Loading

Gereja Katholik Santa Perawan Maria Lourdes Promasan

Status : Bangunan Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Bangunan gereja menempati areal lahan yang cukup luas kurang lebih 4.264 m2, yang terdiri atas bangunan gereja, bangunan pastoran di sebelah barat gereja, gedung pertemuan paroki di sebelah timur gereja, 2 buah bangunan untuk transit baik bagi para umat maupun para peziarah yang akan ke Sendangsono. Selain bangunan gereja, bangunan-bangunan penyerta tersebut merupakan bangunan baru yang dibuat sekitar tahun 1970-an.

Mendapat Penghargaan Gubernur DIY 2004

Status : Bangunan Cagar Budaya
Periodesasi : Pasca Kemerdekaan
Tahun : 1940
Nama Lainnya : Gereja Promasan
Alamat : Pastoran Promasan Pos 2, Banjaroya, Kalibawang, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
7.66602° S, 110.23515° E

No. Registrasi Nasional PO2019040900039
SK Gubernur : SK Gubernur DIY 2010


Lokasi Gereja Katholik Santa Perawan Maria Lourdes Promasan di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Fungsi Bangunan : Religi/Keagamaan
Komponen Pelengkap :
  1. Pintu,Asli
  2. Ventilasi,Asli
  3. Jendela,Asli
  4. Kolom/Tiang,Asli
  5. Lantai,Asli
  6. Plafon,Asli
  7. Atap,Asli
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Deskripsi Fasad : Bangunan gereja berdenah persegi panjang dengan ukuran 19,24 m x 37,75 m. Di depan pintu utama terdapat kuncungan dengan atap tersendiri, dan di kanan kirinya terdapat selasar yang merupakan teras terbuka. Untuk masuk ke dalam gereja dapat melalui     anak tangga (undakan) di depan dan samping kanan kiri teras yang terdiri atas 4 buah anak tangga dengan beda ketinggian 10 cm. Teras berukuran 15,23 m x 2,30 m, bagian tengah tepat di depan pintu utama lebih menjorok ke depan sampai tangga naik selebar 3,75 m. Bagian yang menjorok ke depan ini mempunyai atap tersendiri dan biasa disebut dengan porch atau kuncungan. Lantai teras terdiri dari tegel abu-abu muka basah, berukuran 20 cm x 20 cm dengan kombinasi tegel warna merah. Bagian depan teras dibatasi dengan tembok setinggi 67 cm, dan 6 buah pilar penyangga atap teras. Pilar berukuran 26 cm x 26 cm, terbuat dari bahan teraso kasar. Dinding tembok teras dan gerereja dihias dengan ornamen batu alam tempel. (Balai Pelestraian Cagar Budaya DIY, 2013: hal. 18) Di samping kanan teras gereja berdiri menara untuk lonceng gereja dengan atap berbentuk kerucut dan di bagian puncaknya terpasang salib. Menara ini berukuran 3,12 m x 12,98 m dengan tinggi 24,25 m. Dinding menara dihias dengan ornamen batu tempel dan pada dinding bagian depan dipasang patung Bunda Maria Lourdes. Tangga naik menuju menara ini terdapat di bagian dalam gedung gereja, yang sekaligus juga merupakan tangga naik menuju balkon. Dinding depan bangunan gereja dihias dengan ornamen batu alam tempel setinggi 225 cm dan di atas batu tempel terdapat lis selebar 16 cm, dari bahan teraso kasar. Pada dinding bagian atas pintu utama terdapat ventilasi berbentuk lingkaran dan  tanda salib di atasnya. Ventilasi tersebut pada awalnya berlobang, namun saat ini untuk mencegah masuknya kelelawar dan binatang lainnya dipasang kaca dan kawat strimin. Pintu masuk utama menggunakan model kupu tarung atau pintu berdaun dua, menggunakan bahan dari kayu jati berukuran 246 cm x 225 cm. Di sebelah barat pintu utama terdapat ornamen semacam replika salib yang tembus sampai dinding bagian dalam. Di kanan kiri pintu utama terdapat jendela, sisi kanan (timur) terdapat 4 buah jendela dan di sisi kiri (barat) terdapat 2 buah jendela. Jendela-jendela tersebut berukuran sama yaitu 70 cm x 160 cm, dan ketinggian dari lantai 65 cm. Masing-masing jendela dipasang kaca dan teralis besi. Pada