Loading

Masuk Jogjacagar

Filosofi Maskot

Prajurit Keraton

Prajurit Wirabraja

Wirabraja berasal dari kata ‘wira’ yang berarti ‘berani’ dan ‘braja’ berarti ‘tajam’, sehingga Wirabraja dapat bermakna prajurit yang sangat berani dalam melawan musuh dan memiliki panca indra yang tajam. Mereka juga memiliki sikap peka dalam setiap keadaan, pantang menyerah dalam membela kebenaran, dan pantang mundur sebelum musuh dapat dikalahkan. Kesatuan prajurit berjumlah 80 orang, dengan senjata senapan api dan tombak. Di dalam situasi perang dan defile prajurit ini selalu berada pada barisan terdepan. Panji/bendera adalah Gula Klapa yang berasal dari kata ‘gula’ dan ‘kelapa’, yaitu gula jawa yang terbuat dari nira pohon kelapa berwarna merah, sedangkan ‘kelapa’ berwarna putih. Busana yang digunakan adalah sikepan berwarna merah dengan celana bentuk panji-panji berwarna merah, sepatu pantofel warna hitam, dan topi berwarna merah berbentuk lombok-an (Lombok Abang) yang juga disebut “kudup turi”.

Secara filosofi bermakna pasukan yang berani membela kesucian atau kebenaran.

Prajurit Dhaeng

Dhaeng merupakan gelar bangsawan di Makassar. Pada awalnya, prajurit Dhaeng yang berasal dari Sulawesi merupakan prajurit pilihan yang bertugas mengawal mantan istri Raden Mas Said (Pura Mangkunegaran) yaitu GKR Bendara, ketika dipulangkan ke Kasultanan Ngayogyakarta akibat perselisihan dengan ayahnya yaitu Hamengku Buwono I. Atas keramahan HB I prajurit Dhaeng memutuskan tidak kembali ke Mangkunegaran dan memilih untuk mengabdi pada HB I. Prajurit Dhaeng merupakan prajurit elit yang gagah berani seperti prajurit Makassar saat melawan Belanda. Panji/bendera adalah Bahningsari berasal dari kata ‘bahning’ berarti api dan sari berarti ‘indah, inti’. Secara filosofi bermakna pasukan yang keberaniannya tidak pernah menyerah seperti semangat inti api yang tidak pernah kunjung padam. Busana berupa baju dan celana panjang putih, dada strip merah, topi mancungan warna hitam dengan bulu ayam merah putih.

Secara filosofi bermakna pasukan yang keberaniannya tidak pernah menyerah seperti semangat inti api yang tidak pernah kunjung padam.

Prajurit Patangpuluh

Terkait asal usul nama Patangpuluh sampai sekarang belum ada sumber yang dapat menjelaskannya dengan akurat. Akan tetapi, nama ‘patangpuluh’ kemungkinan tidak terkait dengan jumlah anggota. Prajurit patangpuluh terkenal akan keberanian dan ketangguhannya saat di medan pertempuran, sehingga keberadaan prajurit patangpuluh menjadi andalan saat bertempur. Panji/bendera adalah Cakragora, ‘cakra’ yang berbentuk gerigi dan ‘gora’ yang berarti dahsyat atau menakutkan. Busana berupa lurik kemiri, celana pendek warna merah di luar celana panjang putih, destar (kain ikat kepala) wulung (warna biru kehitaman), lothong (ikat pinggang dalam) berwarna merah, kamus (ikat pinggang luar) bewarna hitam, rompi warna merah, tutup kepala berupa songkok berwarna hitam, sepatu pantofel hitam dengan kaos kaki hitam, serta senjata berupa bedil (senjata api) dan keris branggah.

Secara filosofi bermakna pasukan yang berani membela kesucian atau kebenaran.

Prajurit Jagakarya

Jagakarya berasal dari kata ‘jaga’ yang berarti menjaga dan ‘karya’ berarti tugas atau pekerjaan. Secara filosofis jagakarya bermakna prajurit yang mengemban tugas selalu menjaga dan mengamankan jalannya pelaksanaan pemerintahan dalam kerajaan. Panji/bendera adalah Papasan, berasal dari kata ‘papas’ atau ‘amapas’ yang berarti menghancurkan. Busana berupa topi hitam bentuk tempelengan yang terlihat seperti perahu terbalik, destar wulung, rompi berwarna krem atau kuning emas, beskap lurik lupas lapis warna merah, sayak lurik, lonthong warna merah dan kamus berwarna hitam, celana panji lurik, kaos kaki panjang, sepatu pantofel warna hitam, serta senjata berupa bedil, tombak, dan keris branggah.  

Secara filosofi bermakna semangat menghancurkan musuh dengan teguh.

