Omah UGM adalah sebutan untuk bangunan tradisional Jawa di Kotagede yang dimiliki oleh Universitas Gadjah Mada. Bangunan rumah menghadap ke arah selatan. Bangunan ini terdiri atas beberapa tipe bangunan, yaitu dua bangunan tipe joglo dan dua bangunan tipe kampung. Penggunaan bangunan antara lain untuk pendapa, longkangan, dalem ageng, gandok kiwa, gandok tengen, pawon, dan sumur. Deskripsi masing-masing bagian bangunan adalah sebagai berikut:
1) Pendapa
Pendapa adalah bangunan yang digunakan untuk kegiatan bersifat publik seperti menerima tamu dan pertemuan-pertemuan. Bangunan pendapa berada di bagian paling selatan atau bagian depan dari kompleks rumah. Bangunan pendapa menggunakan bangunan tipe joglo yang terbuka, tanpa dilengkapi dengan dinding maupun pagar. Denah bangunan berbentuk persegi empat dengan ukuran 8,96 m x 8,20 m. Jerambah, yaitu lantai pendapa lebih tinggi dari permukaan tanah pada halaman depan. Lantai pendapa berupa bligon, yaitu campuran material yang terdiri dari pasir halus, kapur bakar, dan bubuk batu bata dengan perbandingan tertentu. Saka pananggap atau tiang pada bagian pananggap berjumlah 12 batang, bahan dari kayu jati ukuran 16 cm x16 cm, tinggi 2,36 m. Saka diberi alas umpak batu andesit, berbentuk limas terpancung, polos tanpa profil, ukuran tingginya 15 cm. Umpak untuk saka penanggap ditambahkan ketika pendapa direkonstruksi pasca gempa
bumi tahun 2006 dengan dana dari JICA. Di atas saka pananggap terdapat geganja dengan detail ornamen profil.Geganja adalah balok tambahan yang tidak memiliki fungsi konstruktif, tetapi sebagai landasan pertemuan antara sakadengan balandar pananggap dan sebagai ornamen di atas saka. Balandar pananggap, yaitu kayu balok panjang yang disangga oleh saka, dari kayu jati polos. Sambungan balandar menggunakan teknik cathokan dengan pengunci sindik kayu berbentuk kotak. Pertemuan balandar pananggap di bagian sudut menyisakan bagian gimbal,yaitu bagian lebihan dari cathokan balandar di bagian pamanjang dan bagian panyelak Sakaguru atau tiang utama berjumlah empat batang berukuran 20 cm x 20 cm tinggi 3 m. Seperti halnya saka pananggap, sakaguru juga menggunakan bahan kayu jati polos. Sakaguru berdiri di atas umpak batu andesit berwarna hitam, memiliki bentuk dasar limas terpancung ,dengan distiliasi motif songkok. Di bagian atas sakaguru terdapat dua batang kili dan dua batang sunduk, yang menghubungkan dua sakaguru menggunakan teknik sambungan purus. Kili atau sunduk panyelak adalah balandar yang ukurannya pendek, berfungsi sebagai stabilisator konstruksi ruang. Sunduk atau sunduk pamanjang adalah balandar yang ukurannya panjang, berfungsi sebagai pengaku sakaguru agar dapat berdiri tegak. Kili dan sunduk merupakan balandar yang selalu dipasang miring, artinya lebar kayu pada sisi bawah, untuk memaksimalkan kekuatan kayu.Di atas kili dan sunduk adalah balandar pamidhangan terdiri dari dua batang balandar pamidhangan panyelak atau balandar pamidhangan yang ukurannya pendek, dan dua batang balandar pamidhangan pamanjang atau balandar pamidhangan yang ukurannya panjang. Di atas balandar pamidhangan, terdapat balandar lar-laran dibagian pamanjang dan panyelak masing-masing terdiri dari