dinding depan bagian dalam, di kanan dan kiri pintu masuk utama terdapat kotak besi sebagai kotak persembahan, dan tempat air suci yang berupa bejana kecil dengan tanda salib di bagian atasnya, yang terbuat dari bahan marmer. Umat yang akan melaksanakan upacara peribadatan, sebelum masuk ke dalam gereja mengambil air suci dari bejana tersebut dengan tangan dan menandai diri dengan tanda salib. Di bawah kotak persembahan yang ada di sebelah kanan pintu masuk terdapat hiasan persegi yang diberi ornamen. Akses menuju ke dalam gereja juga dapat melewati  dua buah pintu kayu berdaun satu yang berada di samping kanan dan kiri gereja. Pintu masuk tersebut masing-masing berukuran 103 cm x 220 cm. Di bagian dinding dalam setelah pintu masuk ini juga terdapat bejana tempat air suci dari marmer, yang berbentuk sama dengan yang ada di pintu utama. Dinding gereja dibuat dari pasangan bata berplester dan pada dinding sisi luar dihias dengan ornamen batu alam tempel. Sirkulasi udara melalui ventilasi yang terdapat pada dinding bagian atas dan bawah berderet sepanjang dinding. Ventilasi pada dinding kanan kiri ruangan bagian atas sebanyak 10 buah berukuran 65 cm x 86 cm, menggunakan ram kayu, namun sebagian telah diganti dengan kaca nako dan kaca biasa dan nantinya akan diganti dengan model krepyak. Sedangkan ventilasi pada dinding bawah dibuat lobang angin berbentuk persegi dengan ukuran 25 cm x 52 cm. (Balai Pelestraian Cagar Budaya DIY, 2013: hal. 21) Atap bangunan berbentuk kampung bertingkat satu, tingkatan atap dipisahkan oleh deretan ventilasi dari kusen kayu ditutup dengan kawat strimin. Model usuk menggunakan model ri gereh. Kerangka atap ditopang oleh kuda-kuda dari kayu. Ujung usuk menumpu pada molo, sedangkan pangkal usuk menumpu pada balandar kayu di atas tembok. Pangkal usuk ditutup lisplank dari papan kayu dicat warna biru. Atap menggunakan genteng dan bubungan model vlaam. Pada saat kegiatan pendataan berlangsung, sedang dilakukan penggantian pada sebagian usuk yang sudah rusak, dan genteng dicat dengan warna merah. Elemen pada atap bagian dalam  berupa plafond eternit dicat warna putih dengan lis kayu sebagai ornamen. Pada bagian tengah atap, plafond dipasang mengikuti bentuk atap sehingga membentuk dome. Bentuk dome menunjukkan unsur artistik di bagian atap. Secara teknis bentuk atap semacam ini membuat ruangan menjadi lebih tinggi, sehingga memungkinkan sirkulasi udara menjadi lebih baik. Atap bangunan berbentuk kampung bertingkat satu, tingkatan atap dipisahkan oleh deretan ventilasi dari kusen kayu ditutup dengan kawat strimin. Model usuk menggunakan model ri gereh. Kerangka atap ditopang oleh kuda-kuda dari kayu. Ujung usuk menumpu pada molo, sedangkan pangkal usuk menumpu pada balandar kayu di atas tembok. Pangkal usuk ditutup lisplank dari papan kayu dicat warna biru. Atap menggunakan genteng dan bubungan model vlaam. Pada saat kegiatan pendataan berlangsung, sedang dilakukan penggantian pada sebagian usuk yang sudah rusak, dan genteng dicat dengan warna merah. Elemen pada atap bagian dalam  berupa plafond eternit dicat warna putih dengan lis kayu sebagai ornamen. Pada bagian tengah atap, plafond dipasang mengikuti bentuk atap sehingga membentuk dome. Bentuk dome menunjukkan unsur artistik di bagian atap. Secara teknis membuat ruangan menjadi lebih tinggi, sehingga memungkinkan sirkulasi udara menjadi lebih baik.
Deskripsi Jendela : Di kanan kiri pintu utama terdapat jendela, sisi kanan (timur) terdapat 4 buah jendela dan di sisi kiri (barat) terdapat 2 buah jendela. Jendela-jendela tersebut berukuran sama yaitu 70 cm x 160 cm, dan ketinggian dari lantai 65 cm. Masing-masing jendela dipasang kaca dan teralis besi.
