Pasar Nglipar merupakan pasar umum yang terletak di tepi jalan Nglipar-Sambipitu, atau tepatnya 500 meter ke arah barat dari Kantor Kecamatan Nglipar. Pasar Nglipar yang ada sekarang sebenarnya merupakan pasar pindahan atau pasar yang direlokasi pada tahun 1999. Lokasi tempat berdirinya pasar merupakan lahan milik perorangan yang dibeli pemerintah secara bertahap pada tahun 1987-1988. Lokasi Pasar Nglipar yang asli berlokasi di tempat Kantor Kecamatan Nglipar saat ini. Perpindahan pasar Nglipar pada waktu itu terjadi karena alasan lokasi pasar yang lama sudah tidak bisa lagi menampung pedagang dan pengunjung pasar yang meningkat pesat dari waktu ke waktu.
Sejarah berdirinya Pasar Nglipar tidak terlepas dari perkembangan penduduk di Kecamatan Nglipar. Sejak pertama kali berdiri, Pasar Nglipar menjadi urat nadi pertumbuhan masyarakat Desa Nglipar secara Khususnya, dan masyarakat Kecamatan Nglipar secara umumnya. Pasar Nglipar memiliki hari pasaran Jawa yaitu hari pasaran Pon dan Legi. Tetapi menurut penjelasan pedagangsetempat, pada hari pasaran Pon jumlah pengunjung lebih ramai daripada hari pasaran legi.
Pasar Nglipar menempati sebuah lahan seluas 2.093 m² dengan arah hadap pasar ke timur. Seperti pasar pada umumnya, Pasar Nglipar terdiri atas plataran atau halaman pasar dan pasar itu sendiri. Pada bagian plataran atau halaman pasar berfungsi sebagai lahan parkir. Kemudian pada bagian pasar terdiri dari ruko 2 lantai, los-los pasar, dan sejumlah kios. Saat ini, jumlah los yang terdapat di Pasar Nglipar adalah 9 buah. Salah satu los yang terbuat dari besi merupakan los Pasar Nglipar yang asli yang dibuat pada masa sebelum kemerdekaan. Los besi tersebut merupakan satu-satunya los pasar asli yang dipindah dari Pasar Nglipar yang lama pada tahun 1999.
Los besi Pasar Nglipar menjadi unik karena dari keseluruhan Pasar Pemerintah di Gunungkidul yang masih memiliki peninggalan bangunan los besi masa kolonial, hanya di Pasar Nglipar yang memiliki 1 los besi saja. Pasar yang lain umunya memiliki minimal 2 los Besi. Berdasarkan keterangan sejumlah narasumber yang diwawancarai pada saat survey TACB Gunungkidul, Pasar Nglipar hanya memiliki sebuah los besi sejak awal berdiri. Los pasar tersebut menempati lokasi sisi selatan pasar, atau bisa dikatakan bagian belakang. Los besi tersebut memiliki arah bujur utara selatan. Pada area tersebut memiliki permukaan tanah yang lebih rendah dari pada permukaan tanah sisi halaman pasar. Oleh Dinas Pasar, los besi di Pasar Nglipar mendapatkan kode Los B.
Los B atau los besi Pasar Nglipar merupakan pasar dengan model terbuka, tanpa pelingkup dinding pada bangunan dengan atap model kampung. Los tersebut memiliki batur dengan peninggian 30 cm dari atas tanah. Denah los besi berbentuk persegi panjang terdiri atas denah batur dan denah atap. Ukuran denah batur 3,20 m x 12,7 m. Sementara ukuran denah atap 5,20 m x 14,31 m. Permukaan batur Los Pasar Nglipar ditutup dengan keramik warna coklat muda berukuran 30 x 30 cm.
Struktur pada masing masing los Pasar Nglipar menggunakan tiang tunggal di tengah tengah batur yang berjajar sejumlah 4. Struktur tiang dan kuda-kuda merupakan satu kesatuan. Struktur semacam ini dalam Ilmu arsitektur disebut dengan struktur modular. Struktur ini merupakan pabrikan yang masing-masing komponen memiliki bentuk ukuran yang sama sehingga bisa dibongkar pasang dengan sistem mur baut dan pelat baja sebagai panel pengikat (pengunci). Pada masing masing tiang terdapat umpak yang terbuat dari semen cor. Umpak tersebut berbentuk trapesium terpenggal berukuran tinggi 126 cm dari permukaan tanah. Sementara tinggi tiang adalah 365 cm.
