Loading

Rumah Tradisional Milik UGM

Status : Bangunan Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Rumah Adat ini dibangun tahun 1750an menggunakan gaya arsitektur tradisional jawa dengan atap joglo. Terdiri dari bangunan dalem dan gandok timur. Selain sebagai rumah tinggal pada masa lalu rumah ini digunakan untuk produksi kerajinan perak. Struktur rangka rumah menggunakan kayu, dinding menggunakan batu bata dan sebagian kayu. Rumah ini mengalami rusak akibat gempa tahun 2006. Tahun 2010 bangunan dalem dan gandok direhabilitasi oleh REKOMPA-JRF dan difungsikan sebagai rumah publik. Upaya ini menjadi bagian dari program jangka panjang UGM dalam rangka membantu komunitas lokal Kota Gede dalam rangka menghidupkan kembali kawasan pusaka mereka.

Program ini memfokuskan pada usaha membangun ekonomi komunitas lokal melalui pengembangan pusaka tangible (pusaka benda) dan intangible (pusaka tak benda). Dua hal itu merupakan potensi tak ternilai untuk pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Program revitalisasi Kawasan Pusaka Kota Gede ini diprakarsai oleh Pusaka Jogja Bangkit, sebuah kolaborasi antara Pusat Konservasi Pusaka Departemen Arsitektur UGM; Jogja Heritage Society; Indonesia Heritage Trust; dan ICOMOS Indonesia ditambah bantuan JICA, Total Indonesie, Exxon Mobile.

Referensi: 


Omah UGM adalah sebutan untuk bangunan tradisional Jawa di Kotagede yang dimiliki oleh Universitas Gadjah Mada. Bangunan rumah menghadap ke arah selatan. Bangunan ini terdiri atas beberapa tipe bangunan, yaitu dua bangunan tipe joglo dan dua bangunan tipe kampung. Penggunaan bangunan antara lain untuk pendapa, longkangan, dalem ageng, gandok kiwa, gandok tengen, pawon, dan sumur. Deskripsi masing-masing bagian bangunan adalah sebagai berikut:

 

Pendapa

Pendapa adalah bangunan yang digunakan untuk kegiatan bersifat publik seperti menerima tamu dan pertemuan-pertemuan. Bangunan pendapa berada di bagian paling selatan atau bagian depan dari kompleks rumah. Bangunan pendapa menggunakan bangunan tipe joglo yang terbuka, tanpa dilengkapi dengan dinding maupun pagar. Denah bangunan berbentuk persegi empat dengan ukuran 8,96 m x 8,20 m. Jerambah, yaitu lantai pendapa lebih tinggi dari permukaan tanah pada halaman depan. Lantai pendapa berupa bligon, yaitu campuran material yang terdiri dari pasir halus, kapur bakar, dan bubuk batu bata dengan perbandingan tertentu.

Saka pananggap atau tiang pada bagian pananggap berjumlah 12 batang, bahan dari kayu jati ukuran 16 cm x 16 cm, tinggi 2,36 m. Saka diberi alas umpak batu andesit, berbentuk limas terpancung, polos tanpa profil, ukuran tingginya 15 cm. Umpak untuk saka penanggap ditambahkan ketika pendapa direkonstruksi pasca gempa bumi tahun 2006 dengan dana dari JICA. Di atas saka pananggap terdapat geganja dengan detail ornamen profil. Geganja adalah balok tambahan yang tidak memiliki fungsi konstruktif, tetapi sebagai landasan pertemuan antara saka dengan balandar pananggap dan sebagai ornamen di atas saka. Balandar pananggap, yaitu kayu balok panjang yang disangga oleh saka, dari kayu jati polos. Sambungan balandar menggunakan teknik cathokan dengan pengunci sindik kayu berbentuk kotak. Pertemuan balandar pananggap di bagian sudut menyisakan bagian gimbal, yaitu bagian lebihan dari cathokan balandar di bagian pamanjang dan bagian panyelak