Deskripsi Pintu : Pintu masuk utama menggunakan model kupu tarung atau pintu berdaun dua, menggunakan bahan dari kayu jati berukuran 246 cm x 225 cm.
Deskripsi Atap : Atap bangunan berbentuk kampung bertingkat satu, tingkatan atap dipisahkan oleh deretan ventilasi dari kusen kayu ditutup dengan kawat strimin. Model usuk menggunakan model ri gereh. Kerangka atap ditopang oleh kuda-kuda dari kayu. Ujung usuk menumpu pada molo, sedangkan pangkal usuk menumpu pada balandar kayu di atas tembok. Pangkal usuk ditutup lisplank dari papan kayu dicat warna biru. Atap menggunakan genteng dan bubungan model vlaam. Pada saat kegiatan pendataan berlangsung, sedang dilakukan penggantian pada sebagian usuk yang sudah rusak, dan genteng dicat dengan warna merah. Elemen pada atap bagian dalam  berupa plafond eternit dicat warna putih dengan lis kayu sebagai ornamen. Pada bagian tengah atap, plafond dipasang mengikuti bentuk atap sehingga membentuk dome. Bentuk dome menunjukkan unsur artistik di bagian atap. Secara teknis bentuk atap semacam ini membuat ruangan menjadi lebih tinggi, sehingga memungkinkan sirkulasi udara menjadi lebih baik.
Deskripsi Lantai : Lantai teras terdiri dari tegel abu-abu muka basah, berukuran 20 cm x 20 cm dengan kombinasi tegel warna merah.
Deskripsi Ventilasi : Sirkulasi udara melalui ventilasi yang terdapat pada dinding bagian atas dan bawah berderet sepanjang dinding. Ventilasi pada dinding kanan kiri ruangan bagian atas sebanyak 10 buah berukuran 65 cm x 86 cm, menggunakan ram kayu, namun sebagian telah diganti dengan kaca nako dan kaca biasa dan nantinya akan diganti dengan model krepyak. Sedangkan ventilasi pada dinding bawah dibuat lobang angin berbentuk persegi dengan ukuran 25 cm x 52 cm.
Fungsi Situs : Religi/Keagamaan
Fungsi : Religi/Keagamaan
Peristiwa Sejarah : Perkembangan jumlah umat katolik sangat pesat di wilayah Kalibawang sejak terjadinya permandian Bapak Barnabas Sarikrama dan dilanjutkan dengan permandian 171 orang di Sendangsono, maka umat Katolik di wilayah tersebut menjadi tanggung jawab Paroki Muntilan. Pada saat yang telah ditentukan, Romo van Lith, S.J. berkeliling mengunjungi wilayah Sendangsono dan sekitarnya. Wilayah yang dikunjungi antara lain adalah Dusun Kajoran berkunjung ke keluarga Bapak Markus Soekadrana, Bapak Lukas Soeratirta. Di Dusun Tuksanga berkunjung ke keluarga Bapak Yokanan Soerawidjaya dan ke Semagung di Bapak Abraham Dipadongso, kemudian kembali lagi ke Kajoran di rumah Bapak Lukas Soeratirta. Di rumah bapak Lukas Soeratirta mereka mengadakan musyawarah yang menghasilkan keputusan yakni bahwa umat Katolik yang ada di sini ingin memperdalam pelajaran agama Katolik dan selanjutnya terus dapat mengikuti perayaan Ekaristi di Gereja Muntilan (selapan dua kali), berangkat Sabtu Pahing sore dan Sabtu Wage sore dengan berjalan kaki, karena waktu itu kendaraan masih sangat jarang. Setelah ikut perayaan Ekaristi mereka pulang dengan jalan kaki pula. (Mujiharjo, dalam Buku Kenangan 50 Th Paroki Promasan, 1990: 11) Perkembangan yang sangat pesat itu diketahui oleh Romo Jasowihardjo, S.J. Beliau adalah satu satunya romo pribumi yang bertugas di Boro pada masa itu. Gedung sekolah rakyat yang dipakai juga untuk merayakan Ekaristi