Loading

Tugu Tapal Batas Yogyakarta-Surakarta

Status : Benda Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Kalurahan Tancep, merupakan salah satu daerah di Kapanewon Ngawen, kabupaten Gunungkidul yang terletak di kawasan perbukitan, tepatnya di bawah bukit yang terjal. Salah satu nama bukit yang cukup dikenal oleh masyarakat di daerah tersebut bernama Bundelan. Daerah tancep sisi utara yang berada di kaki bukit merupakan wilayah perbatasan dengan kabupaten Klaten. Diperlukan waktu selama 50 menit atau jarak sejauh 31 kilometer untuk menuju daerah tersebut dari Wonosari – Ibukota Kabupaten Gunungkidul. Padukuhan Tancep merupakan salah satu dari delapan Padukuhan di Kalurahan Tancep. Di Padukuhan Tancep terdapat sebuah cagar budaya berupa tugu batas yang dibuat pada masa Kolonial. Tugu tersebut saat ini masih eksis, meskipun dalam kondisi yang memprihatinkan. Tugu yang disebut sebagai Tugu Tapal Batas Yogyakarta Surakarta ini terletak di sebelah timur dari sebuah perempatan jalan yang tepat verada di bawah kaki bukit Bundelan
Tugu batas berupa susunan batu dengan pasangan bligon yang disusun sedemikian rupa membentuk tugu. Tugu ini terletak di sudut timur laut perempatan Pasar Memble yang beralamat di Dusun Tancep Rt. 01 Kalurahan Tancep, Kapanewon Ngawen, Kabupaten Gunungkidul. Dari hasil pengamatan komponen tugu tersebut sudah tidak utuh, hal ini tampak pada; 
a. Berupa susunan batu bata yang pasang dengan perekat bligonnamun dalam keadaan tidak utuh : tidak berlepa dan tanpa puncak. Susunan batu bata terkespose dari luar, meskipun masih terdapat sedikit sisa lepa pada tubuh sisi barat. 
b. Bagian atas atau atap tugu tidak rata dan terdapat bekas batu bata yang lepas atau hilang sehingga tidak dapat digambarkan bata yang lepas atau hilang sehingga tidak dapat digambarkan bentuk atapnya. Tugu bata tersebut memiliki dimensi ukuran panjang 78 cm, lebar 78 cm dengan ketinggian 160 cm. 
c. Terdapat tiga buah rongga pada keempat sisi tubuh tugu, yang diduga berfungsi sebagai tempat meletakkan atau dudukan prasasti. Ukuran rongga tersebut adalah panjang 35 cm dan lebar 27 cm. 
d. Pada tubuh tugu sisi utara masih terdapat sebuah prasasti yang menempel namun dalam kondisi aus dan tidak dapat terbaca lagi tulisannya. Prasasti tersebut terbuat dari bahan batu putih. Meski tidak ada lagi tulisannya namun pahatan yang membentuk pigura setebal 1 cm masih terlihat dengan jelas. 

Status : Benda Cagar Budaya
Periodesasi : Kolonial (Belanda/Cina)
Tahun : 1867
Alamat : Pasar Memble Bundelan Dukuh Tancep RT 01 RW 06, Tancep, Ngawen, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
7.807352° S, 110.694191° E

