Loading

Situs Lokasi Makam Girilaya

Status : Situs Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Belum adanya rehabilitasi dari pemerintah terhadap komplek makam ini, padahal peziarah sering menjadikan tempat ini sebagai tempat untuk berziarah. Pada beberapa titik tembok di sebelah barat telah mengalami kerusakan akibat gempa dan hingga sekarang belum ada perbaikan ataupun rehabilitasi.

Kompleks Makam Giriloyo terletak di Dusun Cengkehan, Wukirsari, Imogiri, Bantul. Kompleks makam ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Agung pada tahun 1613-1645 Masehi. Kompleks makam tersebut diawasi oleh Panembahan Juminah paman dari Sultan Agung. Pada awalanya Kompleks Makam Giriloyo oleh Sultan Agung diperuntukkan bagi Sultan Agung sendiri dan keluarganya. Namun Karena Panembahan Juminah meninggal terlebih dahulu dan dimakamkan di kompleks makam tersebut. Oleh Karena itu, Sultan Agung menyiapkan makam lain yakni Makam Pajimatan Imogiri. Selain itu alasan Sultan Agung memindah lokasi makam keluarga raja ke Pajimatan Imogiri Karena Bukit Giriloyo dianggap terlalu sempit untuk kompleks pemakaman Sultan Agung dan Keluarga. 

Kompleks Makam Giriloyo berada di puncak bukit sehingga untuk mencapai kompleks makam tersebut harus melalui tangga naik dari semen yang cukup tinggi. Sebelum mencapai kompleks makam disebelah barat terdapat masjid yang masih menunjukkan gaya arsitektur kuno.  
Kompleks Makam Giriloyo dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu:

a. Makam Sayap kiri (barat), merupakan makam yang paling tinggi di kompleks Makam Giriloyo. Makam ini dikelilingi oleh tembok setinggi kurang lebih 1,5 meter dengan pintu masuk berbentuk gapura paduraksa. Pada setiap sudut tembok keliling terdapat pilar-pilar yang disusun dari batu putih tanpa semen. Sedangkan diatas gapura paduraksa terdapat bentuk lambang sangga buwana (menyangga bumi) dan dihiasi dengan tulisan Arab yang berbunyi la illaha illallah dan kalimat syahadat. Tokoh besar yang dimakamkan di makam sayap kiri (barat) ini antara lain: Kanjeng Ratu Pambayun (Istri Amangkurat), Kanjeng Ratu Mas Hadi (Ibu Sultan Agung), Kanjeng Panembahan Juminah (Paman Sultan Agung), Pangeran Mertosono, dan Pangeran Haryo Martono. Secara keseluruhan kondisi makam di sayap kiri ini cukup baik dan terawatt. 

b. Makam sayap kanan (timur), makam ini juga dikelilingi tembok keliling setinggi 75 cm yang terbuat dari susunan bata. Adapun tokoh yang dimakamkan di makam sayap kanan ini adalah Panembahan Giriloyo (Sultan Cirebon V), Kyai Ageng Giring, dan Kyai Ageng Sentong. Dinamakan Sultan Cirebon Karena beliau merupakan ahli waris dari Sunan Gunungjati selain memiliki nama lain Sultan Cirebon, Panembahan Giriloyo juga memiliki nama lain Syeh Abdul Karim. Makam berada di dalam tembok kelilin berukuran sekitar 4 x 4 meter. 

c. Makam-makam yang berada di luar sayap kanan dan sayap kiri. Adapun tokoh-tokoh yang di makamkan yaitu: Wiro Guno, Raden Ayu Nerang Kusumo, Kyai Juru Wiro Probho, Tumenggung Hanggo Bahu, dan para prajurit.


Referensi:

  • Tim Penyusun. 2009. Ensiklopedi Kotagede. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
  • Papan informasi Situs. Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta.