Sakaguru atau tiang utama berjumlah empat batang berukuran 20 cm x 20 cm tinggi 3 m. Seperti halnya saka pananggap, sakaguru juga menggunakan bahan kayu jati polos. Sakaguru berdiri di atas umpak batu andesit berwarna hitam, memiliki bentuk dasar limas terpancung, dengan distiliasi motif songkok. Di bagian atas sakaguru terdapat dua batang kili dan dua batang sunduk, yang menghubungkan dua sakaguru menggunakan teknik sambungan purus. Kili atau sunduk panyelak adalah balandar yang ukurannya pendek, berfungsi sebagai stabilisator konstruksi ruang. Sunduk atau sunduk pamanjang adalah balandar yang ukurannya panjang, berfungsi sebagai pengaku sakaguru agar dapat berdiri tegak. Kili dan sunduk merupakan balandar yang selalu dipasang miring, artinya lebar kayu pada sisi bawah, untuk memaksimalkan kekuatan kayu.

Di atas kili dan sunduk adalah balandar pamidhangan terdiri dari dua batang balandar pamidhangan panyelak atau balandar pamidhangan yang ukurannya pendek, dan dua batang balandar pamidhangan pamanjang atau balandar pamidhangan yang ukurannya panjang. Di atas balandar pamidhangan, terdapat balandar lar-laran di bagian pamanjang dan panyelak masing-masing terdiri dari empat batang bersusun tumpangsari membentuk piramida terbalik. Pada balandar lar-laran paling atas, menjadi tumpuan ujung usuk pananggap. Sambungan antar balandar menggunakan teknik cathokan. Pertemuan balandar antara bagian pamanjang dan panyelak di bagian sudut menyisakan bagian gimbal. Gimbal ini tidak dibuat pada balandar lar-laran paling atas karena bagian sudut pertemuan antara balandar lar-laran panyelak dan balandar lar-laran pamanjang bersambungan dengan dudur pananggap di keempat sudut. Pengunci emprit gantil berada di keempat sudut balandar lar-laran, digunakan untuk mengunci dua balandar lar-laran paling atas dengan dudur brunjung. Emprit gantil sekaligus berfungsi sebagai ornamen pada bagian tumpangsari.

Di bagian tengah pamidhangan terdapat dhadha peksi yaitu pangeret atau balok melintang pada bagian panyelak pamidhangan yang berupa kayu polos tanpa ukiran. Dhadha peksi berfungsi teknis memperkuat sambungan balandar pamidhangan di bagian tengah uleng, yaitu rongga yang terbentuk oleh pamidhangan. Di tengah uleng terdapat balok bersusun piramida yang disebut balandar singup. Balandar singup terdiri dari empat batang kayu balok. Di bagian atas ditutup dengan plafond pamidhangan dari bahan kayu.

Bahan rangka atap pendapa terbuat dari kayu jati. Usuk di bagian brunjung, pananggap, dan cukit tritis menggunakan model ri gereh. Ujung usuk pada bagian pananggap menumpu ke balandar lar-laran yang paling atas. Usuk yang berukuran pendek, ujung usuk masuk ke dudur pananggap. Bagian pangkal usuk pananggap menumpu pada balandar pananggap. Cukit tritis berukuran lebar 50 cm. Usuk pada bagian cukit tritis pada bagian atas menumpu ke blandar pananggap. Pangkal usuk cukit berornamen padma. Di atas usuk terdapat papan yang berfungsi sebagai plafond.

Atap pendapa ditutup menggunakan genteng tanah liat jenis genteng kripik atau genteng vlaam. Genteng menumpu pada reng yang dipasang pada papan kayu yang berada di atas usuk. Wuwungan di atas jurai ditutup dengan wuwung seng dilengkapi dengan hiasan atap bentuk badongan serta ilat-ilatan. Badongan atau badong janaka adalah hiasan atap yang berbentuk seperti tanduk. Ilat-ilatan adalah lembaran seng berbentuk seperti lidah yang berada di bawah badong, berfungsi untuk menutup sambungan antara wuwung dan badong agar tidak bocor jika terjadi hujan. Hiasan atap ini dibuat agar menarik saja, tidak mengandung arti atau lambang tertentu. Hiasan badongan ada di bagian ujung atas molo, sudut pertemuan antara pangkal dudur brunjung dan ujung dudur pananggap, ujung dudur pananggap, dan pangkal dudur cukit tritis.