empat batang bersusun tumpangsari membentuk piramida terbalik. Pada balandar lar-laran paling atas, menjadi tumpuan ujung usuk pananggap. Sambungan antar balandar menggunakan teknik cathokan. Pertemuan balandar antara bagian pamanjang dan panyelak di bagian sudut menyisakan bagian gimbal. Gimbal ini tidak dibuat pada balandar lar-laran paling atas karena bagian sudut pertemuan antara balandar lar-laran panyelak dan balandar lar-laran pamanjang bersambungan dengan dudur pananggap di keempat sudut. Pengunci emprit gantil berada di ke empat sudut balandar lar-laran, digunakan untuk mengunci dua balandar lar-laran paling atas dengan dudur brunjung. Emprit gantil sekaligus berfungsi sebagai ornamen pada bagian tumpangsari. Di bagian tengah pamidhangan terdapat dhadha peksiyaitu pangeret atau balok melintang pada bagian panyelak pamidhangan yang berupa kayu polos tanpa ukiran.Dhadha peksi berfungsi teknis memperkuat sambungan balandar pamidhangan di bagian tengah uleng, yaitu rongga yang terbentuk oleh pamidhangan. Di tengah uleng terdapat balok bersusun piramida yang disebut balandar singup. Balandar singup terdiri dari empat batang kayubalok. Di bagian atas ditutup dengan plafond pamidhangan dari bahan kayu. Bahan rangka atap pendapa terbuat dari kayu jati. Usuk di bagian brunjung, pananggap, dan cukit tritis menggunakan model ri gereh. Ujung usuk pada bagian pananggap menumpu ke balandar lar-laran yang paling atas. Usuk yang berukuran pendek, ujung usuk masuk kedudur pananggap. Bagian pangkal usuk pananggap menumpu pada balandar pananggap. Cukit tritis berukuran lebar 50 cm. Usuk pada bagian cukit tritis pada bagian atas menumpu ke blandar pananggap. Pangkal usuk cukit berornamen padma. Di atas usuk terdapat papan yang berfungsi sebagai plafond. Atap pendapa ditutup menggunakan genteng tanah liatjenis genteng kripik atau genteng vlaam. Genteng menumpu pada reng yang dipasang pada papan kayu yang berada diatas usuk. Wuwungan di atas jurai ditutup dengan wuwung seng dilengkapi dengan hiasan atap bentuk badongan sertailat-ilatan. Badongan atau badong janaka adalah hiasanatap yang berbentuk seperti tanduk. Ilat-ilatan adalah lembaran seng berbentuk seperti lidah yang berada dibawah badong, berfungsi untuk menutup sambungan antara wuwung dan badong agar tidak bocor jika terjadi hujan. Hiasan atap ini dibuat agar menarik saja, tidak mengandung arti atau lambang tertentu. Hiasan badongan ada di bagian ujung atas molo, sudut pertemuan antara pangkal dudur brunjung dan ujung dudur pananggap, ujung dudur pananggap, dan pangkal dudur cukit tritis.
2)Longkangan
Longkangan adalah area terbuka di dalam kompleks rumah. Rumah Tradisional Milik UGM memiliki empat longkangan, yakni:
a) Longkangan pertama berada di antara pendapa dan dalem. Ukurannya 8,9 m x 2,2 m.b.
b) Longkangan kedua di antara dalem dan gandok kiwa. Ukurannya 9,65 m x 1,86 m. Lantai longkangan kedua lebih rendah dari dalem 35 cm.
c) Longkangan ketiga di antara dalem dan gandok tengen. Ukurannya 9,65 m x 0,9 m. Lantai longkangan ketiga lebih rendah dari dalem 35 cm.
d) Longkangan keempat di antara dalem dan pawon.Ukurannya 8,96 m x 3,5 m. Lantai longkangan keempat lebih rendah dari dalem 30 cm.