Status : Situs Cagar Budaya
Periodesasi : Tradisional Jawa
Tahun : 1613
Nama Lainnya : Makam Girilaya
Kawasan : Kawasan Cagar Budaya Imogiri
Alamat :
Koordinat:
7.91781° S, 110.40683° E

SK Menteri : Per. Menbudpar. No. PM.89/PW.0
SK Gubernur : Keputusan Gubernur DIY Nomor 312/KEP/2020
SK Walikota/Bupati : SK Bupati Bantul no 532


Lokasi Situs Lokasi Makam Girilaya di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Fungsi Bangunan : Penguburan
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Tema : Religi/Keagamaan,Pemakaman
Fungsi Situs : Penguburan
Jumlah WBCB : 77 tinggalan arkeologis berupa makam yang terdiri dari nisan dan jirat, dilengkapi struktur tangga sebagai akses utama dari kaki bukit menuju kompleks makam, dan bangunan makam (masyhad) yang terletak di lereng bukit.
Fungsi : Penguburan
Tokoh : Tokoh yang dimakamkan di Kompleks ini antara lain adalah Pangeran Juminah, Kanjeng Ratu Mas Hadi (Ibu Sultan Agung), Ratu Pembayun (Istri Amangkurat I), dan Sultan Cirebon V (Panembahan Giriloyo) yang terletak pada kelompok makam sayap kanan pada bukit Giriloyo
Peristiwa Sejarah : Makam Girilaya merupakan kompleks pemakaman kedua kerajaan Mataram Islam, setelah permakaman pertama di Kotagede. Namun karena permakaman Girilaya sudah digunakan untuk memakamkan Pangeran/Panembahan Juminah, sehingga Sultan Agung membangun kompleks makam kerajaan ketiga yang baru di Bukit Merak, dinamakan Pajimatan Imogiri. Lokasi Makam Girilaya di Giroloyo merupakan daerah perbukitan yang dipilih oleh Sulltan Agung (masa pemerintahan 1613-1646 M) sebagai makam keluarga. Berdasarkan Babading Sangkala pembangunan kompleks makam diawali pada tahun 1551 C (1629 M) di Bukit Girilaya yang dipimpin oleh Pangeran/Panembahan Juminah salah seorang paman Sultan Agung. Sementara dalam Babad Momana mencantumkan awal pembangunan permakaman  Girilaya pada tahun 1553 Caka (1631 M). Setelah pembangunan lokasi makam telah selesai, Pangeran/Panembahan Juminah wafat mendahului Sultan Agung dan dimakamkan di lokasi tersebut. Oleh karena kompleks makam telah digunakan, maka dilakukan pembangunan kompleks makam yang baru yaitu permakaman Pajimatan Imogiri, berlokasi di Bukit Merak terletak di sebelah barat daya Bukit Girilaya.(Sumber: Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 312/Kep/2020 Tentang Penetapan Lokasi Makam Girilaya Sebagai Situs Cagar Budaya Tingkat Provinsi.)
Konteks : Situs Makam Girilaya memiliki asosiasi dengan Kerajaan Cirebon melalui keberadaan salah satu tokoh yang dimakamkan yaitu Panembahan Girilaya. Panembahan Girilaya adalah penguasa Kerajaan Cirebon (± 1649 – 1662 Masehi) yang wafat di Mataram dan akhirnya dimakamkan di puncak bukit Giriloyo. Panembahan Girilaya memiliki nama asli Pangeran Rasmi/ Pangeran Karim/Pangeran Adiningkusuma dan ketika naik takhta menjadi penguasa Cirebon bergelar Panembahan Ratu II. Semasa pemerintahan Sunan Amangkurat I dari kerajaan Mataram dan Panembahan Ratu I (kakek Panembahan Ratu II) dari Cirebon keduanya menjalin hubungan diplomatic yang baik. Sebagai bentuk kedekatan hubungan diplomatik tersebut dan untuk semakin mempereratnya maka dilangsungkanlah perkawinan antara puteri dari Sunan Amangkurat I dan Pangeran Karim (kelak naik takhta menjadi Panembahan Ratu II). Mereka kemudian dikaruniai dua putera yang dinamai Martawijaya, Kartawijaya, dan Wangsakerta. Setelah Panembahan Ratu I wafat, Pangeran Karim kemudian naik takhta dan bergelar Panembahan Ratu II. Pada saat kenaikan takhtanya ini Cirebon mengalami tekanan