Makam Raja Pajimatan Imogiri terletak di
Dusun Pajimatan, Girirejo, Imogiri, Bantul. Posisi makam ini terletak sekitar
17 kilometer sebelah selatan pusat kota Yogyakarta. Letak kompleks makam ini
berada di puncak Bukit Merak dengan ketinggian 85 meter di atas permukaan air
laut. Letak makam yang berada di puncak bukit menjadikan tempat ini memiliki
pemandangan yang indah. Kompleks Makam Pajimatan Imogiri ini merupakan
makam-makam dari raja keturunan Mataram mulai dari masa Mataram Islam hingga
masa kerajaan terbagi menjadi dua Yogyakarta dan Surakarta.
Asal kata dar nama Pajimatan berasal dari kata jimat yang berarti sesuatu yang memiliki kekuatan yang dapat melindungi dari berbagai hai negatif. Maka jika disesuaikan dengan penggunaan kata pajimatan untuk menamai kompleks makam ini dapat diartikan bahwa makam tersebut merupakan tempat peristirahatan terakhir dari Raja-Raja Mataram yang dianggap memiliki kesaktian dan dapat melindungi Kerajaan Mataram dari berbagai hal negatif yang dapat mengancam keamanan kerajaan. Selain itu nama Pajimatan juga digunakan untuk menyebut dusun yang ada di bawah makam. Warga dusun tersebut merupakan abdi dalem Kraton Yogyakarta dan Surakarta yang diberi tugas untuk mengurusi Kompleks Makam Pajiamtan Imogiri.
Pembangunan Kompleks Makam Pajimatan Imogiri diprakarsai oleh Sultan Agung. Sejak pusat pemerintahan Mataram dipindahkan dari Kotagede ke Kerto pada tahun 1540 Saka (1616 Masehi) Sultan Agung telah merencanakanuntuk membangun makam di luar Makam Hastorenggo (Kotagede) sebagai makam leluhurnya. Banyak mitos yang menyertai pembangunan kompleks makam tersebut. Salah satu mitos yang menceritakan tentang pembangunan Kompleks Makam Pajimatan adalah cara memilih lokasi untuk makam adalah dengan cara Sultan Agung menggegam pasir dan melemparkannya. Dimana pasir itu akan jatuh, di situlah beliau ingin dimakamkankan. Pada awalnya pasir yang dilemparkan itu jatuh di daerah Giriloyo. Pada awalnya Sultan Agung membangun makamnya di daerah Giriloyo tersebut. Pada saat pembangunannya telah selesai, paman Sultan Agung sekaligu pengawas pembangunan kompleks Makam Giriloyo yang bernama Panembahan Juminah (Sultan Cirebon) meninggal dunia dan di makamkan di Giriloyo. Akhirnya Sultan Agung kembali melemparkan pasir dan jatuh di Bukit Merak dan membangun makamnya di bukit tersebut.
Dalam Babad Momana disebutkan bahwa pembangunan Kompleks Makam Imogiri dimulai
pada tahun 1554 Saka (1632 Masehi) dan selesai pada tahun 1566 Saka (1645
Masehi). Penggunaan makam untuk pertama kali pada tahun 1568 Saka (1644 Masehi)
pada saat Sultan Agung mangkat. Sejak saat itu Kompleks Makam Pajimatan Imogiri
digunakan sebagai makam Raja-Raja Mataram dan keturunannya Secara keseluruhan
Kompleks Makam Pajimatan Imogiri dibagi menjadi delapan bagian yang disebut
dengan Astan/Kedhaton. Kedelapan Astana tersebut adalah: Astana Sultan Agungan,
Astana Paku Buwanan, Astan Suwargan, Astan Besiyaran, Astana Saptorenggo,
Astana Kaswargan, Astana Kaping Sangan, dan Astan Kaping Sedasan. Dalam Astan
Sultan Agungan dan Astana Paku Buwanan terdapat makam raja-raja yang memerintah
Mataram sebelum kerajaan dibagi menjadi dua. Di dalam Astana Sultan Agungan
terdapat makam Sultan Agung dan Susuhunan Amangkurat II (Amral). Pada Astan
Pakubawanan terdapat makam Susuhunan Paku Buwana I (Pangeran Puger), Susuhunan
Amangkurat IV, dan Susuhunan Paku Buwana II.
Sedangkan keenam Astana lainnya dibedakan menjadi dua yaitu untuk raja-raja
Surakarta yang berada di sayap barat dan untuk raja-raja Yogyakarta yang berada
di sayap timur. Astana untuk Kasunanan Surakarta adalah Astana Kasuwargan yang
terdapat makam Susuhunan Paku Buwana III, IV, dan V. Di dalam Astana Kaping
Sangan terdapat makam Susuhunan Paku Buwana VI, VII, VIII, dan IX. Di dalam
Astan Kaping Sedasan terdapat makam Susuhunan Paku Buwana X, XI, dan XII.