Struktur atap berupa kuda-kuda yang menyatu dengan tiang besi rangkap berjajar 4 baris. Ke-4 kuda-kuda tersebut diikat dengan nok dan gording. Nok dan gording sebagai struktur utama untuk menumpu usuk dan reng. Sistem ikatan dari masing-masing komponen tersebut menggunakan mur baut dan pelat baja. Material kerangka struktur bangunan semua menggunakan material besi profil “C”, siku “L”, dan “H” atau “I”. Seluruh permukaan konstruksi baja ditutup dengan cat warna hitam. Pada beberapa bagian besi baja terdapat tulisan R S W No.8, H O E S C H N P 8, dan R D F H G.
Bagian penutup atap menggunakan genteng press merk “Super SPT”. Kemungkinan genteng tersebut merupakan penggantian baru karena, genteng yang asli umumnya menggunakan genteng keripik. Bubungan ditutup dengan wuwung seng. Pada bagian tengah wuwung seng tersebut terdapat gambar garuda dengan angka 2014. Pada bagian tepi atap ditutup dengan seng gelombang atau tutup keong. Pada bagian usuk terdapat penambahan, sementara reng besi sudah diganti reng kayu. Penambahan usuk dilakukan untuk menyesuaikan dengan penggantian genteng press yang memiliki ukuran dan berat yang melebihi dari genteng keripik. Reng asli yang terbuat dari bahan besi yang diduga sudah dilepas, dan diganti dengan reng kayu denagn ukuran 2/3. Bukti adanya reng yang dilepas tersebut ditunjukkan dengan lubang-lubang baut dalam komposisi yang teratur di sepanjang usuk baja.
Konstruksi bangunan los Pasar Nglipar memiliki kesamaan dengan los besi yang terdapat di pasar pemerintah seperti yang ada di kabupaten Sleman, Bantul dan Kulon Progo. Sebagai perusahaan pensuplai material baja pada waktu itu adalah NV. BRAAT dari Surabaya. Panel NV Braat yang diketemukan di pasar Kenteng Kulon Progo dan Pasar Stom Seleman, tidak diketemukan di Pasar Nglipar
| Dimensi Benda | : |
Panjang Lebar Tinggi Tebal Diameter Berat |
| Komponen Pelengkap | : |
|
| Deskripsi Atap | : | atap model kampung. Ukuran denah atap 5,20 m x 14,31 m. Struktur atap berupa kuda-kuda yang menyatu dengan tiang besi rangkap berjajar 4 baris. Bagian penutup atap menggunakan genteng press merk “Super SPTâ€. Kemungkinan genteng tersebut merupakan penggantian baru karena, genteng yang asli umumnya menggunakan genteng keripik. Pada bagian tepi atap ditutup dengan seng gelombang atau tutup keong. Pada bagian usuk terdapat penambahan, sementara reng besi sudah diganti reng kayu. Penambahan usuk dilakukan untuk menyesuaikan dengan penggantian genteng press yang memiliki ukuran dan berat yang melebihi dari genteng keripik. Reng asli yang terbuat dari bahan besi yang diduga sudah dilepas, dan diganti dengan reng kayu denagn ukuran 2/3 |
| Deskripsi Lantai | : | Permukaan batur Los Pasar Nglipar ditutup dengan keramik warna coklat muda berukuran 30 x 30 cm. |
| Deskripsi Kolom/Tiang | : | Struktur pada masing masing los Pasar Nglipar menggunakan tiang tunggal di tengah tengah batur yang berjajar sejumlah 4. Struktur tiang dan kuda-kuda merupakan satu kesatuan. Struktur semacam ini dalam Ilmu arsitektur disebut dengan struktur modular. Struktur ini merupakan pabrikan yang masing-masing komponen memiliki bentuk ukuran yang sama sehingga bisa dibongkar pasang dengan sistem mur baut dan pelat baja sebagai panel pengikat (pengunci). Pada masing masing tiang terdapat umpak yang terbuat dari semen cor. Umpak tersebut berbentuk trapesium terpenggal berukuran tinggi 126 cm dari permukaan tanah. Sementara tinggi tiang adalah 365 cm. |