Longkangan

Longkangan adalah area terbuka di dalam kompleks rumah. Rumah Tradisional Milik UGM memiliki empat longkangan, yakni:

a.   Longkangan pertama berada di antara pendapa dan dalem. Ukurannya 8,9 m x 2,2 m.

b.   Longkangan kedua di antara dalem dan gandok kiwa. Ukurannya 9,65 m x 1,86 m. Lantai longkangan kedua lebih rendah dari dalem 35 cm.

c.   Longkangan ketiga di antara dalem dan gandok tengen. Ukurannya 9,65 m x 0,9 m. Lantai longkangan ketiga lebih rendah dari dalem 35 cm.

d.   Longkangan keempat di antara dalem dan pawon. Ukurannya 8,96 m x 3,5 m. Lantai longkangan keempat lebih rendah dari dalem 30 cm.

Dalem

Dalem merupakan bangunan tipe joglo yang berada di sebelah utara pendapa. Denah bangunan berbentuk persegi panjang berukuran 9,65 x 8,9 m. Dalem memiliki emper di ketiga sisinya. Emper depan dan belakang berfungsi sebagai teras, sedangkan emper samping kiri digunakan untuk ruang santai.

Lantai di bagian emper dalem menggunakan tegel polos kepala basah ukuran 20 cm x 20 cm. Lantai dibuat lebih tinggi daripada lantai di longkangan. Emper pada bagian depan ditopang oleh empat saka emper, emper samping kiri ditopang oleh dua saka emper, sedangkan emper belakang ditopang oleh lima saka emper. Saka emper dihias plisir/profil pada bagian pinggiran kayu. Pada saka emper bagian depan/teras dilengkapi bahu dhanyang. Bahu dhanyang adalah komponen bangunan yang mirip konsol yang menyangga tritisan bangunan. Bahu dhanyang berbentuk seperti lengan tangan atas manusia, terbuat dari kayu berornamen ukiran.

Saka emper dipasang dengan teknik ceblok, yaitu model pemasangan saka yang langsung ditanam pada lantai tanpa diberi alas umpak. Di bagian atas saka emper terdapat geganja berhias profil. Geganja berfungsi sebagai landasan pertemuan antara saka dengan balandar dan sebagai ornamen di atas saka. Balandar emper dari kayu jati dengan hiasan plisir di pinggir kayu. Sambungan balandar menggunakan teknik cathokan dengan pengunci sindik kayu berbentuk bulat. Di atas balandar emper terdapat dua batang balandar panitih yang menumpu di bagian dalam dan luar balandar emper sehingga membentuk susunan piramida terbalik. Balandar panitih emper menggunakan bahan yang sama dengan kayu balandar yaitu kayu jati.

Pada bagian pananggap tidak terdapat saka, tetapi berupa gebyog. Pada masing-masing sisi dinding terdapat pintu model kupu tarung. Pintu utama berada pada dinding sisi selatan bagian tengah, diapit dua jendela model kupu tarung dengan teralis. Pintu ini dilengkapi dengan tebeng atau ventilasi di bagian atas berornamen kayu berukiran motif suluran.

Bagian dalam dalem terbagi menjadi ruang tengah dan senthong. Lantai berupa floor/plesteran bligon, pada ruang tengah dan senthong memiliki selisih tinggi 20 cm. Beda ketinggian lantai menunjukkan perbedaan tingkat kesakralan pada tiap-tiap ruangan di dalam dalem. Bagian senthong merupakan lantai tertinggi karena merupakan bagian paling sakral.