semakin tidak memadai.Akhirnya Romo Yasawihardjo S.J. bersama dengan Romo Tephema berkeinginan untuk mendirikan sebuah gereja (Suharyoto, WYM, dalam Buku Kenangan 50 Th Paroki Promasan, 1990: 14). Menurut bapak WYM. Suharyoto yang dimuat dalam Buku Kenangan 50 Th Gereja Santa Maria Lourdes, Paroki Promasan 1990, sejarah Gereja Promasan ini dimulai pada tahun 1937 ketika Romo Yasawihardjo berembug dengan bermusyawarah dengan bapak Y. Tirtosumarto, Bapak Antonius Sokariyo, Bapak Whillem Merto Wijaya dan bersama-sama dengan tokoh-tokoh lain untuk mendirikan gereja, adapun hasil musyawarah antara lain: -         Mencari dana bantuan. -         Umat dari Promasan, Tuksanga, Dlingseng, Semagung, Kajoran, Kalisentul dan Wanatawang mengadakan kegiatan kerja bakti mengambil pasir dari sungai Progo dan mencari Batu. -         Mengambil uang deposito yang dulunya Rp. 200,- menjadi Rp. 2000,- Dengan modal uang deposito tersebut akhirnya dibelikan tanah di Ploso. Namun sayangnya tanah tersebut setelah diratakan selalu longsor sehingga dikhawatirkan tidak akan kuat untuk bangunan gereja yang cukup besar. Akhirnya pendirian gereja di atas tanah itu dibatalkan, walaupun telah menghabiskan biaya yang tidak sedikit dan umat sudah bekerja keras mengumpulkan batu. Dengan kegagalan itu Romo Yasawihardjo bersama dengan panitia dan tokoh-tokoh setempat berembug lagi untuk mencari tempat yang aman, tepat dan strategis. Akhirnya ditemukan sebuah tempat di Promasan, yaitu tanah milik Pawiro Semito dan adiknya. Tanah tersebut boleh digunakan untuk mendirikan gereja dengan catatan mengganti biaya pemindaan rumah. Karena tanah tersebut sangat cocok dan strategis untuk bangunan gereja, maka segera disanggupi oleh Romo Yasawihardjo dan sebagai gantinya Pawiro Semito dan adiknya memperoleh tanah yang di Ploso. Tahun 1938: Setelah mendapatkan mendapatkan tanah mulailah perataan tanah, pemotongan kayu, bambu. Umat membuat bata merah sendiri, hanya sayangnya dalam pembuatan ini selalu kehujanan meskipun saat itu musim kemarau. Hal itu terulang sampai tiga kali. Pengumpulan batu tidak hanya dikerjakan oleh umat yang telah dewasa, tetapi juga melibatkan anak-anak Sekolah Rakyat Promasan kelas 4 dan kelas 6. Tahun 1939: Pembangunan gereja sempat terhenti selama empat bulan karena dana pembangunan gereja sempat terputus akibat perang dunia pertama. Para tokoh Katolik bekerja keras untuk mencari dana guna melanjutkan pembangunan gereja, umat Katolik diharapkan memberikan sumbangannya. Romo Yasawihardjo mencari bantuan dana ke luar negeri, namun dalam perjalanana beliau meninggal dunia dan dimakamkan di Laut Merah. Tahun 1940: Setelah material dianggap cukup siap, maka segeralah dimulai pembangunan gereja. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Romo Superior, yaitu Romo Phenball pada tanggal 11 Februari 1940. Pada tahun ini juga pembangunan gereja sudah hampir selesai, walaupun belum lengkap karena belum ada jendela dan tempat duduk. Gereja Promasan mempunyai ukuran panjang 32 meter, lebar 15 meter dan tinggi menara 25 meter. Pada tanggal 18 Desember 1940, gereja diresmikan oleh Mgr. Soegijapranata, S.J selaku Uskup Agung Semarang. Pada peresmian itu dilakukan prosesi dari Gereja Promasan ke Sendangsono.