hebat yang berasal dari Kerajaan Banten dan Mataram. Tekanan ini disebabkan karena kedua kerjaaan tersebut saling memperebutkan hegemoni untuk menguasai Cirebon. Dalam suatu kesempatan, Amangkurat I yang merupakan ayah mertua dari Panembahan Ratu II bermaksud mengundangnya ke Mataram untuk diberikan selamat karena sudah naik takhta. Panembahan Ratu, isteri, dan kedua anaknya Martawijaya dan Kartawijaya datang ke Mataram. Akan tetapi, tindakan ini merupakan tipus muslihat dari Amangkurat I. Setelah berkunjung ke Mataram Panembahan Ratu II, isteri, dan anaknya dijadikan tahanan kota sehingga tidak dapat kembali ke Cirebon. Panembahan Ratu II ditahan selama 12 tahun di Mataram. Selama itulah Cirebon berada dalam kondisi kekosongan kekuasaan. Panembahan Ratu II kemudian wafat pada tahun ± 1667 Masehi dan dimakamkan di bukit Girilaya. Sepeninggal Panembahan Ratu II, kedua anaknya yaitu Martawijaya dan Kartawijaya masih berada di Mataram. Keduanya kemudian dapat kembali ke Cirebon setelah terjadinya pemberontakan oleh Trunojoyo yang menyerbu keraton Mataram di Plered (Hardjasaputra, 2011: 71; Tjarbon, 1972: 34; Sunardjo, 1983: 139; Sulendraningrat, 1985: 75 dalam Rosita, 2015: 35 -37). (Sumber:  Rosita, Heni. 2015. Pecahnya Kesultanan Cirebon dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Cirebon Tahun 1677 – 1752. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta. Tidak diterbitkan.)
Riwayat Penemuan : Makam Girilaya merupakan kompleks pemakaman kedua kerajaan Mataram Islam, setelah permakaman pertama di Kotagede. Namun karena permakaman Girilaya sudah digunakan untuk memakamkan Pangeran/Panembahan Juminah, sehingga Sultan Agung membangun kompleks makam kerajaan ketiga yang baru di Bukit Merak, dinamakan Pajimatan Imogiri.
Riwayat Penelitian : Rosita, Heni. 2015. Pecahnya Kesultanan Cirebon dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Cirebon Tahun 1677 – 1752. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta. Tidak diterbitkan.Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Bantul. 2019. Naskah Rekomendasi Penetapan Makam Giriloyo Sebagai Struktur Cagar Budaya Peringkat Kabupaten. Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul. Tidak Diterbitkan.
Riwayat Rehabilitasi : Tahun 2022: Membangun serambi baru di sebelah selatan masjid sekaligus dengan dapur di tingkat bawah.Tahun 1983: merehabilitasi kolam masjid.Sekitar tahun 2023/2024 membangun talud di sisi barat tangga naik makam karena longsor.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta
Alamat Pemilik : Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta
Pengelolaan
Nama Pengelola : Abdi Dalem Surakarta dan Abdi Dalem Yogyakarta
Alamat Pengelola : Dsn. Cengkehan RT 02 dan Dsn Pajimatan
Catatan Khusus : Kompleks Makam Giriloyo dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu: a. Makam Sayap kiri (barat), merupakan makam yang paling tinggi di kompleks Makam Giriloyo. Makam ini dikelilingi oleh tembok setinggi kurang lebih 1,5 meter dengan pintu masuk berbentuk gapura paduraksa; b. Makam sayap kanan (timur), makam ini juga dikelilingi tembok keliling setinggi 75 cm yang terbuat dari susunan bata. Adapun tokoh yang dimakamkan di makam sayap kanan ini adalah Panembahan Giriloyo (Sultan Cirebon V), Kayai Ageng Giring, dan Kyai Ageng Sentong; c. Makam-makam yang berada di luar sayap kanan dan sayap kiri. Adapun tokoh-tokoh yang di makamkan yaitu: Wiro Guno, Raden Ayu Nerang Kusumo, Kyai Juru Wiro Probho, Tumenggung Hanggo Bahu, dan para parjurit.