Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 40 Tahun 2014 tentang Panduan Arsitektur Bangunan Baru Bernuansa Budaya Daerah, rumah tradisional milik Bapak Kartiwinata merupakan rumah tradisional jawa bergaya Mataram Islam Kerakyatan yang masih asli. Keseluruhan bangunan rumah ini terdiri dari bangunan berbentuk joglo dan limasan. Rumah ini dibangun pada tanggal 24 Mei 1930.
Bangunan rumah ini terdiri dari 1 (satu) buah bangunan tipe joglo dan 2 (dua) buah bangunan tipe limasan dan 2 (dua) bangunan tipe kampung. Bangunan paling depan adalah lintring dengan tipe atap kampung dengan 12 buah tiang dari kayu jati, merupakan bangunan terbuka tanpa dinding dengan lantai dari batu putih, di belakangnya berturut-turut adalah bangunan tipe joglo dan 2 (dua) tipe Limasan. Masing-masing saling terhubung.
Dimensi Benda | : |
Panjang Lebar Tinggi Tebal Diameter Berat |
Jenis Struktur | : | Tradisional |
Jenis Bangunan | : | Tradisional |
Fungsi Bangunan | : | Rumah/Permukiman |
Komponen Pelengkap | : |
|
Deskripsi Atap | : | Rangka atap terbuat dari kayu jati. Rangka atap bangunan joglo adalah brunjung berbentuk piramida yang terletak di atas ke empat saka guru. Bagian-bagian dari brunjung rumah joglo ini adalah: - Uleng yang balok-balok kayunya disusun semakin ke atas semakin menyempit sehingga menyerupai bentuk piramida. Papan kayu di antara uleng yang disebut langit-langit (pyan) adalah polos. - Dada paesi yaitu balok melintang yang ada di tengah pamidhangan diukir dengan motif sederhana. - Tumpang Sari yaitu susunan balok yang disusun menyerupai piramida terdiri atas 4 susun. Secara struktural berfungsi sebagai penopang atap Joglo. Sedangkan fungsi arsitektural merupakan bagian dari langit-langit utama struktur rongrongan (umpak-soko guru-sunduk-blandar). Tumpangsari ditopang langsung oleh balok blandar dan pengeret. Tumpangsari pada bangunan joglo rumah ini diukir indah dan merupakan center point bagi interior bangunan Joglo rumah ini. Bagian atap genteng masih asli yaitu menggunakan genteng kripik. Seperti rumah tradisional Jawa pada umumnya, keseluruhan bangunan ini tidak memiliki plafon. |
Deskripsi Lantai | : | Lantai rumah joglo dari batu putih persegi, sedangkan lantai bangunan limasan dari anyaman kulit bambu. Dahulunya lantai bangunan joglo juga dari anyaman kulit bambu, namun dikarenakan kebutuhan untuk menghamparkan gabah hasil panen padi dan supaya bulir padi tidak terselip di antara anyaman bambu sehingga mempersulit pembersihan, maka kemudian diganti dengan lantai batu putih. Lantai batu putih berukuran 40 cm x 40 cm dan tersusun rapi. |
Deskripsi Kolom/Tiang | : | 4 (empat) tiang utama atau saka guru yang menyangga atap pendopo terbuat dari kayu jati dengan ukuran tinggi 352 cm dan ukuran kayu jati sebesar 15 x 15 cm. Hubungan antara soko guru - sunduk - sunduk kili menggunakan sistim purus, sedangkan antara soko guru - pengeret dan blandar menggunakan sistim cathokan. Sistem persendian antara umpak dan soko guru dapat berfungsi untuk mengurangi getaran pada saat bencana gempa bumi, sedangkan sistem purus dan canthokan yang bersifat jepit terbatas menjadikan atap berlaku sebagai bandul yang menstabilkan bangunan saat menerima gaya gempa (berlaku seperti pendulum). Purus pathok merupakan purus dari tiang utama (saka guru) yang berfungsi sebagai penjaga kestabilan blandar pengeret dan pengunci cathokan. Purus wedokan yaitu purus yang dimasuki purus pathok tersebut.Saka guru menopang sebuah konfigurasi balok yang terdiri dari blandar dan pengeret yang disebut sebagai pamidhangan. Jumlah 4 saka guru ini merupakan simbol adanya kekuatan yang berasal dari empat