3) Dalem
Dalem merupakan bangunan tipe joglo yang berada disebelah utara pendapa. Denah bangunan berbentuk persegi panjang berukuran 9,65 x 8,9 m. Dalem memiliki emper diketiga sisinya. Emper depan dan belakang berfungsi sebagai teras, sedangkan emper samping kiri digunakan untuk ruang santai. Lantai di bagian emper dalem menggunakan tegelpolos kepala basah ukuran 20 cm x 20 cm. Lantai dibuat lebih tinggi daripada lantai di longkangan. Emper pada bagian depan ditopang oleh empat saka emper, emper samping kiri ditopang oleh dua saka emper, sedangkan emper belakang ditopang oleh lima saka emper. Saka emper dihias plisir/profil pada bagian pinggiran kayu. Padasaka emper bagian depan/teras dilengkapi bahu dhanyang. Bahu dhanyang adalah komponen bangunan yang mirip konsol yang menyangga tritisan bangunan. Bahu dhanyang berbentuk seperti lengan tangan atas manusia, terbuat dari kayu berornamen ukiran.Saka emper dipasang dengan teknik ceblok, yaitu model pemasangan saka yang langsung ditanam pada lantai tanpa diberi alas umpak. Di bagian atas saka emper terdapat geganja berhias profil. Geganja berfungsi sebagai landasan pertemuan antara saka dengan balandar dan sebagai ornamen di atas saka. Balandar emper dari kayu jati dengan hiasan plisir di pinggir kayu. Sambungan balandar menggunakan teknik cathokan dengan pengunci sindik kayu berbentuk bulat. Di atas balandar emper terdapat dua batang balandar panitih yang menumpu di bagian dalam dan luar balandar emper sehingga membentuk susunan piramida terbalik. Balandar panitih emper menggunakan bahan yang sama dengan kayu balandar yaitu kayu jati.Pada bagian pananggap tidak terdapat saka, tetapi berupa gebyog. Pada masing-masing sisi dinding terdapat pintu model kupu tarung. Pintu utama berada pada dinding sisi selatan bagian tengah, diapit dua jendela model kuputarung dengan teralis. Pintu ini dilengkapi dengan tebeng atau ventilasi di bagian atas berornamen kayu berukiran motif suluran. Bagian dalam dalem terbagi menjadi ruang tengah dan senthong. Lantai berupa floor/plesteran bligon, pada ruang tengah dan senthong memiliki selisih tinggi 20 cm. Beda ketinggian lantai menunjukkan perbedaan tingkat kesakralan pada tiap-tiap ruangan di dalam dalem. Bagian senthong merupakan lantai tertinggi karena merupakan bagian paling sakral. Antara ruang tengah dan senthong dibatasi dengan gebyog kayu berornamen ukiran krawangan. Senthong adalah tiga ruang berjajar, antara lain senthong kiwa (kiri),senthong tengah, dan senthong tengen (kanan). Masing-masing senthong dibatasi oleh dinding gebyog. Senthong tengah merupakan ruang yang disucikan sehingga dibiarkan kosong. Senthong kiwa dan senthong tengen masing-masing memiliki sebuah pintu di sisi selatan dan sebuah jendela disisi utara.Tiang utama atau sakaguru dalem terdiri dari empat batang berukuran 20 cm x 20 cm, tinggi 3 m. Sakaguru menggunakan kayu jati polos, diplitur warna coklat. Sakaguru berdiri di atas umpak batu andesit berwarnahitam, bentuk dasar limas terpancung, ragam hias berupa padma distiliasi motif songkok. Dua batang kili dan dua batang sunduk menghubungkan sakaguru menggunakan teknik sambung purus. Balandar pamidhangan terdiri atas dua batang balandar pamidhangan panyelak, dan dua batang balandar pamidhangan pamanjang. Balandar lar-laran di bagian pamanjang dan panyelak masing-masing terdiri dari tiga batang bersusun tumpangsari membentuk piramida terbalik. Balandar lar-laran dikunci menggunakan sindik atau pengunci di bagian atas balandar. Sambungan antar balandar menggunakan teknik cathokan. Pertemuan balandar antara bagian pamanjang dan panyelak di bagian sudut menyisakan bagian gimbal, yaitu bagian lebihan dari cathokan balandar. Gimbal ini tidak dibuat pada balandar lar-laran paling atas karena bagian