| Peristiwa Sejarah | : | a. Sejarah Pasar Tradisional di YogyakartaPasar atau marketplace merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi. Secara etimologi, istilah “pasar” berasal dari bahasa Persia yakni bazaar yang maknanya pasar tertutup. Pasar telah dikenal sejak lama, hal itu dapat diketahui dalam Prasasti Pagumulan (abad ke-5), maupun ditunjukan dalam sumber artefaktual lainnya seperti yang terdapat dalam salah satu relief di Candi Borobudur. Pasar terus berkembang seiring dengan semakin pesatnya perdagangan terutama sejak abad ke-16. Hanya saja pasar tidak lantas secara spesifik merujuk pada infrastruktur bangunan tertutup tempat penjual dan pembeli melakukan transaksi. Kebanyakan pasar merupakan ruang terbuka atau open-air space dan bersifat sementara dalam arti tanpa perlu bangunan permanen. Pasar dapat diselenggarakan di pinggir jalan, tengah kota atau kampung, di bawah pohon rindang, bahkan di sungai seperti yang banyak didapati di Kalimantan. Terkait dengan hal tersebut, Pasar Nglipar memiliki makna historis yang penting karena merupakan bangunan pasar permanen yang didirikan sejak masa kolonial. Secara historis pasar sebagai infrastruktur permanen terutama yang berada di Yogyakarta berkaitan dengan dua hal. Pertama, secara umum, keberadaan pasar yang dibangun di pusat kerajaan merupakan wujud dari konsep catur tunggal kota kerajaan. Berdasar konsep ini, pasar merupakan salah satu pilar—berserta masjid, alun-alun dan penjara—yang melengkapi keberadaan keraton. Oleh sebab itu, keberadaan pasar tradisional dengan bentuk bangunan permanen yang saat itu dikenal sebagai Pasar Gede (Kota Gede) telah hadir sebagai elemen penting dalam pembangunan keraton Mataram Islam. Pasca Perjanjian Giyanti 1755, baik Kasultanan Yogyakarta maupun Kasunanan Surakarta melanjutkan konsep ini, dengan demikian keduanya sama-sama membangun pasar di sekitar istana sebagai perwujudan konsep catur tunggal, yakni Pasar Beringharjo di Yogyakarta; dan Pasar Gede di Solo. Selain menjadi penanda simbolis filosofis sebuah kota kerajaan, pasar di Yogyakarta juga bersifat fungsional sebagai pusat aktifitas ekonomi. Kedua, pasar merupakan bagian penting untuk mempromosikan “komersialisme” dan “modernitas” pada masa kolonial. Dalam hal ini, pemerintah kolonial bukan hanya membangun lebih banyak pasar hingga menjangkau wilayah-wilayah di luar pusat kota, namun juga memperbaiki arsitektur bangunan pasar sehingga menjadi bangunan modern. Oleh karena itu, desain pasar mengacu pada standar yang dimiliki oleh pemerintah kolonial, namun juga tetap memperhatikan kebiasaan cara berdagang masyarakat sekitar. Sehingga mendapatkan bentuk bangunan dengan struktur modern namun tanpa dinding pelingkup yang menutup bangunan, hal ini menyesuaikan kebiasaan warga masyrakat yang hanya berjualan pada hari tertentu. Sehingga mereka tidak memerlukan bangunan yang tertutup untuk menyimpan barang yang mereka bawa untuk diperdagangkan, karena mereka akan membawa kembali barang dagangannya.Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 37, tanggal tanggal 15 Juli 1873, pasar harus memiliki Loods (bangsal, yang diadopsi menjadi los dalam Bahasa Indonesia). Pasar dari masa kolonial, terutama yang dibangun pada awal abad ke-20, memiliki bentuk yang relatif seragam yakni berupa bangunan terbuka dengan atap yang ditopang oleh kerangka besi. Adapun material berupa besi digunakan untuk menggantikan struktur kayu yang lazim dipakai dalam arsitektur tradisional. Kebutuhan material besi diproduksi oleh perusahaan besar seperti NV. Braat Surabaya, dan Gutehoffnungshütte (GHH) Munchen Jerman, adapun untuk pembangunan turut dikerjakan oleh sejumlah perusahaan konstruksi seperti N.V Construtie Atelier Der Vorstenlanden Djokjakarta (CAV). Material besi pada bangunan pasar kolonial digunakan untuk memperkuat kesan modern. Penggunaan loods atau los juga ditujukan untuk menciptakan ruang yang lebih luas, tidak tersekat sekat, sehingga dapat menampung lebih banyak orang maupun barang, sekaligus memfasilitasi interaksi yang lebih longgar. Penggunaan loods atau los juga diarahkan untuk menggantikan bango (warung kecil) yang cenderung mengokupasi banyak ruang namun untuk peruntukan