Loading

Masuk Jogjacagar


Deskripsi Singkat

Kawasan Kolonial 1800 M 1900 M

Belum Ada

Informasi Cagar Budaya

Lokasi Kawasan : Kel. Panembahan Kec. Kraton Kab. Kota Yogyakarta Prov. Daerah Istimewa Yogyakarta
SK Gubernur : 75/KEP/2017 2017-03-20

Lokasi Kawasan Cagar Budaya Kraton


Koordinat Penemuan : ;
Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Landform : Dataran Rendah
Karakteristik Lahan : -
Tema Kawasan : Dilihat dari sebaran yang paling dominan di Kawasan Cagar Budaya Kraton adalah Bangunan Kolonial, Indis, dan Cina
Objek Yang Termasuk : -
Tokoh : Pada hari Kamis Pahing tanggal 7 Oktober 1756 atau tanggal 13 Sura 1682 tahun Jawa dari Ambarketawang Sri Sultan Hamengku Buwono I beserta keluarganya mulai menempati kraton yang baru. Tanggal 7 Oktober 1756 atau tanggal 13 Sura 1682 J tersebut diyakini sebagai hari jadi kota Yogyakarta dengan pembangunan tata kota yang bertahap. Perpindahan tersebut ditandai dengan candrasangkala memet; Dwi Naga Rasa Tuggal yang diukir di baturana kagungan dalem regol Kemagangan dan regol Gadhung Mlathi
Peristiwa Sejarah : Tahun 1755 Masehi diadakanlah Perjanjian Perdamaian, disetujui dan ditandatangani Pangeran Mangkubumi dan beberapa Pangeran, yaitu Pangeran Harya Hamangkunagara Mataram, Pangeran Ngabehi Lering Pasar, Pangeran Natakusuma, Pangaran Harya Pakuningrat, Adipati Danureja, dan Tumenggung Rangga Prawiradirja. Di pihak Belanda yang menyetujui dan menandatangani yaitu Nicolaas Hartingh Gubernur dan Direktur Segala Usaha di Jawa (Gouverneur en Directeur van Java’s Noordkust) mewakili G.G. Jacob Mossel. Selain itu ikut menandatangani perjanjian ini adalah W. Van Ossenberch, J.J. Steenmulder, dan W. Fockens. Perjanjian tersebut terjadi pada tanggal 13 Maret 1755 di Desa Giyanti, pada hari Kamis Kliwon, tanggal 29 Rabiulakhir, Be 1680 tahun Jawa, wuku Langkir atau tanggal 13 Februari 1755. Peristiwa penting ini lebih terkenal dengan sebutan Perjanjian Giyanti atau Palihan Nagari. Selanjutnya pada hari Kamis Pon, tanggal 13 Maret 1755 atau tangal 29 Jumadilawal, Be 1680 tahun Jawa, wuku Kuruwelut, Sultan Hamengku Buwono I mengumumkan bahwa separuh dari Negara Mataram yang dikuasainya diberi nama Ngayigyakarta Hadiningrat dan beribukota di Ngayogyakarta.
Konteks : Keragaman arsitektur sebagai salah satu kekayaan budaya, toponim yang terdapat di sejumlah tempat merupakan salah satu bukti bahwa Yogyakarta sejak awal telah dihuni oleh beragam suku bangsa yang berasal dari wilayah Nusantara atau etnis bangsa lain seperti Cina, Arab, India, dan Eropa. Keragaman budaya pendatang tersebut ikut mewarnai perkembangan dan dinamika Yogyakarta. Keberadaan Benteng Vredeburg, Istana Gedung Agung, dan Bangunan Kolonial di seputar kawasan titik 0 (nol) dan Malioboro, serta bangunan Indis di berbagai kawasan merupakan manifestasi yang menggambarkan sejarah perkembangan dan dinamika kehidupan masyarakat. Keberadaan arsitektur tradisional, arsitektur bercorak Kolonial dan Indis sebagai karya budaya manusia, mengandung nilai sejarah yang menggambarkan pergulatan dua kekuatan sosial dominan pada masa lampau. Beberapa bangunan tradisional milik penguasa merupakan simbol salah satu kekuatan sosial politik, sedangkan gambaran kekuatan asing selaku penguasa kolonial berpusat di Benteng Vredeburg dan Kantor Residen Yogyakarta (Gedung Agung). Kedua kekuatan tersebut menunjukkan gelombang dinamika dan mewarnai kehiduoan masyarakat di Yogyakarta pada masa lampau
Riwayat Pengelolaan
Nama Pengelola : Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta
Alamat Pengelola : Yogyakarta