Antara ruang tengah dan senthong dibatasi dengan gebyog kayu berornamen ukiran krawangan. Senthong adalah tiga ruang berjajar, antara lain senthong kiwa (kiri), senthong tengah, dan senthong tengen (kanan). Masing-masing senthong dibatasi oleh dinding gebyog. Senthong tengah merupakan ruang yang disucikan sehingga dibiarkan kosong. Senthong kiwa dan senthong tengen masing-masing memiliki sebuah pintu di sisi selatan dan sebuah jendela di sisi utara.

Tiang utama atau sakaguru dalem terdiri dari empat batang berukuran 20 cm x 20 cm, tinggi 3 m. Sakaguru menggunakan kayu jati polos, diplitur warna coklat. Sakaguru berdiri di atas umpak batu andesit berwarna hitam, bentuk dasar limas terpancung, ragam hias berupa padma distiliasi motif songkok.

Dua batang kili dan dua batang sunduk menghubungkan sakaguru menggunakan teknik sambung purus. Balandar pamidhangan terdiri atas dua batang balandar pamidhangan panyelak, dan dua batang balandar pamidhangan pamanjang. Balandar lar-laran di bagian pamanjang dan panyelak masing-masing terdiri dari tiga batang bersusun tumpangsari membentuk piramida terbalik. Balandar lar-laran dikunci menggunakan sindik atau pengunci di bagian atas balandar. Sambungan antar balandar menggunakan teknik cathokan. Pertemuan balandar antara bagian pamanjang dan panyelak di bagian sudut menyisakan bagian gimbal, yaitu bagian lebihan dari cathokan balandar. Gimbal ini tidak dibuat pada balandar lar-laran paling atas karena bagian sudut pertemuan antara balandar lar-laran panyelak dan balandar lar-laran pamanjang bersambungan dengan dudur pananggap di keempat sudut.

Di bagian tengah pamidhangan terdapat dhadha peksi berornamen ukiran. Di bagian tengah dhadha peksi terdapat hiasan berbentuk nanas/nanasan yang berfungsi sebagai penggantung lampu. Dhadha peksi berfungsi teknis memperkuat sambungan balandar pamidhangan di bagian tengah dan sebagai elemen penghias bagian tengah pamidhangan. Balandar singup di tengah uleng tersusun dari empat batang balok. Plafond pamidhangan menggunakan papan kayu. Seluruh bagian kayu pada bagian pamidhangan diplitur warna coklat senada dengan warna plitur pada sakaguru.

Bahan rangka atap terbuat dari kayu jati. Model usuk di bagian brunjung, pananggap, dan cukit tritis menggunakan model ri gereh. Di bagian luar emper depan terdapat cukit tritis, berukuran lebar 50cm. Cukit ini disangga oleh bahu dhanyang. Usuk cukit tritis pada bagian ujung masuk ke takikan-takikan yang dibuat pada balandar panitih sayap luar. Pangkal usuk cukit merupakan usuk berornamen padma.

Emper sisi Timur tidak terdapat cukit tritis, karena bagian ini ditambahkan atap pada bagian antara emper dalem dan gandhok kiwa. menambahkan atap diantara emper dalem sisi timur dan emper gandhok kiwa sisi barat, sehingga area yang semula terbuka menjadi ruangan baru yang bisa dimanfaatkan untuk tempat bersantai dan meletakkan barang-barang. Penambahan atap ini juga mempermudah akses dari dalem ke gandhok kiwa terutama saat turun hujan. Pada sisi barat ditambah dengan dinding tembok, satu pintu di bagian tengah, serta dua jendela di samping kanan dan kiri pintu.

Atap ditutup menggunakan genteng kripik. Genteng menumpu pada reng yang dipasang di atas papan kayu. Wuwungan atau bubungan di atas molo dan jurai ditutup dengan krepus yang terbuat dari seng. Di ujung bubungan bagian atas terdapat hiasan atap berbentuk badhongan Janaka.

Gandok kiwa

Gandok kiwa berada di sebelah timur dalem. Bangunan gandok kiwa menggunakan bangunan bertipe kampung gajah ngombe, yaitu bangunan bertipe kampung yang diberi emper pada salah satu sisi saja. Denah bangunan berukuran panjang 9,65 m x 2,7 m, serta teras dengan lebar 1,86 m.