yang terbatas karena hanya dimiliki oleh segelintir orang saja.b. Sejarah Pasar NgliparBerdasarkan wawancara dengan narasumber setempat yang bernama Bapak Sinandijana, Pasar Nglipar berdiri sekitar tahun 1930. Lokasi Pasar Nglipar semula berada di timur Pasar Nglipar yang sekarang, sejauh kurang lebih 400 meter. Pada waktu itu Pasar Nglipar memiliki arah hadap ke arah selatan. Bangunan yang terdapat di dalam Pasar Nglipar terdiri atas sebuah los besi, sebuah bangunan dari kayu untuk petugas pasar, dan sejumlah kios dari kayu yang tidak permanen. Luas Pasar pada waktu itu sekitar 45 x 48 meter persegi. Bapak Sinandijana menjelaskan bahwa sejak dahulu Pasar Nglipar memiliki hari pasaran pon dan legi. Meskipun Pasar Nglipar tidak memiliki los pasar hewan, namun pada pasaran ponterdapat pedagang ayam yang berjulan di pasar tersebut. Sehingga umumumnya pasar menjadi lebih ramai pada hari pasaran pondaripada pasaran legi. Pasar Nglipar di lokasi yang lama biasa buka antara jam 05.00 – 11.00. Pada tahun 1979 Pasar Nglipar mengalami rehabilitasi, yaitu penambahan dua buah los dari kayu. Penambahan ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tempat bagi pedagang yang membeludak hingga ke luar pasar. Dua buah los kayu tersebut dibangun di sebelah utara los besi. Kemudian pada tahun 1982, los besi juga mendapatkan rehabilitasi pada bagian atap. Rehabilitasi tersebut adalah penggantian reng besi dan penambahan usuk. Reng besi yang sudah lapuk diganti dengan reng kayu, sementara usuk dari kayu ditambahkan diantara usuk besi. Pada periode waktu 1980-1989 Pasar Nglipar mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Pada waktu itu Pasar Nglipar tidak mampu lagi menampung jumlah pedagang dan pembeli yang berada di pasar tersebut. Menurut penjelasan Bapak Sinandijana, pada waktu itu sebenarnya ada usulan untuk memperluas lahan Pasar Nglipar, namun usulan itu tidak terjadi karena terbentur oleh peraturan Pemerintah Daerah. Perluasan pasar tidak mungkin bisa dilakukan mengingat lokasi Pasar Nglipar yang berada di tengah pemukiman warga. Pemerintah kemudian memberikan solusi dengan memindah Pasar Nglipar ke tempat yang baru.Akhirnya pada tahun 1997, sebuah lahan yang berada kurang lebih 400 meter ke arah barat dari Pasar Nglipar, dibeli oleh pemerintah. Lahan tersebut semula milik perorangan, yang dibeli oleh pemerintah secara bertahap. Pada tahun 1998, bangunan Pasar Nglipar tahap pertama didirikan. Meski demikian bangunan tersebut masih belum dipakai hingga tahun 1999. Pada tahun 1999, secara resmi Pasar Nglipar pindah ke lokasi yang baru. Lokasi ini beralamat di Padukuhan Nglipar Lor RT 01 RW 03, Desa Nglipar. Pada waktu itu bangunan yang ikut dipindah dari Pasar Nglipar yang lama hanya los besi, sementara bangunan yang lain dirobohkan. Berdasarkan keterangan Pak Sinandijana, pemindahan los besi dari lokasi Pasar Nglipar yang lama ke lokasi yang baru dilakukan dengan cara manual, menggunakan bambu dan kayu kemudian di panggul dengan tenaga manusia. Seluruh proses pemindahan Pasar Nglipar pada tahun 1999 diserahkan kepada pihak ketiga atau pemborong yang memenangkan tender pembangunan pasar. Menurut kesaksian Bapak Sinandijana, peresmian Pasar Nglipar dirayakan dengan pertunjukan wayang Kulit semalam suntuk. Turut hadir sebagai tamu undangan pada acara tersebut adalah Bapak Yutikno, yang menjabat sebagai Bupati Gunungkidul pada waktu itu.Pasar Nglipar yang baru menempati lahan seluas …. Meter persegi. Los besi menjadi salah satu dari 9 los yang terdapat di Pasar Nglipar sekarang. Pada periode waktu 1999 hingga 2019, Pasar Nglipar mengalami beberapa kali. Rehabilitasi. Pada tahun 2014, Pasar Nglipar kembali mengalami rehabilitasi. Salah satu diantaranya terjadi pada los besi. Pada waktu itu lantai dan atap los besi mengalami sejumlah perubahan, diantaranya adalah : - Lantai yang semula ditutup dengan tegel diganti keramik.