SK Walikota/Bupati : SK Bupati Gunungkidul 322/KPTS/2023


Lokasi Tugu Tapal Batas Yogyakarta-Surakarta di Peta

Keterawatan : /
Dimensi Benda : Panjang 78
Lebar 78
Tinggi 160
Tebal -
Diameter -
Berat -
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Tokoh : Sunan Pakubuwana III dan Sultan  Hamengkubuwana I.
Peristiwa Sejarah : 1. Sejarah Tugu Batas Perjanjian Klaten merupakan perjanjian untuk mengadakan pembagian dan pertukaran wilayah antara Solo yaitu Pajang dan Sukowati dan daerah Yogyakarta yakni Mataram dan Gunungkidul dengan garis pembatas Sungai Opak dekat Prambanan, puncak Gunung Merapi dan kaki Utara kompleks Gunungkidul dengan pengecualian daerahdaerah makam leluhur di Selo (Semarang) yang terletak di tanah Gubermen tetap pada Sultan, sebesar 12 jung (50 cacah), sedangkan Kotagede dan Imogiri yang terletak pada tanah Sultan sebesar 500 cacah tetap menjadi milik Sunan. Perjanjian Klaten ini ditandatangani pada 27 September 1830, yang dibantu lewat perundingan oleh ketiga komisaris dari pemerintah Belanda yaitu van Sevenhoven, P. Merkus dan G. Nahuys. Ketiga komisaris ini yang melakukan perundingan dengan Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta ketika Perang Jawa telah berakhir.Perjanjian Klaten bertujuan untuk menentukan tapal batas yang tetap antara Surakarta dan Yogyakarta. Selain itu, Kerajaan Mataram juga dibagi secara permanen. Perjanjian ini juga disetujui dan diperkuat di Yogyakarta oleh para wali Sultan Hamengku Buwono V.Sementara itu, pada tanggal 18 Mei 1831 diadakan juga perjanjian penetapan garis batas Gunungkidul antara tanah-tanah Sultan dan tanah milik Mangkunegaran. Perjanjian ini dilakukan oleh kuasa raja tersebut dan dibawah pengawasan Residen J.F.W Van Nes. Dalam hal ini dapat di pertukarkan antara tanah Mangkunegaran di Gunung Kidul dengan tanah Sultan di Solo Tenggara (Sembuyan), sedangkan Ngawen (6,26 jung) tetap milik Mangkunegaran. Berakhirnya perang Diponegoro atau Perang Jawa (1825-1830) menjadi tonggak perubahan bagi sejarah Jawa dan bagi peta kehidupan Kasultanan  Yogyakarta. Pihak Pemerintah Hindia Belanda kemudian memperkecil wilayah kekuasaan Kasultanan Yogyakarta. Hal serupa juga terjadi untuk wilayah Kasunanan Surakarta. Wilayah yang menjadi kewenangan Kasultanan Yogyakarta meliputi daerah Mataram dan Gunungkidul. Batas wilayah antara kekuasaan Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta semula hanya memakai alur Sungai Opak. Akan tetapi batas tersebut kemudian diubah dan ditetapkan sebuah jalan yang membujur dari Prambanan ke utara sampai Gunung Merapi dan ke Selatan sampai kaki bukit Gunungkidul. Batas wilayah tersebut berlaku secara berkelanjutan sejak tahun 1830 hingga wilayah tersebut menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan penataan ini semua, maka sejak tahun 1831 bisa dikatakan telah berakibat hilangnya seluruh daerah mancanegara milik Yogyakarta, karena daerah tersebut disatukan dengan wilayah pemerintahan Hindia Belanda. Wilayah Kasultanan Yogyakarta hanya meliputi Mataram dan Gunungkidul. Di wilayah tersebut juga terdapat enclave Surakarta yaitu Kotagede dan Imogiri, kemudian milik Kadipaten Mangkunegaran di Kapanewon Ngawen, dan Paku Alaman yang oleh pemerintah kolonial di kemudian hari disewakan kepada pengusaha-pengusaha swasta Eropa. Sebagai penanda suatu batas maka tugu tersebut akan didirikan pada lahan yang relatif datar. Hal ini sesuai dengan pendapat L.G. Jabbar, yaitu: “Garis batas antara daerah Pajang dan Gunung Kidul adalah lereng pegunungan selatan di sisi utaranya. Di sepanjang lereng ini sejauh mungkin dan untuk menegaskannya, tonggak dan pohon menjadi petunjuknya”. Dan lereng-lereng yang membentang dari timur ke barat yang mejadi perbatasan antara Keraton Kasultanan Yogyakarta dan Keraton Kasunanan Surakarta. Dalam perkembangan selanjutnya, wilayah Keraton Kasunana Surakarta masuk dalam Provinsi Jawa Tengah, ini menjadikan tugu ini sekarang berfungsi sebagai penanda batas Provinsi Yogyakarta dengan provinsi Jawa tengah. 