sudut pertemuan antara balandar lar-laran panyelak dan balandar lar-laran pamanjang bersambungan dengan dudur pananggap di keempat sudut. Di bagian tengah pamidhangan terdapat dhadha peksi berornamen ukiran. Di bagian tengah dhadha peksi terdapat hiasan berbentuk nanas/nanasan yang berfungsi sebagai penggantung lampu. Dhadha peksi berfungsi teknis memperkuat sambungan balandar pamidhangan di bagian tengah dan sebagai elemen penghias bagian tengah pamidhangan. Balandar singup di tengah uleng tersusun dari empat batang balok. Plafond pamidhangan menggunakan papan kayu. Seluruh bagian kayu padabagian pamidhangan diplitur warna coklat senada dengan warna plitur pada sakaguru. Bahan rangka atap terbuat dari kayu jati. Model usuk dibagian brunjung, pananggap, dan cukit tritis menggunakan model ri gereh. Di bagian luar emper depan terdapat cukit tritis, berukuran lebar 50cm. Cukit ini disangga oleh bahu dhanyang. Usuk cukit tritis pada bagian ujung masuk ketakikan-takikan yang dibuat pada balandar panitih sayap luar. Pangkal usuk cukit merupakan usuk berornamen padma. Emper sisi Timur tidak terdapat cukit tritis, karena bagian ini ditambahkan atap pada bagian antara emperdalem dan gandhok kiwa. menambahkan atap diantara emper dalem sisi timur dan emper gandhok kiwa sisi barat,sehingga area yang semula terbuka menjadi ruangan baru yang bisa dimanfaatkan untuk tempat bersantai dan meletakkan barang-barang. Penambahan atap ini juga mempermudah akses dari dalem ke gandhok kiwa terutama saat turun hujan. Pada sisi barat ditambah dengan dinding tembok, satu pintu di bagian tengah, serta dua jendela disamping kanan dan kiri pintu.Atap ditutup menggunakan genteng kripik. Genteng menumpu pada reng yang dipasang di atas papan kayu. Wuwungan atau bubungan di atas molo dan jurai ditutup dengan krepus yang terbuat dari seng. Di ujung bubungan bagian atas terdapat hiasan atap berbentuk badhongan Janaka.
4) Gandok kiwa
Gandok kiwa berada di sebelah timur dalem. Bangunan gandok kiwa menggunakan bangunan bertipe kampung gajah ngombe, yaitu bangunan bertipe kampung yang diberi emper pada salah satu sisi saja. Denah bangunan berukuranpanjang 9,65 m x 2,7 m, serta teras dengan lebar 1,86 m. Lantai menggunakan tegel abu-abu polos ukuran 20 cmx 20 cm. Dinding bangunan berupa tembok bata berplester. Gandok dibagi menjadi teras dan ruang pamer koleksi Rumah Tradisional UGM. Gandok memiliki satu pintu disisi barat, dua jendela di sisi barat, dan satu pintu di sisiselatan. Jendela model kupu tarung dengan teralis. Pintu model kupu tarung dilengkapi dengan tebeng dihias dengan motif krawangan. Komponen atap yaitu molo, usuk, gording, dan reng dibuat dari kayu. Usuk dipasang model rigereh. Penutup atap menggunakan genteng kripik dengan bubungan seng. Di sebelah selatan gandok kiwa ditambah bangunan beratap kampung yang digunakan untuk kantor Program Ekstensi JRF. Bangunan saat ini berfungsi sebagai ruang keluarga dan kamar tidur.
5) Gandok tengen
Gandok tengen berada di sebelah barat dalem. Bangunan gandok tengen menggunakan bangunan bertipe kampung. Denah bangunan berukuran panjang 9,65 m x 2,7m. Lantai menggunakan tegel abu-abu polos ukuran 20 cmx 20 cm. Lantai di bagian barat ditinggikan 30 cm menjadi tempat istirahat. Dinding bangunan berupa tembok bata berplester. Gandok memiliki satu pintu di sisi selatan dan utara, serta satu jendela di sisi selatan. Komponen atap yaitu molo, usuk, gording, dan reng dibuat dari kayu. Usuk dipasang model ri gereh. Penutup atap menggunakan genteng kripik dengan bubungan seng.
6) Pawon
Pawon berada di bagian belakang bangunan dalem. Bangunan menggunakan atap seng Lantai berupa plesteran semen. Di sudut timur laut terdapat sumur dan kamarmandi. Bagian pawon mengalami kerusakan karena gempa 2006.