Lantai menggunakan tegel abu-abu polos ukuran 20 cm x 20 cm. Dinding bangunan berupa tembok bata berplester. Gandok dibagi menjadi teras dan ruang pamer koleksi Rumah Tradisional UGM. Gandok memiliki satu pintu di sisi barat, dua jendela di sisi barat, dan satu pintu di sisi selatan. Jendela model kupu tarung dengan teralis. Pintu model kupu tarung dilengkapi dengan tebeng dihias dengan motif krawangan. Komponen atap yaitu molo, usuk, gording, dan reng dibuat dari kayu. Usuk dipasang model ri gereh. Penutup atap menggunakan genteng kripik dengan bubungan seng.

Di sebelah selatan gandok kiwa ditambah bangunan beratap kampung yang digunakan untuk kantor Program Ekstensi JRF. Bangunan saat ini berfungsi sebagai ruang keluarga dan kamar tidur.

Gandok tengen

Gandok tengen berada di sebelah barat dalem. Bangunan gandok tengen menggunakan bangunan bertipe kampung. Denah bangunan berukuran panjang 9,65 m x 2,7 m. Lantai menggunakan tegel abu-abu polos ukuran 20 cm x 20 cm. Lantai di bagian barat ditinggikan 30 cm menjadi tempat istirahat. Dinding bangunan berupa tembok bata berplester. Gandok memiliki satu pintu di sisi selatan dan utara, serta satu jendela di sisi selatan. Komponen atap yaitu molo, usuk, gording, dan reng dibuat dari kayu. Usuk dipasang model ri gereh. Penutup atap menggunakan genteng kripik dengan bubungan seng.

Pawon

Pawon berada di bagian belakang bangunan dalem. Bangunan menggunakan atap seng Lantai berupa plesteran semen. Di sudut timur laut terdapat sumur dan kamar mandi. Bagian pawon mengalami kerusakan karena gempa 2006.


Status : Bangunan Cagar Budaya
Kawasan : Kawasan Cagar Budaya Kotagede
Alamat : Gang Soka Sayangan Dukuh Bodon Jagalan KG II RT 03/RW 03, Jagalan, Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
7.8291468025372° S, 110.39633445816° E