Prajurit Prawiratama

Prawiratama merupakan prajurit yang memiliki kelebihan dibanding dengan prajurit lainnya, hal ini tak lepas dari asal keberadaan prajurit tersebut yaitu dari 1000 orang anggota laskar Mataram yang membantu Pangeran Mangkubumi melawa pasukan penjajah. Setiap kali menghadapi pertempuaran laskar ini senantiasa berhasil gemilang, sehingga dijuluki ‘prawiratama’. Prawiratama berasal dari ‘prawira’ yang berarti berani/perwira/prajurit, sedangkan ‘tama’ atau ‘utama’ yang berarti utama, ahli, pandai. Prajurit Prawiratama adalah pasukan yang pemberani dan pandai dalam setiap tindakan, selalu bijak dalam suasana perang. Panji/ bendera adalah Geniroga atau Banteng Ketaton, berasal dari kata ‘geni’ berarti api dan kata ‘roga’ berarti. Busana berupa topi berbentuk mete berwarna hitam, destar wulung, beskap hitam, baju dalam merah sayak putih, lothong berwarna hitam, celana atas merah dan bagian bawah putih, serta sepatu pantofel hitam dan kaos kaki hitam.

Secara filosofi bermakna pasukan yang diharapkan dapat selalu mengalahkan musuh dengan mudah.

Prajurit Nyutra

Nyutra berasal dari kata ‘sutra’ yang mendapat awalan ‘N’. Kata ‘sutra’ berarti unggul, namun bisa juga berarti bahan kain yang halus, sedangkan awalan ‘N’ berarti tindakan aktif berhubungan dengan sutera. Nyutra merupakan prajurit pribadi raja yang memiliki hubungan dekat dengan raja. Nyutra merupakan pasukan yang halus diibaratkan seperti halusnya sutera. Mereka bertugas menjaga dan mendampingi raja, namun tetap mempunyai ketajaman rasa dan keterampilan yang unggul. Itulah sebabnya prajurit Nyutra mempunyai persenjataan yang lengkap berupa tombak, towok, dan tameng, senapan, dan panah/jemparing. Sebelum masa HB IX, anggota prajurit Nyutra diwajibkan harus bisa menari. Prajurit Nyutra terbagi menjadi dua yaitu, Nyutra merah dan Nyutra hitam. Panji/bendera Nyutra merah adalah podhang ngingsep sari, berasal dari kata ‘kepodang’ (sejenis burung dengan bulu warna kuning keemasan yang indah), ‘ngingsep’ berarti menghisap dan ‘sari’ berarti inti, sari. Secara filosofi Nyutra merah bermakna pasukan yang selalu memegang teguh pada keluhuran. Sementara panji/bendera Nyutra hitam adalah padma sri kresna, ‘padma’ berarti bunga teratai, ‘sri’ berarti cahaya, indah, dan kresna yang berarti hitam. Busana yang dikenakan Nyutra hitam adalah rompi dan celana panji-panji warna hitam, kampuh biru tua dan berwarna putih di bagian tengah. Busana yang dikenakan Nyutra merah adalah rompi dan celana panji-panji warna merah, kain kampuh warna biru tua dan berwarna putih di bagian tengah. Bentuk topi terdiri dari dua jenis yaitu kuluk hitam dan udeng gilig hitam bagi yang Nyutra hitam dan warna merah untuk Nyutra merah.

Secara filosofis Nyutra hitam bermakna pasukan yang selalu membasmi kejahatan, seperti sri kresna sebagai titisan dewa wisnu.

Prajurit Ketanggung

Ketanggung berasal dari kata ‘tanggung’ dan mendapat awalan ‘ke’ yang berarti beban berat, bermakna pasukan yang mempunyai tanggungjawab sangat berat. Prajurit ini pada masa lampau bertanggungjawab atas lingkungan keraton dan mengawal keberadaan raja jika melakukan kunjungan ke luar keraton. Selain itu mereka juga berperan sebagai penuntut perkara di keraton. Bendera/panji adalah Cakrasewandana berasal dari kata ‘cakra’, yaitu senjata berbentuk roda bergerigi, dan ‘swandana’ yang berarti kendaraan atau kereta. Secara filosofi berarti pasukan yang membawa senjata ‘cakra’ yang dahsyat dan dapat memporak porandakan musuh. Jumlah prajurit ketanggung adalah 80 orang, separuh bersenjata tombak dan separuh bersenjata senapan bayonet. Seragam yang digunakan berupa sikepan corak lurik khas ketanggung, celana pendek hitam di luar celana panjang putih, sepatu lars hitam dan topi mancungan berwarna hitam dengan hiasan bulu ayam.

Secara filosofi berarti pasukan yang membawa senjata ‘cakra’ yang dahsyat dan dapat memporak porandakan musuh.