Riwayat Rehabilitasi :  Pada tahun 2014, Gereja Santa Maria Lourdes dipugar secara mandiri di bawah pengawasan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY. Pemugaran tersebut meliputi :- Bagian atap dibongkar, genting diturunkan dicuci untuk menghilangkan kotoran dan   lumut, kemudian dilapis dengan cat. Bagian usuk dan reng sebagian besar masih baik, beberapa yang mengalami keropos diganti dengan bahan berupa kayu jati yang mendekati kualitas aslinya.- Bagian dinding dikelupas catnya, dibersihkan dan dicat kembali dengan warna putih, sesuai warna awal gereja ini dibangun.- Bagian lantai pada altar, awalnya menggunakan keramik, dikelupas dan dikembalikan menggunakan tegel 20 cm x 20 cm berwarna merah.- Bagian halaman samping gereja yang semula digunakan sebagai rumah imam (pastoran) dibersihkan, pastoran dipindah lebih ke belakang menempati lereng bukit di belakang gereja, sehingga halaman lingkungan gereja tampak seperti saat didirikan dahulu.
Nilai Sejarah : Menjadi tonggak perkembangan agama Katolik di wilayah sekitar Kalibawang Kulon Progo dan Jawa Tengah bagian selatan. Peresmian Gedung dilakukan oleh Mgr.Soegijapranata SJ
Nilai Ilmu Pengetahuan : Arsitektur bangunan Gereja Promasan merupakan campuran dari arsitektur bangunan tradisional yang mendapat pengaruh dari gaya arsitektur indis. Ciri bangunan tradisional Jawa dapat dilihat dari atap tipe kampung bertingkat satu dan penggunaan genteng model vlaam sebagai penutup atap. Gaya bangunan Indis ditunjukkan dari bangunannya yang tinggi, dengan ventilasi yang besar dan tinggi.
Nilai Agama : Merupakan sarana peribadatan bagi umat Katholik yang sudah berlangsung sejak masa kolonial
Nilai Pendidikan : Bangunan ini dapat dipergunakan sebagai sarana pendidikan tentang arsitektur indies, Bangunan ini dapat dipergunakan sebagai sarana pendidikan tentang sejarah perkembangan gereja di Kulon Progo.
Nilai Budaya : Menjadi tempat berlangsungnya pelatihan kesenian tradisional gamelan bagi umat gereja
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Yayasan PGPM (Persekutuan Gereja Papa Miskin)
Pengelolaan
Nama Pengelola : Paroki Promasan
Catatan Khusus : Sementara itu ruangan di dalam gedung gereja terbagi menjadi beberapa bagian, ialah sebagai berikut : a) Balkon Di atas koridor setelah memasuki gereja terdapat balkon atau loteng. Balkon adalah ruang atas di bagian depan gereja. Pada waktu proses pengecoran balkon menggunakan begesting anyaman bambu, sehingga tertingggal bekas motif anyaman bambu. Balkon dahulu digunakan sebagai tempat koor, yaitu tempat khusus bagi para petugas yang membawakan lagu-lagu rohani supaya suara lantang memenuhi gedung gereja. Balkon ini berukuran 3 m x 15 m, dinding utara dibatasi tembok setinggi 1 meter dengan panil kayu di atasnya. Balkon ditopang oleh 4 (empat) buah tiang cor yang ditutup dengan triplek. Elemen pada atap bagian dalam balkon bentuk dome, berupa plafond eternit dicat warna putih dengan lis kayu sebagai ornamen.Lantai menggunakan tegel abu-abu muka basah, berukuran 20 cm x 20 cm. Pada dinding selatan balkon terdapat ventilasi bentuk lingkaran seperti tang tampak pada bagian dinding depan gereja. Akses masuk menuju balkon berada di sisi barat melewati pintu kayu berukuran 83 cm x 330 cm, dan tangga naik yang sekaligus merupakan tangga naik menuju menara lonceng. b) Panti Umat Panti umat adalah tempat bangku atau kursi untuk umat. Kursi menggunakan bangku kayu  panjang. Panti umat dapat diakses melalui tiga pintu, yaitu pintu utama di bagian selatan, pintu sisi barat dan pintu sisi timur. Bagian depan pintu barat dan timur juga menjorok ke depan dan diberi atap sendiri. Ruangan untuk panti umat berukuran 15 m x 21 m, di dalam ruangan ini terdapat 12 buah tiang penyangga, masing-masing 6 buah di sisi barat dan 6 buah di sisi