Konteks |
: |
Di dalam agama Budha dikenal adanya dua aliran, yaitu Budha Hinayana dan Budha Mahayana. Hal ini dapat dilihat dari alam kedewaan atau pantheon yang dipuja. Budha Hinayana tidak mengenal alam kedewaan yang luas sebagaimana Budha Mahayana. Di Indonesia yang berkembang adalah Budha Mahayana, dengan pemujaan terhadap Dhyani Budha, Manusi Budha dan Dhyani Bodhisatwa. Dari ketiga tingkatan Budha tersebut yang banyak dipuja adalah Dhyani Budha dan Dhyani Bodhisatwa. Dhyani Budha terlengkap dapat dilihat pada Candi Borobudur, sedangkan Dhyani Bodhisatwa dijumpai pada beberapa candi, seperti Candi Plaosan, Candi Risan, dan Candi Ngawen. Arca Dhyani Budha Amitabha yang ditemukan di Klegung, Donokerto, Turi, Sleman, menjadi bukti bahwa adanya pemujaan di sekitar tempat itu yang berlatar belakang agama Budha Mahayana. Di Daerah Istimewa Yogyakarta perkembangan agama Budha dapat diketahui dari prasasti Kalasan yang merupakan keterangan tertulis tentang agama Budha. Dari prasati yang memuat angka tahun 700 Şaka atau 778 Masehi didapat keterangan tentang pendirian bangunan suci bagi Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta kerajaan. Bangunan suci itu dibangun oleh Mahârâja Tejahpurnapana Panamkarana atas bujukkan Guru Sang Raja yang merupakan mustika-nya keluarga Sailendra. Di samping itu juga disebutan bahwa Panamkarana menghadiahkan desa Kalasa kepada para Sangga. (Sartono Kartadirdja dkk, 1975). Sangga adalah para pemeluk agama Budha. Dengan demikian agama Budha telah berkembang di
:Di dalam agama Budha dikenal adanya dua aliran, yaitu Budha Hinayana dan Budha Mahayana. Hal ini dapat dilihat dari alam kedewaan atau pantheon yang dipuja. Budha Hinayana tidak mengenal alam kedewaan yang luas sebagaimana Budha Mahayana. Di Indonesia yang berkembang adalah Budha Mahayana, dengan pemujaan terhadap Dhyani Budha, Manusi Budha dan Dhyani Bodhisatwa. Dari ketiga tingkatan Budha tersebut yang banyak dipuja adalah Dhyani Budha dan Dhyani Bodhisatwa. Dhyani Budha terlengkap dapat dilihat pada Candi Borobudur, sedangkan Dhyani Bodhisatwa dijumpai pada beberapa candi, seperti Candi Plaosan, Candi Risan, dan Candi Ngawen. Arca Dhyani Budha Amitabha yang ditemukan di Klegung, Donokerto, Turi, Sleman, menjadi bukti bahwa adanya pemujaan di sekitar tempat itu yang berlatar belakang agama Budha Mahayana. Di Daerah Istimewa Yogyakarta perkembangan agama Budha dapat diketahui dari prasasti Kalasan yang merupakan keterangan tertulis tentang agama Budha. Dari prasati yang memuat angka tahun 700 Şaka atau 778 Masehi didapat keterangan tentang pendirian bangunan suci bagi Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta kerajaan. Bangunan suci itu dibangun oleh Mahârâja Tejahpurnapana Panamkarana atas bujukkan Guru Sang Raja yang merupakan mustika-nya keluarga Sailendra. Di samping itu juga disebutan bahwa Panamkarana menghadiahkan desa Kalasa kepada para Sangga. (Sartono Kartadirdja dkk, 1975). Sangga adalah para pemeluk agama Budha. Dengan demikian agama Budha telah berkembang di wilayah Daerah Isimewa Yogyakarta sejak abad ke-8 Masehi. Tentang temuan arca perunggu Dhyani Budha Amitabha Klegung, Donokerto, Turi, Sleman, belum diketahui secara pasti kapan dibuatnya, karena hingga saat ini belum ditemukan bukti tertulis atau prasasti yang berkaitan dengan arca ini. Dari analogi tentang berkembangnya agama Budha di pulau Jawa, maka arca Dhyani Budha dari Klegung, Donokerto, Turi, Sleman diperkirakan berasal dari abad IX – X Masehi. Secara kontekstual arca ini belum dapat dipastikan berasal dari bangunan suci atau candi yang mana. Mengingat arca terbuat dari perunggu yang berukuran kecil dimungkinkan sebagai objek pemujaan dari komunitas yang kecil atau keluarga.Di dalam agama Budha dikenal adanya dua aliran, yaitu Budha Hinayana dan Budha Mahayana. Hal ini dapat dilihat dari alam kedewaan atau pantheon yang dipuja. Budha Hinayana tidak mengenal alam kedewaan yang luas sebagaimana Budha Mahayana. Di Indonesia yang berkembang adalah Budha Mahayana, dengan pemujaan terhadap Dhyani Budha, Manusi Budha dan Dhyani Bodhisatwa. Dari ketiga tingkatan Budha tersebut yang banyak dipuja adalah Dhyani Budha dan Dhyani Bodhisatwa. Dhyani Budha terlengkap dapat dilihat pada Candi Borobudur, sedangkan Dhyani Bodhisatwa dijumpai pada beberapa candi, seperti Candi Plaosan, Candi Risan, dan Candi Ngawen. Arca Dhyani Budha Amitabha yang ditemukan di Klegung, Donokerto, Turi, Sleman, menjadi bukti bahwa adanya pemujaan di sekitar tempat itu yang berlatar belakang agama Budha Mahayana. Di Daerah Istimewa Yogyakarta perkembangan agama Budha dapat diketahui dari prasasti Kalasan yang merupakan keterangan tertulis tentang agama Budha. Dari prasati yang memuat angka tahun 700 Şaka atau 778 Masehi didapat keterangan tentang pendirian bangunan suci bagi Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta kerajaan. Bangunan suci itu dibangun oleh Mahârâja Tejahpurnapana Panamkarana atas bujukkan Guru Sang Raja yang merupakan mustika-nya keluarga Sailendra. Di samping itu juga disebutan bahwa Panamkarana menghadiahkan desa Kalasa kepada para Sangga. (Sartono Kartadirdja dkk, 1975). Sangga adalah para pemeluk agama Budha. Dengan demikian agama Budha telah berkembang di wilayah Daerah Isimewa Yogyakarta sejak abad ke-8 Masehi. Tentang temuan arca perunggu Dhyani Budha Amitabha Klegung, Donokerto, Turi, Sleman, belum diketahui secara pasti kapan dibuatnya, karena hingga saat ini belum ditemukan bukti tertulis atau prasasti yang berkaitan dengan arca ini. Dari analogi tentang berkembangnya agama Budha di pulau Jawa, maka arca Dhyani Budha dari Klegung, Donokerto, Turi, Sleman diperkirakan berasal dari abad IX – X Masehi. Secara kontekstual arca ini belum dapat dipastikan berasal dari bangunan suci atau candi yang mana. Mengingat arca terbuat dari perunggu yang berukuran kecil dimungkinkan sebagai objek pemujaan dari komunitas yang kecil atau keluarga. |