Sedangkan Astana untuk Kasultanan Yogyakarta adalah Astana Suwargan yang di
dalamnya terdapat makam Sultan Hamengku Buwana I dan III. Adapun di dalam Astan
Besiyaran terdapat makam Sultan Hamengku Buwana IV, V, dan VI. Di Astana
Saptarenggo terdapat makam Sultan Hamengku Buwana VII, VIII, dan IX.
Antara Astana satu dengan Astana yang lainnya dibatasi dengan tembok dengan
pintu masuk berbentuk gapura. selain ada tembok keliling yang memisahkan antar
astana di dalam astan juga terdapat tembok yang berfungsi untuk membagi halaman
astana. Pembagian halaman ini bertujuan untuk memisahkan area sakral dan non
sakral. Setiap astana dibagi menjadi beberapa halaman dengan halaman paling
belakang (paling atas) merupakan halaman paling sakral karena terdapat
makam-makam raja. Antar halaman dihubungkan dengan anak tanggak dan gerbang
paduraksa dan candi bentar.
Kompleks makam ini secara garis besar
dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu; a. Astana Kasunanan Surakarta
Hadiningrat. Makam-makam raja Surakarta ini dibagi menjadi 4 (empat) hastana;
c. Sayap kanan (timur) merupakan makam-makam raja Yogyakarta Hadiningrat.
Makam-makam raja Yogyakarta ini dibagi menjadi 3 (tiga) hastana.
Pada komplek makam ini lebih baik jika dari Dinas Kebudayaan DIY memiliki blueprint atau siteplan maupun denah. Hal ini mengingat seiring berjalannya waktu makam ini akan terus berkembang sehingga jika memiliki data digital akan memudahkan dalam pendataannya.
Referensi:
Dimensi Benda | : |
Panjang Lebar Tinggi Tebal Diameter Berat |
Komponen Pelengkap | : |
|
Tokoh | : | Makam Imogiri merupakan Makam yang dibangun oleh Sultan Agung (Raja pertama Kerajaan Mataram Islam), menurut babad Sengkala pembangunan dimulai pada tahun 1551 tahun Jawa (1629 Masehi) (de Graaf, ; Inajati, 1973). Dalam Babad Nitik dan cerita rakyat disebutkan bahwa Sultan Agung memilih bukit Merak sebagai makamnya karena tanah harum yang dilemparkannya dari Mekah jatuh pada bukit tersebut (Inajati, 1973).Sebelum membangun Makam Imogiri, Sultan Agung memerintahkan untukmemperbaiki makam Sunan Bayat pada tahun 1542 tahun Jawa (1620 Masehi). Pembangunan Makam Imogiri dibantu oleh Sultan Cirebon yang kemudian meninggal dan dimakamkan pada makam Giriloyo berdampingan dengan Panembahan Juminah. |
Peristiwa Sejarah | : | Sebelum Imogiri, Sultan Agung telah memerintahkan untuk membuat makamkeluarga kerajaan di Bukit Giriloyo. Namun, karena Penembahan Juminah yang mengawai pembangunan meninggal dalam proses itu dan dimakamkan di Girilaya, maka Sultan Agung memerintahkan untuk membuat pemakaman baru. Dengan berbagai pertimbangan pemilihan tempat akhirnya terpilihlah Bukit Merak sebagailokasi pemakaman. Sultan Agung-lah yang pertama dimakamkan di tempat Makam Imogiri pada tahun 1645 Masehi. |
Konteks | : | Pembangunan Makam di atas bukit merupakan penanda keberlanjutan budaya dari kebudayaan pra-Islam, yakni tempat tempat tinggi memiliki tingkat kesakralan yang tinggi. Sebelum masa islam atau praIslam (masa hindu/budha) bangunan suci ditempatkan di tempat yang tinggi. Pada ompleks Makam Imogiri, dibangun pada bukit merak dan dibangun dengan bertingkat-tingkat. Pada tingkat tertinggi terletak makam tokoh yang menjadi pusat seluruh kelompok pemakaman tersebut. |
Nama Pemilik Terakhir | : | Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta |
Alamat Pemilik | : | Kraton Yogyakarta dan Surakarta |
Nama Pengelola | : | Abdi Dalem dari Kasultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta |
Alamat Pengelola | : | Dsn. Pajimatan |
Persepsi Masyarakat | : | 5-15 Tahun |
Catatan Khusus | : | Kompleks Makam Pajimatan Imogiri ini merupakan makam-makam dari raja keturunan Mataram. Kompleks makam ini secara garis besar dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu; a. Astana Kasultan Agung yang berada di tengah kompleks; b. Sayap kiri (barat) merupakan makam-makam raja Surakarta Hadiningrat. Makam-makam raja Surakarta ini dibagi menjadi 4 (empat) hastana; c. Sayap kanan (timur) merupakan makam-makam raja Yogyakarta Hadiningrat. Makam-makam raja Yogyakarta ini dibagi menjadi 3 (tiga) hastana. |