- Umpak ditinggikan menjadi 126 cm.- Genteng diganti genteng Sokka MHS.- Wuwung yang semula ditutup dengan genteng diganti menjadi wuwung seng. Pada bagian makutha diberi hiasan garuda berangka tahun 2014.Sejak berpindah ke lokasi yang baru, berangsur-angsur aktifitas perdagangan yang terjadi di Pasar Nglipar pada hari pasaran pon dan legi mengalami pergeseran waktu. Menurut penjelasan narasumber, saat ini aktifitas pasar hanya berlangsung antara jam 04.00 – 08.00. Sementara itu sejak tahun 2009, lokasi eks Pasar Nglipar berubah menjadi Kantor Kecamatan Nglipar. |
| Nilai Sejarah | : | Los besi Pasar Nglipar memiliki nilai sejarah yang tinggi karena berhubungan dengan perkembangan perekonomian desa, khusunya bidang perdagangan di pasar pada masa kolonial abad XIX-XX masehi di wilayah Gunungkidul. Pasar Nglipar merupakan salah satu peninggalan pasar tradisional yang mengalami modernisasi pada masa kolonial yang masih bertahan hingga saat ini.Memberikan bukti tentang aktivitas pasar tradisional pada masa itu di Gunungkidul. |
| Nilai Ilmu Pengetahuan | : | Bangunan pasar (fisik/ tangible) berguna sebagai obyek kajian untuk ilmu-ilmu seperti teknik sipil, arsitektur, dan arkeologi. Sedangkan secara intangible, pasar menjadi obyek pembelajaran tentang perkenomian pada masyarakat yang mencakup kegiatan jual-beli. Kegiatan bertemunya penjual dan pembeli dalam sistem pasar tradisional mengandung berbagai kegiatan diantaranya : silaturahmi, gotong royong, musyawarah dan lain sebagainya.Memberikan informasi tentang model konstruksi dan arsitektur bangunan pasar modern di Gunungkidul pada masa kolonial. Struktur dan konstruksi besi baja yang berkembang pada masa kolonial masih digunakan masyarakat hingga sekarang.Menunjukkan pada masyarakat bahwa penggunaan material baja lebih tahan lama dibandingkan material kayu.Memberikan informasi tentang aktivitas pasar tradisional pada masa itu di Gunungkidul.Memberikan informasi tentang dugaan peningkatan pendapatan melalui pajak yang ditarik dari pedagang pasar oleh Pemerintahan Belanda pada abad XIX-XX.Memberikan informasi bahwa masyarakat Jawa telah mengenal sistem perdagangan modern, yaitu perdahangan yg tdk berpindah- pindah, tp sdh mulai menetap.Merupakan cikal bakal bangunan portable dan knock down yg sangat dikenal sekarang, seperti bangunan terminal yg portable |
| Nilai Pendidikan | : | Memberikan informasi bahwa masyarakat Jawa memiliki sistem penanggalan (pasaran) yang dimanfaatkan untuk kegiatan perekonomian.Menjadi obyek pembelajaran tentang kehidupan sosial ekonomi yang terjadi pada masa sebelum kemerdekaan. |
| Nilai Budaya | : | Bangunan los besi Pasar Nglipar menyimpan berbagai informasi budaya yang berkaitan dengan interaksi sosial budaya masyarakat yang terjadi sejak masa kolonial dan masih berlangsung hingga saat ini. |
| Nama Pemilik Terakhir | : | Pemerintah - Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gunung |
| Alamat Pemilik | : | Jl. Brigjen Katamso No.1, Purbosari, Wonosari, Kec. Wonosari, Kabupate |
| Nomer Kontak | : | 089643747256 |
| Nama Pengelola | : | Pemerintah - Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gunung |
| Alamat Pengelola | : | Jl. Brigjen Katamso No.1, Purbosari, Wonosari, Kec. Wonosari |
| Persepsi Masyarakat | : | sebagai tempat perdagangan |
| Catatan Khusus | : | Los besi Pasar Nglipar menjadi unik karena dari keseluruhan Pasar Pemerintah di Gunungkidul yang masih memiliki peninggalan bangunan los besi masa kolonial, hanya di Pasar Nglipar yang memiliki 1 los besi saja. Pasar yang lain umunya memiliki minimal 2 los Besi.Ukuran Los Besi Pasar Ngipar :Luas Denah Batur 3,20 m x 12,7 m = 40,64 m²Luas denah atap 5,20 m x 14,31 m = 74,412 m²Tinggi 3,65 mKoordinat SK : UTM 457627.521E 9128476.064N 49M |