E

SK Walikota/Bupati : SK Bupati Sleman


Lokasi Wisma Gadjah Mada di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Komponen Pelengkap :
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Tata Letak Dalam Ruang Kawasan : Terdapat 11 ruangan kamar tidur, 9 kamar mandi, 2 ruang makan, dan tempat persidangan
Deskripsi Fasad : Gaya dari bagnunan Wisma Gadjah Mada merupakan salah satu dari varian gaya arsitektur Indis. Bangunan Wisma Gadjah Mada memiliki arah hadap ke arah selatan. Atapnya berbentuk bagonjong dengan penutup dari sirap kayu. Bagian atap yang meghadap ke arah timur memiliki satu susun atap, bagain yang menghadap utara memiliki dua susun atap, sedangkan bagian barat memiliki tiga susun atap. Dinding bangunan terbuat dari batu bata dan bagian luar dilapisi dengan batu kali setinggi kurang lebih setengah meter. Jenis ubin yang dipakai pada bangunan Wisma Gadjah Mada merupakan jenis tegel.
Deskripsi Konsol : Terdapat konsol berbahan kayu. 
Deskripsi Jendela : Terdapat jendela berjenis kupu tarung dengan bahan kayu dan kacaTerdapat jenis jendela jenis panorama dengan empat panil jendela berbahan kayu dan kacaTerdapat jendela dengan jenis satu daun pintu bukaan kesamping bernbentuk persegi panjang dan persegi dengan bahan kayu dan kaca.
Deskripsi Pintu : Terdapat dua jenis pintu di Bangunan Wisma Gadjah Mada, yaitu jenis satu daun pintu dan jenis kupu tarung dengan dua daun pintu. Semuanya terbuat dari bahan kayu dan beberapa ada yang dihiasi dengan kaca.
Deskripsi Atap : Atapnya berbentuk bagonjong, dengan penutup dari sirap. Bagian tutup keyong dilapisi dengan anyaman bambu (gedhèk). Atap bagonjong ini memiliki variasi susunan. Bagian atap yang menghadap ke timur memiliki satu susun atap, bagian yang menghadap ke utara memiliki dua susun atap, sedangkan bagian atap yang menghadap ke barat memiliki tiga susun atap.
Deskripsi Lantai : Lantai pada bangunan Wisma Gadjah Mada pada beberapa lokasi masih mempertahan lantai aslinya yang berbahan tegel dan bebrapa lokasi sudah diganti menjadi keramik. Untuk ukuran tegel sendiri 20x20 cm dan memiliki warna abu-abu.
Deskripsi Ventilasi : Terdapat ventilasi yang berbentuk persegi panjang dengan ditutupi kawat besi dan ada yang tertutup kaca, berada di atas pintu
Deskripsi Plafon : Memiliki bentuk geometri kotak-kotak yang seragam.Plafon ini menggunakan rangka kayu dengan panel-panel yang berbentuk kotak dan kemungkinan terbuat dari material yang ringan seperti gypsum.
Desain : gaya arsitektur indisnya
Interior : Bangunan memiliki 11 ruangan kamar tidur, 9 kamar mandi, 2 ruang makan, dan tempat persidangan
Tokoh : Pada saat pelaksanaan Perundingan Khusus Komisi Tiga Negara (KTN), Wisma Gadjah Mada menjadi salah satu tempat yang digunakan untuk penginapan peserta. Delegasi dari Negara Belgia, Dr. Frank Porter Graham yang mewakili negara Australia dan Amerika Serikat menginap di Wisma Gadjah Mada pada saat pelaksanaan perundingan tersebut.
Peristiwa Sejarah : Kaliurang merupakan suatu wilayah yang masuk dalam kelurahan Pakem, salah satu tanah apanage di Kasultanan Yogyakarta. Keterangan tersebut berdasarkan laporan Residen Yogyakarta (Gegevens Over Djokjakarta 1925 dan 1926) yang ditulis oleh L.F. Dingemans. Tanah apanage di kelurahan Pakem dikuasai oleh Pangeran Puger pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono II. Pada tahun 1830-an berkembang perkebunan di daerah vorstenlanden. Perkebunan memerlukan lahan luas dan subur, berupa tanah apanage. Untuk perluasaan perkebunan, terjadi perubahan dalam penggunaan tanah apanage dimana tanah tersebut disewa oleh perusahaan perkebunan dari para pemegang hak tanah (apanagehouder). Penggunaan tanah apanage sebagai perkebunan juga terjadi di wilayah Pakem, yaitu berupa  perkebunan Nila (indigo) yang diusahakan oleh Pangeran Adipati Mangkubumi yang saat itu menjadi apanage Pakem sekitar tahun 1880. Pada tahun 1912/1913 keluar peraturan yang menghapus status tanah apanage di luar Yogyakarta. Tuan Versteeg merupakan yang tercatat terakhir sebagai pengelola tanah apanage Pakem. Pada awal abad ke-20 pemerintah Hindia Belanda mulai gencar meningkatkan promosi wisata ke daerah jajahannya. Hal tersebut ditandai dengan pendirian lembaga pengelolaan pariwisata bernama Vereneeging voor Toeristen-Verkeer (VTV) pada tahun 1908. Salah satu wilayah yang dipromosikan sebagai tujuan wisata adalah Yogyakarta dengan dua jenis wisata yaitu, budaya dan alam. Wisata budaya di antaranya adalah Kraton Yogyakarta, Candi Prambanan, Kotagede, kerajinan batik dan perak, sementara wisata alam berupa wisata pantai dan pegunungan. Wisata pantai antara lain Pantai Parangtritis, Samas dan Baron, sementara wisata pegunungan adalah kawasan peristirahatan Kaliurang.  