Prajurit Bugis

Prajurit ini beranggotakan suku Bugis, awalnya bertugas di kepatihan sebagai pengawal pepatih dalem dibawah Patih Danurejo, namun sejak masa Hamengku Buwono IX bergabung dengan prajurit keraton lainnya. Ketika upacara gerebeg, keberadaan Prajurit Bugis bertugas mengawal gunungan. Secara filosofi keberadaan prajurit Bugis bermakna prajurit yang kuat seperti sejarah awal mula berasal dari Bugis, Sulawesi. Panji/bendera prajurit Bugis adalah Wulan-dadari, berasal dari kata ‘wulan’ berarti bulan, dan ‘dadari’ berarti mekar, muncul, timbul. Secara filosofis bermakna pasukan yang diharapkan selalu memberikan penerangan dalam kegelapan, ibarat bulan dalam malam yang gelap menggantikan matahari. Busana yang dikenakan prajurit Bugis adalah baju berbentuk kurung/jas tutup dan celana panjang hitam topi hitam.

Secara filosofis bermakna pasukan yang diharapkan selalu memberikan penerangan dalam kegelapan, ibarat bulan dalam malam yang gelap menggantikan matahari.

Prajurit Surakarsa

Surakarsa berasal dari kata ‘sura’ yang berarti berani dan ‘karsa’ berarti kehendak. Surakarsa merupakan prajurit yang pemberani dengan tujuan selalu menjaga keselamatan putra mahkota. Panji/bendera bernama Pareanom, berasal dari kata ‘pare’ (tanaman merambat berwarna hijau yang buahnya jika masih muda berwarna hijau kekuning-kuningan), dan kata ‘anom’ berarti muda. Secara filosofis bermakna pasukan yang selalu bersemangat dengan jiwa muda. Pada masa lampau prajurit Surakarsa berada dibawah wewenang Pangeran Adipati Anom (Putra Mahkota), sesuai dengan filosofi nama dan panji-nya. Busana yang dikenakan berupa blankon wulung mondholan tanpa sinthingan corak celeng kewengen dengan bentuk kamicucen, baju sikepan putih, baju rangkepan warna putih, celana panjang putih, kain batik model supit urang, tidak bersepatu, lothong warna merah, kamus warna hitam. Senjata yang dibawa adalah keris warangka branggah (ladrang) dengan oncen diselipkan di pinggang kanan belakang (tidak dikewal).

Secara filosofis bermakna pasukan yang selalu bersemangat dengan jiwa muda. Pada masa lampau prajurit Surakarsa berada dibawah wewenang Pangeran Adipati Anom (Putra Mahkota), sesuai dengan filosofi nama dan panji-nya

Prajurit Mantrijero

Mantrijero berasal dari kata ‘mantri’ yang berarti juru bicara (menteri dapat diartikan memiliki jabatan di atas bupati dalam struktur pemerintahan), sedangkan ‘jero’ berarti dalam. Mantrijero merupakan pasukan yang mempunyai wewenang ikut ambil bagian dalam memutuskan segala sesuatu dalam lingkungan keraton. Pada masa lampau pasukan ini beranggotakan Menteri-menteri di dalam keraton yang bertugas sebagai hakim yang memutuskan perkara dan mengawal sultan saat diselenggarakan upacara jumenengan di bangsal Sitihinggil. Panji/bendera adalah Purnamasidhi berasal dari kata ‘purnama’ berarti bulan penuh dan ‘sidhiyang’ berarti sempurna. Busana yang dikenakan berupa jas terbuka dengan kain lurik bergaris hitam putih, kaos kaki panjang putih, sepatu pantofel warna hitam, topi songkok berwarna hitam seperti Menakjinggo, serta senjata berupa senapan api dan tombak.

Secara filosofi bermakna pasukan yang diharapkan dapat selalu memberikan cahaya dalam kegelapan.

Referensi

  • Prajurit Kraton Yogyakarta: Filosofi dan Nilai Budaya yang terkandung di Dalamnya. tanpa tahun. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta.
  • Saptodewo, Febrianto.2018.Perancangan Karakter Bregada Keraton Yogyakarta Sebagai Media Visual Pendukung Photo Booth. Jurnal Desain Vol.05 No.02, Januari 2018 hal.74-85.
  • Septianti.2018.Kostum Prajurit Kraton Yogyakarta Kajian Peran dan Nilai Simbolik. CORAK: Jurnal Seni Kriya Vol. 7 No. 2, Oktober 2018-April 2019.
  • Yunanto, Agung Tri;Fianto, Achmad Yanu Alif; Hidayat, Wahyu.2015. Penciptaan Buku Ilustrasi Pakaian Adat Bregada Hadiningrat Kraton Yogyakarta Sebagai Upaya Pengenalan Pakaian Tradisional Kepada Anak-Anak. Jurnal Desain Komunikasi Visual, Vol.4, No.1. Art Nouveau, 2015.
  • Wijanarko, Fajar. tanpa tahun. Prajaurit Kraton Jogja: Sejarah Awal Hingga Toponim Perkampungannya.
  • Aplikasi Prajurit Kraton Jogja(2013)