2. Sejarah Pelestarian Tugu yang berada di Pasar Memble Bundelan untuk pertama kali dilaporkan sebagai Obyek Diduga Cagar Budaya (ODCB) adalah pada tahun 2019. Dalam kegiatan revitalisasi jalan di Bukit Bundelan dilaporkan adanya benda cagar budaya berupa tugu kuno yang nyaris dirusak karena program pelebaran jalan. Berdasarkan laporan Penewu Ngawen pada saat itu, tugu kuno yang berada di tempat tersebut tidak jadi dibongkar karena sejumlah tokoh masyarakat yang mencegah dengan alasan bahwa benda tersebut cagar budaya. Akhirnya dalam kegiatan revitalisasi jalan di Bukit Bundelan, terjadi perubahan lokasi pelebaran jalan dalam rangka menghindari pembongkaran benda tersebut. Kegiatan observasi ODCB tugu tapal batas di Kalurahan Tancep dilakukan untuk pertamakalinya pada akhir tahun 2022. Dalam observasi yang pertama kali dilakukan ditemukan fakta bahwa tugu yang berada di daerah tersebut ternyata ada dua buah. Tugu yang pertama berada di wilayah Gunungkidul, sementara tugu yang kedua berada di Wilayah Dusun Tunjungsari, Desa Ngerangan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. Keduanya hanya terpisah dengan jarak 61 meter. Tugu kedua berupa benda dari pasangan batu bata dengan bligon berlepa dengan denah segitiga yang masih utuh, lengkap dengan 3 buah prasasti serta cat warna hijau. Prasati dengan tulisan : PB X 74 ditempelkan pada ketiga sisi tubuh tugu tersebut. Dengan demikian bisa dipastikan bahwa monumen berupa tugu yang berada di wilayah Kecamatan Bayat Klaten tersebut adalah penanda batas wilayah yag didirikan pada masa pemerintahan Paku Buwono X (1989 – 1936). Kondisi tugu milik Surakarta berada dalam kondisi lebih baik dibandingkan dengan tugu tapal batas di wilayah Gunungkidul. Hal tersebut bisa terjadi karena posisi tugu milik Surakarta berada di posisi yang lebih menguntungkan, berada di tepi jalan dan di halaman depan rumah penduduk. Berdasarkan penjelasan narasumber yang berasal dari Bayat, tugu di Pasar Memble sudah berada di tempat tersebut sudah ada sejak jaman Belanda. Menurut masyarakat, kedua tugu batas didirikan di waktu yang sama. Narasumber lain yang bernama Suramto (52 tahun) – Dukuh setempat, menyatakan bahwa masyarakat di Tancep yang sepuh sudah melihat benda tersebut di tahun 1930-an. Benda tersebut tidak pernah dirawat namun juga tidak ada yang berani untuk menghilangkannya. 
Riwayat Pemugaran : Sebelum dipugar kondisi Tugu Kasultanan Yogyakarta tampak terbengkalai tanpa cat dan berlumut. Terlihat tidak terawat bila dibanding dengan tugu Kasunanan.Pada 2011, tugu Kasultanan Yogyakarta direnovasi dengan memperbaiki lapisan semen (aci/pelur) dan memperbarui cat. Disamping itu juga menambahkan paving block dan rantai pembatas di sekitar bangunan.
Nilai Sejarah : Tugu batas mengandung unsur nilai sejarah dan politik tinggi yang terjadi pada masa kolonial yang berhasil mengeksploitasi wilayah jajahan vorstenlanden dengan cara memisah misah wilayah kerajaan menjadi wilayah administrasi yang terpusat. Hal tersebut menjadi salah saktu bukti terpecahnya Jawa pada masa itu. Secara geopolitis terdapat nilai-nilai persatuan budaya dari masyarakat yang yang tidak bisa hilang yang dapat digunakan sebagai alat memperkuat kepribadian bangsa. 
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Pemerintah Kalurahan Tancep
Pengelolaan
Nama Pengelola : Pemerintah
Persepsi Masyarakat :
Catatan Khusus : Ukuran: Panjang : 78 cm Lebar : 78 cm Tinggi : 160 cmKondisi tidak terawat dan rusak karena berada di area pasar sehingga mengalami kerusakan yang disebabkan aktivitas manusia terutama pedagang pasar yang secara sengaja menancapkan paku untuk tembatan tenda lapak.