penjuru angin, atau biasa disebut konsep pajupat. Dalam konsep ini manusia dianggap berada di tengah perpotongan arah mata angin, tempat yang dianggap mengandung getaran magis yang amat tinggi. Tempat ini kemudian disebut sebagai pancer atau manunggaling keblat papat. Konstruksi ini mencerminkan manusia Jawa yang menempatkan kosmologi sebagai sesuatu yang penting dalam hidupnya, yang meyakini bahwa kehidupan ini dipengaruhi kekuatan yang muncul dari dirinya sendiri (jagad alit / mikrokosmos) dan kekuatan yang muncul dari luar dirinya atau alam sekitarnya (jagad ageng / makrokosmos). |
Fungsi Situs | : | Rumah/Permukiman |
Fungsi | : | Rumah/Permukiman |
Peristiwa Sejarah | : | Rumah tradisional ini memiliki tipe joglo, limasan dan kampung pedesaan yang didirikan oleh Bapak Nitikaryo ayah dari Bapak Kartiwinata, yang kemudian diwariskan kepada keturunannya dan sekarang ditempati oleh ahli warisnya yaitu Bapak Mulyakno dan adiknya. Bangunan menghadap ke arah selatan dengan luas sekitar 739 m2. Rumah ini didirikan pada tanggal 24 Mei 1930. Rumah yang sampai sekarang masih difungsikan sebagai tempat tinggal ini memiliki nilai keaslian bangunan tradisional Jawa yang sangat tinggi. Pada awal pendiriannya, bangunan ini terdiri dari 3 (tiga) buah joglo, namun, pada tahun 1948, bangunan joglo yang ketiga diganti menjadi tipe limasan. Susunan bangunan yang dapat dijumpai sekarang terdiri dari lintring dengan atap yang berbentuk kampung pacul-gowang pada bagian depan, diikuti pendapa joglo sinom, beberapa limasan pada bagian ndalem, serta gandok dengan atap bertipe bentuk kampung. Dindingnya masih berupa gebyog dan lantainya berupa sesek bambu, saka guru dan umpak masih asli terbuat dari kayu. Keseluruhan bahan kayu yang digunakan merupakan kayu jati. Bangunan ini selain digunakan sebagai tempat tinggal juga difungsikan sebagai tempat kegiatan kemasyarakatan. Rumah Bapak Kartiwinata ini sudah pernah memperoleh penghargaan Pelestarian Warisan Budaya dari Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2005 dengan kategori Rumah/Bangunan Perorangan. |
Nilai Sejarah | : | Berdasarkan informasi dari Bapak Mulyakno, bangunan ini pernah berperan di dalam perjuangan kemerdekaan sebagai tempat pengungsian.Gaya bangunan rumah ini merepresentasikan kesejarahan gaya bangunan rumah tinggal pada masa itu sehingga dapat menjadi bahan edukasi dan informasi tentang gaya arsitektur rumah tinggal, materi bangunan, filosofi bangunan dan ruang, peruntukan dan pembagian masing-masing ruang, adaptasi dengan iklim, serta fungsinya di dalam interaksi sosial budaya masyarakat pada masa itu. |
Nilai Ilmu Pengetahuan | : | Arsitektur dan Arkeologi : bangunan ini mempunyai bentuk yamg khas sebagai bangunan dengan ciri arsitektur tradisional Jawa bergaya Mataram Islam Kerakyatan Sosial : menjadi bahan edukasi dan informasi tentang gaya arsitektur rumah tinggal, materi bangunan, filosofi bangunan dan ruang, peruntukan dan pembagian masing-masing ruang, adaptasi dengan iklim, serta fungsinya di dalam interaksi sosial budaya masyarakat pada masa itu. |
Nilai Pendidikan | : | pengetahuan tentang bentuk-bentuk rumah tradisional Jawa serta pengetahuan tentang budaya masyarakatnya yang memperlihatkan interaksi, filosofi, karya kreatif, bahan/material bangunan yang tersedia pada masa itu, serta tingkatan sosial sipemilik bangunan. |
Nilai Budaya | : | memperlihatkan sistem budaya baik interaksi antar anggota keluarga dan sosial masyarakat, maupun memperlihatkan pengetahuan pemilik akan materi bangunan serta filosofinya. |
Nama Pemilik Terakhir | : | Ahli waris Bapak Kartiwintata |
Nama Pengelola | : | Bapak Mulyakno |