Lokasi Rumah Tradisional Milik UGM di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Jenis Struktur : Tradisional
Dimensi Struktur
Jenis Bangunan : Tradisional
Fungsi Bangunan : Sekolah
Komponen Pelengkap :
  1. Pintu,Asli
  2. Ventilasi,Asli
  3. Jendela,Asli
  4. Kolom/Tiang,Asli
  5. Lantai,Asli
  6. Plafon,Asli
  7. Atap,Asli
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Deskripsi Fasad : Bangunan ini memiliki orientasi arah hadap ke selatan dengan pendopo di bagian depan. Bangunan inti merupakan rumah Joglo dengan gaya arsitektur khas Jawa, dinding muka bangunan berupa kayu yang tersusun vertical berwarna coklat dengan pintu ditengahnya diapit dua buah jendela yang semua terbuat dari kayu jati pilihan yang masih asli sejak bangunan ini berdiri. sedangkan bagian gandok nampak muka yaitu berdinding tembok dengan pintu berada di tengah diapit dua buah jendela
Deskripsi Konsol : Konsol bangunan berupa bahu danyang yang berupa struktur kayu peyangga atap yang terdapat pada emperan.
Deskripsi Jendela : Jendela berbentuk kupu tarung dengan dua daun jendela dalam satu kusen yang terbuat dari kayu yang ditengahnya terapat jeruji yang terbuat dari kayu namun ada juga jeruji yang terbuat dari besi
Deskripsi Pintu : Pintu utama berbentuk kupu tarung berada di bagian depan dalem yang menghubungkan antara pringgitan dan dalem. Pintu terbuat dari kayu. Pintu pada bagian lain memiliki bentuk yang sama dengan pintu utama hanya ukuranya saja yang berbeda
Deskripsi Atap : Atap berbentuk joglo dengan atap yang tinggi di bagian tengah yang di tutup dengan genteng tanah liat dengan hiasan di puncak ? Atap pada gandok berbentuk limasan dengan penutup genteng tanah liat yang masih asli ? Atap pada pendopo berbentuk joglo dengan penutup berupa gentengh tanah liat
Deskripsi Lantai : Lantai terbuat dari plesteran semen dan pasir. Lantai bangunan ini masih asli namun kondisinya sudah banyak yang rusak sehingga pada waktu hujan deras air hujan banyak yang merembes sedangkan pada bagian gandok lantainya terbuat dari ubin
Deskripsi Kolom/Tiang : Tiang bangunan rumah inti berupa kayu jati berjumlah empat buah yang bertumpu masing masing pada sebuah umpak batu. Saka guru/tiang utama menopang struktur bangunan Sedangkan pada pendopo juga terdapat soko guru berjumlah empat buah yang masing masing bertumpu pada sebuah umpak yang terbuat dari batu. Sedangkan tiang penyangga tambahan/saka pangaggep berjumlah dua belas buah dan masing masing bertumpu pada sebuah umpak. Semua soko/tiang terbuat dari kayu jati berkualitas yang dilapisi cat berwarna coklat
Deskripsi Ventilasi : Ventilasi terdiri dari dua macam. Ventilasi tebeng yang berada di atas pintu dan jendela. Ventilasi ini ditutup oleh kaca Kristal mati yang tidak dapat dibuka secara permanen Sedangkan ventilasi lainnyta terdapat di dinding bangunan, terutama pada dinding atas pintu masuk bagian gandok. Ventilasi ini terdiri dari tiga buah lubang yang dibuat berjejer rapi dibuat secara vertical
Deskripsi Plafon : Plafon terbuat dari kayu berkualitas baik, elemen pada plafon masih terjaga keaslianya. Plafon dibuat miring sesuai bentuk bangunan dan berjejer rapi. Plafon pada semua bangunan masih asli
Jenis Ragam Hias : Ragam hias bangunan ini ada beberapa macam 1. Hiasan berupa lampu gantung & dada paesipada dalem 2. Hiasan berupa ukiran pada pintu masukSenthong tengah dan dua buah patung 3. Hiasan berupa benda antic dan pusaka ,namun tim lapangan dilarang memotretnya.Benda ini berada di sentong kiwo 4. Hiasan dada peksi pada struktur tengahbangunan
Desain : Desain bangunan berupa rumah joglo dengan pola mengikuti desain khas rumah jawa klasik
Interior : Desain interior dibuar sesuai dengan pembagian ruangan khas rumah 7. joglo/Jawa klasik. Yaitu berupa Priggitan, Ndalem, Senthong tengen, tengah dan
Fungsi Situs : Sekolah
Fungsi : Sekolah
Tokoh : Rumah ini terakhir dimiliki oleh Parto Darsono yang meninggal tahun 2000, karena tidak memiliki keturunan maka oleh keluarga besar di jual ke UGm Tahun 2007