timur. Tiang penyangga ini sebagai struktur utama penyangga bangunan, terbuat dari semen cor yang kemudian ditutup dengan triplek kayu. Pada masing-masing tiang terdapat hiasan jalan salib dari gips yang menggambarkan perjalanan sengsara Yesus. Lantai panti umat terbuat dari tegel abu-abu muka basah berukuran 20 cm x 20 cm, dengan variasi tegel berwarna merah. Di dalam panti umat dilengkapi dengan 6 (enam) kipas angin (fan) untuk penyejuk udara   dan lampu-lampu hias untuk penerangan di dalam ruangan gereja. c) Panti Imam Tempat utama dalam gedung gereja berada di ujung utara bangunan atau biasa disebut Panti Imam. Panti imam adalah tempat imam memimpin perayaan liturgi. Sebagai tempat pusat upacara keagamaan, tempat tersebut dipandang sakral. Panti Imam ditempatkan di atas batur yang dibuat lebih tinggi dari panti umat supaya umat dengan mudah melihat dan mengikuti jalannya perayaan. Batur yang dibuat lebih tinggi juga ditujukan untuk mengingatkan pada bukit Kalvari tempat Yesus disalib. Untuk naik ke panti imam dibuat anak tangga yang berjumlah 2 buah dan untuk naik ke altar ada 2 buah anak tangga lagi di sisi utara.  Lantai panti imam semula terbuat dari tegel warna merah dan kemudian pada tahun 2003 diganti dengan keramik. Di samping kanan kiri Panti Imam terdapat mimbar   dan meja dari cor beton (bentuk seperti altar). Mimbar di sisi kanan panti imam terbuat dari kayu, sedangkan mimbar di sisi kiri dibuat permanen berbentuk lingkaran. Mimbar berfungsi untuk tempat berkotnah, menyampaikan isi Kitab Injil, pembacaan doa umat, dan pengumuman. Tempat koor sekarang berada di samping mimbar di sebelah kiri panti imam, dahulu koor dilakukan dibalkon. Meja beton bentuk altar yang terdapat di sisi kanan dan kiri panti imam digunakan untuk menempatkan benda-benda persembahan seperti roti dan anggur, dan juga kelengkapan lain seperti lilin, salib dan hiasan bunga meja. Pada dinding di belakang meja sisi kiri panti imam terdapat patung Yesus. Di atas batur ini terdapat meja kayu panjang berhias lukisan Tuhan Yesus dan pengikutnya. Di belakang meja tersebut naik dua anak tangga lagi terdapat altar dari bahan campuran semen dan pasir (teraso) warna abu-abu tua. Altar merupakan inti dari seluruh gedung gereja untuk mengadakan upacara ekaristi dan kegiatan liturgi lainnya. Di atas altar terdapat dua buah patung makhluk bersayap dan tabernakel,  adalah almari kecil untuk menyimpan piala yang berisi Sakramen Mahakudus yang sudah diberkati, yang tidak habis dibagikan pada umat waktu ekaristi. Pintu tabernakel terbuat dari bahan logam kuningan dan pada pintu ini terdapat relief Yesus. Pada dinding di belakang altar dipasang patung salib Tuhan Yesus dan patung Bunda Maria. Di bawah salib Tuhan Yesus terdapat lampu gantung terbuat dari tembaga. Lampu suci atau lampu Tuhan ini menyala terus sepanjang hari. Sebutan lampu Tuhan menunjukkan bahwa Tuhan hadir dalam sakramen maha kudus yang disimpan pada dalam tabernakel. Dinding panti imam berbentuk separoh segi enam dan terdapat dua buah jendela kaca, dengan pola hias jendela kaca patri. d)   Sakristi Sankristi adalah tempat persiapan imam dan pembantunya sebelum keluar menuju ke altar. Ruangan ini berukuran 5,85 m x 4,15 m. Di ruang sankristi, imam dan pembantunya menggunakan busana Liturgi. Sankristi terletak di samping kiri dan kanan Panti Imam, yang dibatasi   tembok dan dihubungkan dengan pintu, dan pintu keluar. Dalam ruang sankristi di samping kiri Panti Imam terdapat beberapa almari untuk menyimpan buku-buku ekaristi, pakaian liturgi, salib dan perlengkapan liturgi lainnya. Selain itu, di dalam ruang sankristi ini juga terdapat almari tembok dengan pintu terbuat dari baja, untuk menyimpan  perlengkapan ibadah. Ruang sankristi samping kanan panti imam, saat ini digunakan untuk menyimpan barang-barang.