Penggunaan wilayah Kaliurang sebagai kawasan peristirahatan diawali pada tahun 1885 masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwana VII, saat itu Pangeran Adipati Mangkubumi selaku penguasa apanage Pakem membangun sebuah tempat peristirahatan (pesanggrahan). Pada tahun 1919 Kaliurang ditetapkan sebagai kawasan hunian berdasarkan keputusan Residen Yogyakarta No. 927/ 42 tanggal 22 Januari 1919. Selanjutnya pada masa pemerintahan Residen Jonquiere, adanya kebijakan bahwa wilayah sebelah utara dan barat jalan Pakem-Kaliurang adalah wilayah Kesultanan yang bebas (vrijdomein). Pemerintah kolonial mengambil alih pengaplingan daerah Kaliurang dan memperoleh izin untuk melakukan pembangunan. Setelah adanya peningkatan kualitas jalan dan keberadaan pesanggrahan sultan, banyak pihak mulai mendirikan tempat peristirahatan dan terjadi peningkatan jumlah wisatawan. Kondisi tersebut terlihat dari pembangunan bungalo yang pada tahun 1925 hanya terdapat dua belas bungalo, satu tahun kemudian bertambah dua bungalo yang di antaranya milik Kesultanan Yogyakarta.  Pada 13 Januari 1948 terjadi Perundingan Khusus Komisi Tiga Negara. KTN merupakan sebuah komite yang dibentuk oleh Dewan Keamanan PBB yang bakal menjadi penengah konflik antara Indonesia serta Belanda. Komite ini dikenal sebagai Committee of Good Offices for Indonesia (Komisi Jasa Baik Untuk Indonesia) atau disebut Komisi Tiga Negara (KTN) karena beranggotakan tiga negara, yaitu Belgia yang dipilih untuk mewakili Belanda, Australia yang dipilih untuk mewakili Indonesia, dan Amerika Serikat yang dipilih sebagai pihak yang netral. Delegasi Belgia diwakili oleh Paul Van Zeeland, delegasi Australia diwakili oleh Richard Kirby, dan delegasi Amerika Serikat yang diwakili Dr Frank Graham. Sementara itu, Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh Hatta, PM Syahrir dan Jendral Soedirman hadir di perundingan tersebut sebagai pengamat. Perundingan   KTN melahirkan Notulen Kaliurang. Isi Notulen Kaliurang yaitu penghentian tembak menembak sesuai dengan resolusi, PBB menjadi penengah konflik antara Indonesia dengan Belanda, dan pemasangan patok-patok wilayah status quo yang dibantu oleh TNI. Ketika Perundingan Khusus Komisi Tiga Negara diadakan di Kaliurang, Wisma Gadjah Mada digunakan sebagai tempat menginap delegasi dari Belgia. Pada saat Agresi Militer II, Wisma Gadjah Mada digunakan oleh Tentara Indonesia sebagai markas. Mulai tahun 1965, Wisma Gadjah Mada dipakai sebagai tempat menginap tamu-tamu UGM. Wisma ini dipugar dan diresmikan oleh Rektor UGM, Prof. dr. T. Jacob pada tanggal 12 Januari 1985. Pemugaran tidak mengubah bentuk luar bangunan. Pada saat ini, Wisma Gadjah Mada disewakan untuk umum. Bangunan tersebut dijuluki Loji Cengger oleh masyarakat sekitar, karena bentuk atapnya. 
Konteks :
Riwayat Rehabilitasi : Renovasi terbesar yang pernah dilakukan pada bangunan Wisma Gadjah Mada dilakukan pada tahun 1985.Setelah masa itu pernah dilakukan renovasi kecil-kecilan seperti perbaikan jaringan listrik yang rusak dan memperbaiki atap yang bocor sekitar tahun 2010 ke atas.
Nilai Sejarah : Wisma Gadjah Mada merupakan bukti bahwa Indonesia diperhitungkan di kancah internasional.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Yayasan Universitas Gadjah Mada
Alamat Pemilik : Bulaksumur, Caturtunggal, Kec. Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimew
Pengelolaan
Nama Pengelola : Yayasan Universitas Gadjah Mada
Alamat Pengelola : Bulaksumur, Caturtunggal, Kec. Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimew
Persepsi Masyarakat :
Catatan Khusus : Bangunan ini dibangun pada 1917 untuk peristirahatan. Pada tahu 1958, banguna ini dibeli oleh UGM dari orang Belanda. Pada tanggal 12 Januari 1985, wisma ini dipugar dan diresmikan kembali oleh rektor UGM, Prof. Dr. T. Jacob.