Peristiwa Sejarah : Rumah Tradisional Milik UGM dibangun pada tahun 1950-an. Rumah Tradisional Milik UGM diwariskan kepada Ir. Sutaat yang berprofesi sebagai tenaga pengajar di UGM. Oleh Ir. Sutaat, rumah tradisional diwariskan kepada keponakannya yang bernama Parto Darsono. Setelah Parto Darsono meninggal pada usia 96 tahun, rumah tradisional tidak terawat. Pada tahun 2007, rumah tradisional dibeli oleh UGM setelah mengalami kerusakan akibat gempa bumi tahun 2006. Pada saat terjadi gempa bumi tahun 2006, Rumah Tradisional Milik UGM mengalami kerusakan berat. Pasca gempa bumi dilakukan perbaikan pada rumah joglo dengan beberapa perubahan dan tambahan. Perubahan tersebut meliputi bangunan di sebelah timur pendapa. Sisa dinding yang masih berdiri dari bangunan roboh masih dapat dilihat hingga saat ini.
Konteks : Bangunan ini merupakan buktui sejarah perkembangan bangunankuno yang diperkirakan berkembang di tahun 1800 an. Bangunan inimenunjukan status social kepemilikan yang merupakan kalanganmenengah ke atas pada masa itu
Nilai Sejarah : Rumah Tradisional Milik UGM merupakan rumah tinggal Bapak Parto Darsono (paman Ir. Sutaat) yang memiliki kedudukan sosial tinggi di masyarakat karena profesinya sebagai pengusaha batik.Ir. Sutaat merupakan tenaga pengajar di UGM.
Nilai Ilmu Pengetahuan : Menggunakan model arsitektur tradisional Jawa yang tampak dari tipe bangunan joglo dan kampung. Masing-masing tipe memiliki teknologi khusus dalam proses pembangunannyaKayu jati digunakan sebagai bahan utama baik sebagai komponen struktur bangunan joglo maupun elemen arsitektural. Konstruksi menggunakan teknik sambung purus dan pasak tanpa paku.Arah hadap bangunan ke selatan mengikuti kepercayaan Jawa. Pola tata letak bangunan tersusun simetris mengikuti prinsip tata letak sesuai sumbu utara selatan dan memiliki nilai kesakralan yang semakin meningkat ke arah belakang.
Nilai Pendidikan : Sebagai pembelajaran masyarakat umum dan peserta didik tentang filosofi yang terdapat pada bangunan tradisional Jawa. Pada akhirnya hal itu dapat memberikan inspirasi bagi pendidikan lokal sebagai landasan bagi penguatan karakter bangsa.
Nilai Budaya : Rumah Tradisional Milik UGM menunjukkan bahwa orang Jawa telah memiliki kemampuan tinggi untuk membangun rumah tradisional yang khas. Rumah merupakan suatu susunan yang terdiri atas beberapa bangunan dan halaman (ruang terbuka). Selain memperhatikan fungsinya, rumah tradisional Jawa juga memperhatikan hubungannya dengan alam, seperti matahari, arah angin, hujan, aliran air di bawah tanah, dan kondisi tanah. Rumah tradisional Jawa memiliki komposisi dan proporsi yang khas. Karakteristik arsitektur Jawa tercermin pada pembagian area publik dan area pribadi. Penyusunan pola tata letak bangunan secara simetris sesuai sumbu utara selatan menunjukkan tingkat kesakralan. Pembagian elemen bangunan sebagai manifestasi gambaran manusia (bangunan terdiri dari bagian kaki, tubuh, dan kepala). Penggunaan kayu jati merupakan kayu terbaik sebagai material konstruksi bangunan, mengenal ragam hias yang kaya simbol, serta berbagai ritual yang berhubungan dengan pendirian rumah. Sampai sekarang kompleks Rumah Tradisional Milik UGM masih digunakan untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan masyarakat Dukuh Bodon antara lain: pemilu, arisan, pertemuan warga, dan diklat.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Fakultas Arsitektur UGM
Alamat Pemilik : Jl Grafika No 2 Senowolo Sinduadi Kec Mlati kabupaten Sleman
Nomer Kontak : 0274 580092
Pengelolaan
Nama Pengelola : Hendri SP
Nomer Kontak : 0878 254 504 44
Persepsi Masyarakat : Berdasarkan hasil pengamatan visual oleh tim lapangan di temukan bahwa telah terjadi kerusakan di beberapa tempat yang diakibatkan oleh kebocoran atap sehingga air hujan yang masuk menyebabkan pengeroposan struktur kayu, hal ini harus segera diperbaiki. Berdasarkan wawancara dengan pihak penjaga diketahui bahasanya jika hujan deras maka air hujan merembes ke lantai. Kondisi lantai menjadi becek dan kotor. Semua hal tersebut sudah dilaporkan kepada pemilik namun belum ada respon
Catatan Khusus : Rumah Tradisional Milik UGM merupakan bangunan berlanggam Jawa yang masih asli. Bahan bangunan utama penyusun adalah kayu, pasir semen dan bata Bahan pelengkap adalah kaca